Kamis, 23 Juli 2020

Daruat Figur Untuk Anak-anak Indonesia


  
Cover Film CHICHA
        Setiap tanggal 23 Juli di Indonesia diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Pada era orde baru HAN selalu dirayakan dengan suasana meriah. Diadakan festival dengan berbagai bentuk permainan anak secara tradisional maupun berbagai penampilan atraksi anak-anak, baik nyanyian, tarian maupun kreativitas lainnya.

            Kalau berbicara mengenai anak-anak, rasanya anak-anak sekarang harus iri dengan mereka yang harus mengalami masa anak-anak pada era 70an hingga 90an. Pada masa-masa itu anak-anak memiliki sosok idola yang membanggakan dan mewakili ciri khas anak-anak secara lugas dan spontan. Idola anak-anak atau bisa disebut dengan artis cilik itu tampil apa adanya sebagai anak-anak tanpa kesan dibuat-buat.

            Pada era 70an, ada sosok yang fenomenal bernama Chicha Koeswoyo hadir sebagai figur artis cilik yang kenes dengan lagu “Helly”. Rasa-rasanya tidak ada anak Indonesia yang tidak bisa menyanyikan baris demi baris lagu “aku punya anjing kecil...”. tak jarang lagu itu dinyanyikan dengan gaya bercanda karena ada bagian suara anjing “Helly... guk guk guk”. Helly yang tak lain merupakan nama anjing milik keluarga Nomo Koeswoyo begitu ikonik sekali pada sosok Chicha Koeswoyo, sulung dari keluarga Nomo Koeswoyo. Demikian juga “guk guk guk...” yang dalam rekaman disuarakan oleh pelawak Doel Kamdi juga tidak akan ketinggalan dibunyikan saat lagu itu dinyanyikan oleh anak-anak Indonesia.

            Tidak hanya Chicha, beberapa penyanyi anak-anak lain juga bermunculan. Ada Adi Bing Slamet yang usil dan suka menggoda Mak Wok tentu tidak akan bisa dilupakan begitu saja. Hadir juga Joan Tanamal putri dari Enteng Tanamal yang ikut menyemarakkan lagu anak-anak dengan lagunya yang sendu. Selanjutnya bermunculan berbagai nama seperti Vien Is Haryanto anak dari Is Haryanto personelo Favourites Group, Debby Irama anak dari raja dangdut Rhoma Irama yang mempopulerkan lagu “Idih, Papa Genit”.
            Pada dekade ‘80an muncul nama-nama populer Dina Mariana, Puput Novel, Sari Koeswoyo, Faradilla Sandy, Bobby Alatas atau Santi Sardi.          Memasuki era 90an pun dunia anak-anak masih marak dengan hadirnya Melisa yang terkenal dengan hits Abang Tukang Bakso. Puput Melati yang putri dari Sofyan Usman Bersaudara pun hingga hari ini kita kenal lagunya sambil berhitung “satu ditambah satu sama dengan dua...”. Anda tentu juga tidak lupa dengan nama Bondan Prakoso, Chikita Meidy atau yang masuk generasi terakhir ada Tina Toon dan Sherina Munaf, putri dari Triawan Munaf personel Giant Step.

            Secara sosok imajinasi, anak-anak juga mengenal berbagai tokoh fiktif yang menggembirakan. Kita sempat mengenal nama Tongki yang menjadi tandem artis Gatot Soenyoto. Ada juga Boncu yang dikaryakan oleh Kaisar Victorio. Tidak kita lupakan ada nama Si Komo yang diciptakan oleh Kak Seto. Yang fenomenal tentu saja Suzan dan Ria Enes yang membuat kita penasaran, bagaimana cara bicaranya boneka itu.

            Namun memasuki era milenial dunia anak-anak sudah mulai kehilangan figur. Dunia anak-anak tidak lagi mendominasi alam pikiran anak-anak Indonesia. Masuknya pengaruh K-Pop dan J-Pop menjadikan bintang-bintang dari negeri Korea itu sebagai idola yang tidak bisa dielakkan lagi. Anak-anak makin akrab dengan lagunya Blackpink, BTS atau EXO. Sementara dalam ide kreativitas lagu pun tidak banyak perkembangan. Imajinasi anak-anak secara nyanyian hanya terbentuk melalui lagu-lagu yang diciptakan pada empat puluh hingga lima puluh tahun yang lalu.

            Saat ini dibutuhkan sekali sosok yang bisa menyelamatkan dunia anak-anak secara masif. Dibutuhkan sekali figur yang mampu menjadi tokoh idola baru bagi anak-anak Indonesia. Figur yang mewakili keceriaan anak-anak tanpa sesuatu yang berlebihan. Figur yang membawa keteladanan untuk anak-anak Indonesia melakukan hal yang baik. Jangan sampai masa kecil anak-anak Indonesia hilang, hanya karena mereka mencari figur baru melalui gadget yang belum tentu membawa nilai moral yang benar dan sesuai karakter Indonesia. Sesungguhnya dunia anak-anak Indonesia juga sedang dalam masa darurat. Entah, siapa yang mampu menyelamatkannya.

Tetap semangat menjalani hidup di hari ini. Jangan lupa  minum air putih. (Dalam kebersamaan, Okky Rahardjo)
           

Selasa, 21 Juli 2020

Selamat Jalan Arifin, Casino Band


  
Arifin Casino,
foto dari FB Grup Tembang Djadul
          Semalam, 21 Juli 2020 sekitar pkl. 19.00, Arifin salah seorang personel Casino band menghembuskan nafas terakhirnya. Setelah sekian waktu berjuang melawan sakit yang tak kunjung sembuh, selasa malam itu dia harus menyerah dan berpulang ke pangkuan Sang Khalik. Kaum muda milenial tentu tidak mengenal Arifin, sang pembetot bass dari band legendaris Surabaya ini. Demikian juga Casino band, kaum milenial Surabaya tentu tidak terlalu banyak mengenal band yang didirikan pada tahun 1967 ini.

            Sebagaimana namanya, Casino merupakan band yang dihadirkan untuk menghibur orang-orang yang sedang menikmati hiburan malam di casino. Pada era 70an, di Surabaya bermunculan tempat hiburan malam yang menjamur di setiap sudut kota. Di antara tempat hiburan itu ada juga tempat untuk orang-orang berjudi yang disebut casino. Demi mengiringi orang-orang yang sudah bersenang-senang ini, ditampilkanlah sebuah home band yang kemudian dikenal dengan nama Casino band.

            Casino band selanjutnya hadir secara mandiri sebagai band pengiring artis-artis penyanyi baik yang berasal dari Surabaya maupun artis ibu kota yang sedang show di Kota Surabaya. Casino band beranggotakan Tony, Djuari, Arifin, Loloq dan Jusuf. Band ini sempat mengeluarkan beberapa album, salah satu yang dikenal ketika mengiringi Priyo Sigit penyanyi populer dari Surabaya yang tinggal di kawasan Gubeng.

            Sejarah karir musik Casino band memang tidak sepopuler The Gembells, De Hands atau Lemon Trees yang kesemuanya merupakan band yang tumbuh dan berkembang dari kota pahlawan. Namun jagad hiburan metropolis tentu tidak akan bisa melupakan begitu saja peran Casino Band dalam mengisi ruang dengar para penikmat hiburan. Sampai era milenium ini, Casino band masih sering kita temui di berbagai tempat hiburan yang ada di Kota Surabaya. Lihat saja hotel atau restoran, tidak lengkap bila tidak menghadirkan Casino sebagai band pengiring. Casino juga pernah menjadi home band untuk acara Lagu Rindu di TVRI Surabaya. Casino belakangan ini juga menjadi pengisi tetap di rumah makan Makan Time yang berlokasi di jl. Dinoyo. Casino bisa kita jumpai pada Rabu malam untuk memainkan lagu-lagu nostalgia.

            Casino band secara tidak langsung menjadi kawah candradimuka bagi penyanyi Surabaya sebelum penyanyi tersebut meraih popularitas di dunia hiburan atau saat akhirnya hijrah ke ibu kota. Bob Tutupoly, Indah Kurnia atau Priyo Sigit merupakan beberapa saja dari deretan nama lain yang pernah diiringi oleh Casino band hingga akhirnya meeka memiliki nama di dunia hiburan tanah air. Casino band juga dikenal sebagai band imitator Bee Gees yang paling mantab di Kota Surabaya. Keberadaan Casino band hampir setara dengan Flash Back band atau Audiensi band di ibu kota yang konsisten menjadi band pengiring.

            Namun bagaimana pun perjuangan seorang manusia, tentu akan ada titik akhirnya. Usia yang tidak lagi mudah. Kesehatan yang tidak lagi prima. Kondisi yang tidak selalu stabil, menggempur satu per satu personel Casino band. Salah satu puncaknya ketika semalam sebuah berita kami dengar, Arifin personel Casino band meninggalkan teman-teman yang disayanginya dan warga Surabaya yang dihiburnya. Setelah menderita sakit akibat penebaran virus Corona ditambah pembawaan sakit jantung, Arifin yang tinggal di kawasan Plampitan menghembuskan nafas terakhirnya.

Selamat jalan Cak Arifin, terima kasih sudah mengisi ruang dengar kami warga Metropolis dengan permainan musikmu yang tidak bisa kami lupakan begitu saja.

            Terima kasih sudah membaca tulisan sederhana ini. Tetap semangat menjalani hidup di hari ini. Jangan lupa minum air putih. (Dalam kebersamaan, Okky Rahardjo)


Casino band mengiringi Priyo Sigit



Minggu, 19 Juli 2020

Tahun Pelajaran Baru, Bagaimana Kabarnya


    
Gambar ilustrasi Google
        Hari ini memasuki minggu kedua tahun pelajaran baru, 2020-2021. Namun sebagaimana beberapa bulan sebelumnya, pembelajaran masih dilakukan secara online atau digunakan istilah daring (dalam jaringan). Bedanya, kali ini sekolah-sekolah sudah lebih siap. Wali murid sudah lebih bisa memahani. Murid-murid pun juga sudah mulai mampu menyesuaikan diri menghadapi pembelajaran yang dilakukan secara jarak jauh ini. Hal ini dikarenakan sekolah sudah mempelajari dari situasi dan kondisi yang sudah terjadi beberapa bulan sebelumnya.

            Saat ini insan pendidikan sudah mulai akrab dengan istilah zoom, google meet, office 365 atau google classroom. Sesuatu yang selama ini asing atau bisa jadi kita tahu aplikasinya, namun kita abaikan karena tidak terlalu memerlukannya. Akan tetapi pandemi ini menuntut semua kita melek teknologi dan sadar akan perubahan dalam segala situasi. Siapa yang tanggap, dia yang bisa bersaing dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Semua kita dituntut untuk serba cepat dan serba bisa menguasai teknologi. Mau atau tidak mau. Suka atau tidak suka.

            Pembelajaran daring bagaimana pun juga, menemukan keunggulan serta kelemahannya. Dari pihak orang tua, kebaikan pembelajaran daring ini menjadikan situasi anak menjadi mudah terkontrol. Apa yang dikonsumsi anak, makin mudah untuk ditertibkan. Anak tidak lagi mudah membeli jajanan secara sembarangan, karena tentu saja orang tua menyediakan konsumsi makanan yang sehat bagi anak-anaknya. Demikian juga dalam mengolah waktu istirahat, tentu anak bisa istirahat dengan maksimal ketika pembelajaran dilakukan di rumah. Hal ini tidak didapati ketika anak melakukan pembelajaran secara reguler, di mana setiap jam pelajaran harus diikuti dengan ketat dan waktu yang sudah diatur secara tepat.

            Namun tentu saja setiap hal baik akan ada kekurangannya. Yang pertama, tentu saja pengeluaran akan bertambah besar dari segi pulsa. Orang tua mau tidak mau mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli pulsa demi menambah kuota. Semua pengeluaran akan menjadi semakin besar bila pembelajaran dilakukan secara live streaming, yang mengharuskan siswa dan guru bertatap muka secara online. Selain itu tentu yang tidak ketinggalan, orang tua mau tidak mau menjadi guru bagi anak-anaknya. Hal yang selama ini diserahkan pada guru, mau tidak mau saat ini menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua mulai menyediakan waktu untuk mengajari anak, bukan sekedar mendampingi belajar loh, tapi mengajari.

Saat memasuki tahun ajaran baru ini yang susah ketika siswa harus mempelajari materi baru yang masih dasar. Bagaimana bisa maksimal mengajari anak kelas 1 SD membaca dan menulis bila pembelajaran dilakukan secara online. Bagaimana rumus phytagoras diajarkan dengan tepat bila tatap muka hanya terjadi melalui layar hp. Bagaimana mungkin mengajarkan rumus geometri yang begitu rumit secara jarak jauh, bila secara tatap muka langsung saja tidak langsung mudah dipahami. Bukankah sebagian besar saat ini menjadi tanggung jawab orang tua yang menjadi sosok guru bagi anaknya secara langsung. Semua kita masih kaget dan belum sepenuhnya siap dengan kondisi ini.


Bagi pihak sekolah, khususnya guru, pembelajaran daring bisa membuat guru ada kelonggaran dalam mempersiapkan materi pembelajaran. Guru tidak lagi terburu-buru memasuki jam pelajaran, karena materi sudah direkam sebelumnya dan masih ada waktu untuk mempersiapkan adminitrasi kelas. Namun di sisi lain, guru juga disibukkan dengan kegiatan setting aplikasi, menyusun pembelajaran melalui sarana online, merekam secara video ditambah lagi menghadapi penilaian tugas yang menumpuk yang biasanya dikumpulkan pada akhir minggu.

Formula apapun saat ini dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan setempat demi kelangsungan proses belajar. Namun bagaimana pun juga tentu lebih menyenangkan bila pembelajaran itu berlangsung ceria, kreatif dan penuh interaktif bila terjadi di dalam kelas seperti awal tahun pelajaran yang lalu. Ah, mudah-mudahan virus Corona ini segera menjauh dan pandemi ini cepat berlalu.

Tetap semangat menjalani hidup di hari ini. Jangan lupa  minum air putih. (Dalam kebersamaan, Okky Rahardjo)
           

Jumat, 05 Mei 2017

SELAMAT JALAN BARTJE VAN HOUTEN


Bartje Van Houten, seorang musisi senior sekaligus pentolan dari grup lawas D'lloyd pada hari Jumat, 5 Mei 2017 meninggalkan jagad hiburan untuk selamanya. Bartje sebenarnya merupakan satu-satunya personel awal D'lloyd yang masih tersisa. Adapun personel awal lain satu per satu sudah berpulang mendahului musisi asal Ambon ini.

D'lloyd formasi awal berdiri pada 1969 dengan anggota Bartje Van Houten, Andre Gultom, Chaerul, Sam, Budiman Pulungan dan Papang. Yang lebih dulu berpulang adalah Papang pemain bass pada tahun 1987. Sejak itu D'lloyd bongkar pasang personel akibat ditinggal personel. Sepertinya band yang memulai rekaman pada tahun 1972 ini mengikat kontrak mati dengan para personelnya. Betapa tidak, berbeda dengan grup lain yang personelnya berganti karena keluar atau selisih paham, D'lloyd mengganti personel karena meninggal dunia.

Bartje Van Houten termasuk 'musisi gampangan', artinya beliau luwes untuk bergaul dan berkolaborasi dengan siapa pun. Kalau anda pernah mengikuti perkembangan musik tahun '70an, pasti akan teringat dengan band De Meicy yang formasinya terdiri dari gabungan berbagai musisi. Termasuk diantaranya Bartje Van Houten, Nana Sumarna dan Is Haryanto. Bartje bahkan beberapa kali dijadikan narasumber untuk acara tentang profil Koes Plus. Beliau dengan ringan bisa menyebut keunggulan Tonny Koeswoyo tanpa ada rasa dengki. Padahal pada masanya, Tonny merupakan kompetitor dan keduanya pernah terlibat konflik seputar karya lagu masing-masing.

Bartje juga bukan musisi yang sombong dan arogan. Meskipun hanya dia personel awal yang tersisa di D'lloyd sekaligus sebagai pimpinan, tapi dia tidak mau menguasai honor manggung. Uang hasil manggung dibaginya rata tanpa memandang perbedaan peran masing-masing personel.

Adapun nama D'lloyd sendiri merupakan masukan dari Sudomo, mantan Pangkopkamtib dan menteri era Orde Baru. Memang band ini berasal dari perusahaan kapal Djakarta Lloyd, namun ke mana pun pentas nama itu masih tetap disebut lengkap. Hingga akhirnya Sudomo menyarankan supaya disingkat menjadi D'lloyd. Adapun sampai saat ini, Bartje masih dianggap sebagai karyawan sehingga masih menerima gaji dari perusahaan kapal yang sempat kolaps itu.

Sudomo pula yang menyelamatkan muka D'lloyd dari kehancuran, saat band ini tersandung masalah akibat penggunaan kata "penjara di Tangerang" pada lagu Hidup Di Bui. D'lloyd sempat diminta bubar oleh pihak yang merasa didiskreditkan oleh lagu itu. Namun Sudomo mampu menetralisir suasana sehingga band ini bisa tetap eksis. Konon sejak itu Bartje sering menyembunyikan identitas dirinya sebagai pencipta lagu dengan inisial NN.

Bartje pada era '80an lebih sering berada di balik layar untuk ikut terlibat mengorbitkan beberapa musisi baru. Nama Mayangsari merupakan salah satu nama yang sering dikaitkan dengan Bartje pada awal karier penyanyi kelahiran Purwokerto itu. Rano Karno juga termasuk penyanyi yang sempat merasakan tangan dingin musisi kelahiran Ambon itu. Pada saat mantan presiden SBY aktif membuat album, Bartje juga terlibat dalam penanganan musik serta menjadi juri festival musik di beberapa daerah.

Sepeninggal Bartje, tentu D'lloyd yang sudah diisi personel baru sudah makin sulit untuk aktif lagi di blantika musik tanah air. Selamat jalan Bartje Van Houten. Terima kasih sudah membaktikan dirimu di industri musik Indonesia. Sampaikan salam hangat kami, saat engkau reuni dengan mantan personel D'lloyd lain di alam sana.

Jayalah selalu musik Indonesia.
(Okky Rahardjo. 085645705091)

Jumat, 28 April 2017

KOES PLUS MASIH PRIMA


Why do you love me...So sweet and tenderly...” alunan suara penonton laksana koor massal yang mengiringi Yon Koeswoyo menyanyikan tembang pembuka pada penampilan Koes Plus. Memang Koes Plus tampil sebagai pengisi kedua pada puncak acara pelantikan pengurus PAS Jawa Timur yang diadakan pada Jumat, 28 April 2017. Namun sekalipun tampil sebagai pengisi kedua, kehadiran Koes Plus paling ditunggu pada acara yang diadakan di pelataran TVRI Jawa Timur itu.

            Malam itu acara yang didukung penuh oleh Wakil Gubernur, Gus Ipul berlangsung meriah dengan penampilan pembuka oleh Setia Band yang dipimpin oleh Charly Van Houten. Menjelang pkl. 20.30 giliran Koes Plus yang mengisi panggung yang berlokasi di jl. Mayjen Sungkono itu. Saat kru Koes Plus mulai menyiapkan peralatan musik, penonton yang sudah paham bahwa grup idolanya akan tampil itu mulai merangsek maju ke dekat panggung untuk menjadi saksi mata secara langsung penampilan grup legendaris ini.

            Yon Koeswoyo pun sudah mengambil posisi dengan memanggul gitar kesayangannya yang sudah mendampingi beberapa tahun dalam setiap show Koes Plus. Soni dan Seno yang sudah belasan tahun mendampingi Yon Koeswoyo juga sudah mengambil posisi masing-masing yang sudah dipahami berkali-kali. Demikian juga pada posisi keyboard yang ditempati oleh Wahyu B Flat, seakan dia sudah mampu beradaptasi bersama ketiga personel Koes Plus yang lain.

            Usai Why Do You Love Me didendangkan, penonton dibawa pada suasana gembira melalui lagu Pelangi yang memang tidak pernah ketinggalan untuk dibawakan dalam tiap show Koes Plus. Penonton pun tampak melahap habis tiap lagu yang disodorkan oleh Yon Koeswoyo sebagai penjaga nama Koes yang masih tersisa di grup ini. Andaikan Kau Datang, Buat Apa Susah hingga Muda Mudi tak luput dari sasaran penonton yang haus akan penampilan band legendaris yang jarang sekali tampil di Kota Pahlawan ini. Suasana makin meriah tatkala Gus Ipul, panggilan Saifullah Yusuf ikut tampil di atas panggung untuk bernyanyi bersama Budi Sulistyono, Bupati Ngawi dengan diiringi oleh Koes Plus. Penampilan kedua pejabat Jawa Timur ini menyanyikan lagu Kembali yang diawali cerita oleh Gus Ipul bahwa Bupati Ngawi tersebut yang mengusulkan supaya mendatangkan Koes Plus dalam pelantikan Paguyuban Seniman Jawa Timur (PaS Jatim) tersebut.

            Malam itu memang malam berkumpulnya para penggiat seni di Jawa Timur. Bahkan rencananya, pelawak legendaris Bambang Gentolet akan memandu acara bersama Hunter Parabola, pelawak asal Surabaya yang juga merangkap anggota Marinir. Namun sayang sekali Tuhan berkehendak lain, pada Kamis malam 26 April 2017, Bambang Gentolet meninggalkan penggemarnya untuk selama-lamanya.

            Penampilan Koes Plus malam itu seakan menjadi pelepas dahaga setelah sekitar satu tahun grup yang berjaya pada era 70an ini tidak menghibur warga Surabaya dan sekitarnya. Oleh karena itu malam itu seakan menjadi ajang reuni berkumpulnya para penggemar Koes Plus yang berdomisili di Surabaya dan sekitarnya. Tampak hadir malam itu Hery Purwanto seorang penggemar Koes Plus yang berprofesi sebagai kameramen. Ada juga Sam Sugeng beserta istri, Sulaeman beserta istri, Didiek jauhari beserta istri. Terlihat pula Irwan Herdiyanto yang bekerja di sebuah media besar terbitan Surabaya, rela cuti demi menyaksikan grup kesayangannya ini. Tak ketinggalan juga Linda Harlinda yang setia mendampingi selama Koes Plus berada di Surabaya. Penggemar Koes Plus yang lain tak ketinggalan juga terlihat yaitu Heru dari Porong, Andri dari Karang menjangan Surabaya hingga Heri Jinuss band semua larut dalam kegembiraan menyaksikan penampilan Koes Plus malam itu.

            Koes Plus secara keseluruhan membawakan sembilan lagu yaitu Why Do You Love Me, Pelangi, Andaikan Kau Datang, Kembali, Kolam Susu, Muda Mudi, Buat Apa Susah, Bujangan dan Kapan-Kapan. Yon Koeswoyo malam itu masih terlihat prima walaupun kondisi fisik tak dapat dipungkiri sudah mengurangi kelincahan beliau untuk bergaya di atas panggung. Bahkan dari informasi terbatas yang beredar, penampilan Koes Plus yang seharusnya pada puncak acara sebagai penutup harus ditukar demi menjaga kondisi kesehatan Yon Koeswoyo supaya tidak tampil di tempat terbuka terlalu malam.

Usai Koes Plus menunaikan tugasnya, panggung diisi oleh penampilan Johan Untung dkk. Johan Untung sang impersonator lagu-lagu barat tampil dengan suara khasnya menghibur penonton yang masih tersisa hingga akhir acara. Memang harus diakui, usai Koes Plus tampil mau tidak mau berpengaruh juga pada kuantitas penonton yang makin berkurang untuk bertahan menyaksikan penampilan berikutnya.


Demikian yang dapat kami sampaikan dari penampilan Koes Plus di Kota Surabaya pada Jumat malam di bawah naungan langit cerah dan senyum bahagia para pejabat yang hadir di halaman depan televisi milik pemerintah itu. Mohon maaf atas setiap rangkaian kata dan kalimat yang kurang berkenan. Jayalah selalu musik Indonesia...!!!

Jumat, 07 April 2017

KISAH BUNG KARNO DAN SEBILAH KERIS


Bung Karno sangat mencintai tanaman-tanaman dan membuat taman-taman Istana  (Jakarta, Bogor, Cipanas, Tampak Siring) seindah mungkin namun tetap serasi dengan lingkungannya. Rumput-rumput harus tetap hijau segar sedap dipandang. Setiap berada di Istana mana pun juga ia selalu menyempatkan diri mengelilingi taman sambil memberi instruksi-instruksi kepada Pak Kebun atau Kepala Rumah Tangga Istana.

Dalam tahun 1962 terjadi kemarau panjang di Indonesia. Berbulan-bulan lamanya tak setetes pun hujan turun ke bumi. Kekeringan melanda seluruh wilayah. Begitu pula taman di Istana. Pak Kebun memang berusaha menyiramnya, namun banyaknya air yang ia tuangkan itu rupanya tetap tidak mencukupi, rumput tetap menguning dan mengering.

Pada suatu sore Bung Karno duduk di beranda belakang Istana Merdeka, tempat kesayangannya untuk bersantai sambil minum teh. Saat itu turut menemani yaitu ajudan Bambang Widjanarko. Tidak lama kemudian datang Bapak Harjo, Kepala Rumah Tangga seluruh Istana, dengan disertai seorang laki-laki berpakaian Jawa lengkap. Setelah menghormat dan menyalami Bung Karno secukupnya Pak Harjo berkata, “Pak, inilah Bapak Pringgo yang pernah saya laporkan, datang menghadap Bapak sekaligus membawa keris pusakanya untuk dipersembahkan pada Bapak”.

Bung Karno lalu mengangguk dan mengalihkan pandangannya pada tamu itu. Pak Pringgo mengeluarkan sebuah keris dari sebuah bungkusan dan menceritakan pada Bung Karno bahwa keris itu telah ratusan tahun umurnya, berasal dari zaman Majapahit, luk lima, dan sangat bertuah, hampir semua keinginan pemiliknya dapat terpenuhi; dan ia ingin mempersembahkan keris yang dipujanya itu kepada Bung Karno.

Bung Karno menerima keris yang masih dalam kerangkanya dan berkata, “Terima kasih, Pak Pringgo. Sekarang apakah yang dapat saya berikan sebagai tanda terima kasih saya ?”.

Pak Pringgo mengatakan bahwa telah lama ia ingin mempunyai sebuah mobil, karena itu bila Bung Karno berkenan, ia mohon sebuah mobil.

Mendengar ucapan itu Bung Karno tersenyum lalu berkata, “Ah itu soal gampang. Bahkan kalau keinginan saya detik ini dapat terpenuhi, dengan senang hati saya akan memberi dua mobil”.

Dengan gembira Pak Pringgo bertanya, “Bapak ingin apa ?”.

Sambil menyerahkan kembali keris tadi pada tamunya, Bung Karno berkata, “Coba cabutlah keris itu dan mohon hujan turun sederas-derasnya agar rumput di tamanku ini menjadi segar dan hijau kembali”.

Mendengar kata-kata itu Pak Pringgo menjadi pucat, seketika menunduk dan diam.

Melihat hal demikian Bung Karno tetap berkata ramah, “Baiklah, Pak Pringgo, kalau tak bisa sekarang bawalah keris itu terlebih dahulu dan tetaplah mohon agar hujan turun. Kalau nanti malam atau besok pagi hujan benar-benar turun, akan saya penuhi janji saya memberi dua buah mobil untuk Bapak”. Pak Pringgo dengan diiringi Pak Harjo segera pamit dan mengundurkan diri.

Ternyata hujan tetap tidak turun selama beberapa bulan kemudian.


**Dikutip dari buku “Sewindu Dekat Bung Karno” tulisan Bambang Widjanarko.