Kamis, 29 Juli 2010

Reportase Gema Jiwa Nusantara bersama Yok Koeswoyo


Jumat, 23 Juli 2010 merupakan suatu hari yang bersejarah bagi penggemar Koes Plus di Malang Raya. Hal ini terjadi karena di hari itu, sang legenda yaitu Yok Koeswoyo untuk pertama kalinya hadir di kota dingin itu guna menyampaikan pesan yang terangkum dalam Gema Jiwa Nusantara. Malam itu Yok Koeswoyo hadir dalamrangkaian keliling 3 kota yaitu Solo, Tuban dan diakhiri di Tuban. Bertempat di Cafe Cinemax Center yang berlokasi di Kelurahan Buring, acara Gema Jiwa Nusantara diikuti oleh berbagai korwil JN yang ada di Malang Raya. Bahkan bukan hanya untuk daerah Malang dan sekitarnya, saat itu JN Surabaya juga hadir sebagai rekan seperjuangan dalam menggemakan Jiwa Nusantara di Jawa Timur.

Yok Koeswoyo mulai memasuki ruangan acara pada pkl. 20.00 WIB yang secara kebetulan bersamaan dengan tampilnya Cool Plus pimpinan Wasis Susilo, memainkan Laguku Sendiri. Saat itu dengan didampingi Koestono, ketua panitia yang juga mantan pengawal Koes Bersaudara era 1960an, Yok Koeswoyo yang masih terlihat gagah dan berkharisma menuju barisan depan undangan acara Gema Jiwa Nusantara. Turut pula mendampingi beliau di kursi jajaran depan itu antara lain Cecep Rosadi dan Ais Soehana, yang mendampingi sejak di Solo.

Acara yang dipandu oleh Wulan, penyiar radio Kencana Malang, menjadi begitu khidmat dengan hadirnya sang legenda ini. Memang acara sudah dimulai sejak pkl. 16.00 dengan menampilkan beberapa band sebagai pembuka, namun menjadi begitu terasa sakral ketika Yok Koeswoyo memasuki lokasi acara. Sebagai pembuka, hadirin diajak untuk berdiri menyanyikan Indonesia Raya. Selanjutnya Koestono mengajak Yok Koeswoyo untuk maju memimpin mars Jiwa Nusantara dengan didampingi oleh beberapa pengurus JN Malang Raya dan JN Surabaya.

Selanjutnya beberapa band diberi kesempatan untuk tampil di hadapan Yok Koeswoyo. N Joy Band mendapatkan kesempatan pertama dengan aransemen musik yang baru dan dilanjutkan oleh G Plus yang menampilkan beberapa lagu ciptaan Yok Koeswoyo. G Plus tampil dengan mantap melagukan beberapa lagu Koes Plus yang disertai pesan moral bahwa semua yang hadir ini "senafas seirama" sebagai penggemar Koes Plus yang mengedepankan persatuan. The Bottles dari Surabaya sempat menarik perhatian penonton dengan menampilkan lagu-lagu yang komunikatif. Nuswantoro sebagai lagu pembuka sempat menarik perhatian Yok Koeswoyo dan pengunjung yang hadir malam itu, terutama pada bagian suluk dalang yang dilantunkan oleh Teguh, sang vokalis.

Panggung selanjutnya diisi oleh Wasis Susilo selaku pembina JN Pusat yang menyampaikan visi dan misi Jiwa Nusantara, termasuk ide terbentuknya JN Malang Raya ini. Tak disangka Yok Koeswoyo juga bersedia naik ke panggung untuk meneguhkan apa yang disampaikan oleh Wasis Susilo tentang Jiwa Nusantara. Pada sesi berikutnya, Yok Koeswoyo didaulat untuk mengukuhkan kepengurusan JN Malang Raya yang dikoordinasi oleh Koestono. Pada kesempatan ini Yok Koeswoyo juga bersedia mengukuhkan eksistensi JN Surabaya dengan menyampaikan sebuah pesan tertulis " Kubur Masa Lalu Untuk Mempertanggung Jawabkan Masa Depan ". Hal ini merupakan suatu kebanggan dan kehormatan tersendiri, baik bagi JN Malang raya maupun JN Surabaya.

Cecep Rosadi selaku ketua JN Pusat pada kesempatan itu juga berkenan menyampaikan dokumentasi Koes Plus kepada Lembaga Dokumentasi Musik Indonesia "Galeri Malang Bernyanyi" yang diterima oleh Hengky mewakili KPMI.

Selanjutnya Cool Plus kembali tampil dengan lagu-lagu yang " segar" dan membangkitkan aplaus pengunjung. Bahkan secara mengejutkan pada lagu Jemu yang dibawakan versi original, Yok Koeswoyo ikut maju dan menyanyikan lagu itu dengan begitu energik. Jinuss Band dari Surabaya tampil sebagai penutup acara dengan menampilkan lagu-lagu Koes Plus yang sebagian besar dinyanyikan oleh Yok Koeswoyo. Jinuss pada sesi ini mencoba menarik simpati Yok Koeswoyo melalui lagu Kolam Susu. Benar saja, pada lagu ini Yok Koeswoyo terasa gembira dan mendaulat penonton untuk sama-sama menyanyikan lagu ini. Sebagai acara terakhir adalah foto bersama secara bergiliran antara Yok Koeswoyon dengan masing-masing band yang tampil dan para korwil JN Malang Raya juga kontingen JN Surabaya. Secara keseluruhan acara berlangsung dengan sukses. Yok Koeswoyo walaupun tak bisa menyembunyikan "wajah lelah" beliau, namun terasa sangat puas dapat menjumpai penggemarnya di kota Malang ini.

Lagu-lagu yang ditampilkan yaitu : N Joy Band ( Manis Dan Sayang, Bujangan, Ojo Nelongso, Jemu ), G Plus ( Pulau Kelapa, Nelayan, Untukmu, Cinta Mulia ), The Bottles ( Nuswantoro, Ya Fatimah, Why Do You Love Me ), Cool Plus ( Bis Sekolah, Pilih Satu, Jemu feat Yok K. ) dan Jinuss ( Da Silva, Kolam Susu, Kau Datang lagi dan Nusantara V ).

Semua yang hadir baik dari Malang maupun Surabaya juga terasa puas dan bangga bisa bertemu dengan idola yang lama dirindukan ini. Kami dari JN Surabaya pun juga menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya atas suksesnya penyelenggaraan Gema Jiwa Nusantara ini. Terima kasih atas kerja sama yang terbina dengan rekan-rekan JN Malang Raya semoga makin mempererat persaudaraan sesama penggemar Koes Plus ini. Merdeka....!!!!



Keterangan gambar :

1. Yok Koeswoyo dalam pengukuhan pengurus JN Malang Raya dan JN Surabaya.
2. Cecep Rosadi, ketua JN Pusat menyerahkan dokumetasi Koes Plus pada Hengky, mewakili KPMI dan Galeri Malang Bernyanyi.
3. Yok Koeswoyo menyanyikan Jemu diiringi Cool Plus.
4. cecep Rosadi pose bersama pengurus JN Surabaya.

5. The Bottles, band pelestari dari Surabaya.

6. Jinuss, band pelestari dari Surabaya menutup rangkaian acara.


























Minggu, 11 Juli 2010

Nostalgia Film Ambisi

       Pada bulan November tahun 1973, di Taman Ismail Marzuki ( TIM ) Jakarta diadakan pertunjukan musik yang mengundang musisi terkenal, pertunjukan yang digelar secara gratis malam itu rupanya digunakan untuk keperluan syuting film. Hadir beberapa artis populer, mereka adalah Bing Slamet, Anna Mathovani, Koes Plus, dan God Bless. 
 Sebagian besar dari antara kita tentu sudah paham bahwa film yang dimaksud adalah Ambisi yang menempatkan Koes Plus sebagai cameo dalam film itu. Ada tiga grup band sebenarnya yang menghiasi film ini, yaitu Koes Plus, God Bless dan Bimbo. Namun dalam keperluan syuting di panggung, Bimbo tidak dilibatkan. Panggung yang memiliki judul “ Safari Show 1973 “ itu memang dimaksudkan untuk mencari penonton guna menambah maraknya jalan cerita yang dibuat. Anna Mathovani membawakan dua lagu sebagai pembuka malam itu yaitu Mimpi Sedih dan Di Keheningan Malam. Namun yang dimasukkan dalam film adalah adegan ketika dia menyanyikan lagu Di Keheningan Malam, sebagaimana yang kita saksikan di dalam film yang sudah jadi.
 Koes Plus mendapatkan giliran kedua sebagai pengisi panggung. Malam itu Koes Plus tampil selama dua sesi yang diselingi penampilan God Bless sebagai penampil berikutnya. Koes Plus pada sesi pertama tampil dengan membawakan lagu-lagu yang saat itu masih terbilang baru, yaitu Desember, Kolam Susu, Pelangi, dan Nusantara II. Selanjutnya panggung diisi oleh Achmad Albar dkk yang diantaranya membawakan lagu berbahasa Inggris yaitu Free Rider. Adegan menyanyikan lagu ini dapat juga kita simak dalam film yang sudah jadi. 
 Sesi kedua, Koes Plus membawakan empat lagu juga yaitu Nusantara, Semanis Rayuanmu, Diana dan Buat Apa Susah. Malam itu Koes Plus muncul dalam kondisi mental yang cukup. Sehingga setiap lagu dibawakan secara sempurna, aransemen maupun syair lagu yang sederhana menjadi kelebihan tersendiri. penonton mudah sekali mengingat lagu-lagu mereka. Namun sayang acara malam itu menjadi kurang begitu sempurna karena hujan turun dengan deras dan sound system panggung yang tidak begitu bagus. Sebagai penutup, Bing Slamet sempat menyanyikan sebuah lagu yaitu Es Lilin dengan iringan The Prims. Acara berakhir pada pkl. 22.00 WIB dengan hujan yang tak kunjung reda.
 Penampilan Koes Plus dan God Bless pada Safari Show 1973 itu ternyata memang sengaja diperlukan untuk menarik penonton saja. Hal ini dikarenakan kedua grup ini memiliki penggemar yang tidak sedikit. Tonny Koeswoyo sendiri sebagai pemimpin grup sempat protes karena merasa tidak dikonfirmasi lebih dulu bila keberadaan Koes Plus hanya sebagai penarik pengunjung. Tapi karena sudah terikat kontrak, mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Pada akhirnya Tonny Koeswoyo sempat meminta maaf pada produser film itu. 
Penampilan Koes Plus di panggung itu sendiri pada akhirnya tidak pernah kita saksikan di film Ambisi yang disutradarai Nya’ Abbas Acup itu. Kita dapat menyaksikan koes Plus hanya ketika beraksi seperti membuat klip pada lagu Bis Sekolah dan Di Dalam Bui. Keberadaan aksi panggung Koes Plus dalam film itu seakan menjadi dokumentasi yang tidak akan jelas kapan dibuka dan dapat dilihat. Sebuah misteri yang tak tahu kapan bisa terkuak jawabannya.
Film ini mengedarkan juga sebuah album bernama Ambisi Soundtrack. Album ini berisi lagu-lagu yang ditampilkan oleh para musisi yang berakting sebagaimana yang tampak dalam film itu. God Bless ( Free Rider, Bunga Mawar ), Anna Mathovani ( Di Keheningan Malam ), Koes Plus ( Di Dalam Bui, Bis Sekolah ), Deddy Damhudi ( Seraut Wajah ), Bing Slamet dan Benyamin S ( Ambisi ), Benyamin S ( Bangun Pagi, Sayur Mayur ) dan Bimbo ( Cemara, Dengan Puisi Aku ).
Kaset album ini saat ini sudah menjadi barang yang sangat langka bahkan lebih langka dibandingkan fim aslinya. Dulu ketika film ini akan diputar, berbagai promo di jalanan pun dilakukan untuk menarik minat penonton. Mobil dengan “halo-halo” atau pengeras suara memberitahukan bahwa akan diputar film baru yang berisi musisi-musisi terkenal. Promo itu dilakukan sambil membagikan selebaran berisi gambar-gambar pengisi fim ini.
Demikian sekilas mengenang partisipasi Koes Plus dalam pembuatan film Ambisi. Bila ada kata dan kalimat yang kurang berkenan, kami mohon maaf. Terima kasih atas perhatiannya. Merdeka….!!!!

Okky T. Rahardjo ( Ketua JN Surabaya, 085645705091 )





Kamis, 08 Juli 2010

Sekilas Berjumpa Dengan Nomo Koeswoyo

   Setelah hari Senin saya berkunjung ke Solo untuk berjumpa dengan Edy Kuncoro, kolektor dan pengurus senior KPFS Solo, hari Selasa saya meluncur ke Yogyakarta dengan menggunakan Kereta Prameks ( Prambanan Ekspress ). Kali ini saya melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta yang biasanya disebut sebagai Kota Gudeg atau Kota Pelajar, namun sekitar tiga tahun belakangan ini juga dikenal sebagai Kota Koes Plus. Setiba di Yogyakarta, dengan menggunakan becak saya berangkat menuju posko JKPC yang terletak di jl. Ibu Ruswo 25. sekeliling kanan kiri kota Yogya, banyak spanduk dan banner yang bertuliskan ucapan selamat atas terselenggaranya Muktamar Yogyakarta, terpasang di halaman depan toko-toko.
     Setiba di Posko, saya disambut oleh mas Wowo Nugroho, pengurus JKPC. Setelah beristirahat sejenak, tidak lama hadir mas Noor Wahyu dan mas Paul, personel Cut Bray band. Sore itu kami berangkat menuju Magelang, berkunjung ke kediaman Nomo Koeswoyo, personel Koes Bersaudara. setelah sekitar 1,5 jam perjalanan sampailah kami di rumah beliau yang terletak di jl. Raya Soekarno-Hatta, dekat terminal bis Magelang. Selama beberapa lama kami berbincang dengan penuh keakraban.
 Berikut ini merupakan gambaran komunikasi saya bersama dengan beliau. 
     Nomo Koeswoyo adalah seorang personel Koes Bersaudara yang memiliki perangai sedikit berbeda dari personel yang lain. Keras dan bahkan cenderung kasar. Gaya bicaranya meledak-ledak dan penuh ambisi, bila diibaratkan dalam bahasa sekarang, beliau ini seperti preman. Namun sisi lain diakui oleh beliau bahwa hatinya itu lebih lembut dari pada sutera. Sifatnya yang keras itu merupakan sisi lain dari dirinya supaya tidak mudah diremehkan dan direndahkan oleh orang lain. Tidak ada satu pun yang bisa membendung kalau dia sudah punya keinginan. Seorang yang “bloko suto” atau blak-blakan, terbuka pada siapa saja dan dalam kondisi apa pun tidak mudah mutung atau menyerah. 
    Dalam mengisi hari tuanya, Nomo tidak memanjakan diri untuk beristirahat sebagaimana umumnya orang-orang yang seusia dengan dia. Pada usia yang semakin senja itu Nomo makin menikmati hidupnya dengan melakukan banyak aktivitas yang menyibukkan dirinya. Ada dua hal yang bisa dilukiskan sebagai gambaran aktivitas beliau saat ini. Berkarya dan bekerja, itu adalah yang beliau lakukan di saat ini dalam mengisi aktivitas hidupnya yang penuh dengan warna.
     Karya lagu selalu beliau hasilkan di sela-sela waktu luang di rumahnya yang luas dan asri itu. Beberapa lagu baru siap diluncurkan dalam waktu dekat ini dalam bentuk dua album format audio cd. Dua album tersebut terdiri atas lagu berbahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Saat mengunjungi beliau, penulis mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan hasil karya beliau yang terbaru. Namun karena belum beredar tentu saja tidak boleh untuk “disadap”. Lagu yang beliau ciptakan dalam bahasa Indonesia antara lain : Tegur Sapa, Jas Merah, Cinta Tanah Air dan Nusantaraku. Untuk lagu Nusantaraku sebagian besar penggemar Koes Bersaudara dan Koes Plus di Yogyakarta sudah tidak asing lagi karena sering dibawakan oleh Pro Plus, band pelestari yang sering membawakan lagu-lagu No Koes dan beberapa kali mengiringi beliau ketika tampil bernyanyi.
    Lagu-lagu berbahasa Jawa yang beliau nyanyikan antara lain Kembang Bakung, Sego Kucing, Katresnanku dan Udan Grimis-Grimis. Sebagian besar lagu beliau ciptakan sendiri, namun ada juga lagu karya Gusmanto dan ada juga lagu karya mereka berdua. Gusmanto adalah mantan personel Dedelan Grup, band yang pernah menghasilkan rekaman sebanyak 4 ( empat ) album pada sekitar tahun 1976. Album-album Dedelan juga merupakan hasil orbitan beliau. Semua album ini terdapat side B musisi lain. Diantaranya terdapat di albumnya Nobo, Kembar Grup ( Dina ), dan No Koes ( Kampret ). Salah satu lagu yang populer yaitu lagu berbahasa Jawa yang berjudul Aduh Dewi. Lagu tersebut terasa manis sekali harmonisasinya. 
Nomo Koeswoyo dalam kesehariannya banyak dibantu oleh Gusmanto atau yang biasa dipanggil Manto. Mereka berdua mengerjakan lagu-lagu dengan menggunakan keyboard produksi Yamaha secara elektone. Tidak hanya lagu-lagu baru, mereka juga mengaransemen ulang lagu-lagu lama karya Nomo Koeswoyo antara lain : Mpek Emplek Ketepu ( Semprul ), Rebut Cukup, Laki-Laki, Rindu dan Layar Tancap. Selain itu lagu-lagu Koes Bersaudara dan Koes Plus juga dikerjakan oleh Manto dengan keahliannya memainkan keyboard.
    Selain menghasilkan karya, Nomo juga tetap bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Penghasilan yang dimaksud bukan sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidup, namun untuk membiayai pembuatan karya yang beliau hasilkan. Hal ini beliau lakukan dengan baik sehingga tidak ada maksud untuk menggantungkan hidup dari hasil penjualan album cd. Beberapa usaha beliau lakukan termasuk penjualan ruko di Magelang. Menempati rumah yang terletak di jalan strategis kota Magelang, dekat terminal dan karoseri mobil terkenal “ Armada”, banyak orang yang sudah mengenal dan siap menunjukkan lokasi kediaman beliau. Terdapat tanah dengan luas berhektar-hektar yang menjadi aset beliau saat ini, hari tua terasa nyaman dan menyenangkan. 
    Dalam kesempatan bincang berdua itu, Nomo sempat membagikan beberapa kisah pengalaman hidup yang seakan menjadi lembaran yang bisa dijadikan teladan oleh generasi berikutnya. Beliau berkisah bahwa dari antara saudara-saudara yang lain hanya beliau ini yang sempat merantau ke beberapoa kota untuk mencari kerja. Hal itu dilakoni mulai dari Surabaya sampai ke Belawan. Pekerjaan kasar pun dilakukan demi mencari kehidupan yang lebih baik, diantaranya sebagai tukang sapu, bersih-bersih rumah juragan genteng di Surabaya sampai buruh kasar di luar pulau. Tapi hal itu justru memompa kuat semangat beliau untuk menjadi seorang yang berkepribadian tangguh hingga saat ini. Bahkan beliau berkata dia adalah satu-satunya anak Koeswoyo yang pernah dipukul sampai pingsan oleh ayahnya. 
Mengenai karir musik, Nomo menyatakan bahwa hanya beliau yang mau dan berani menampung orang-orang berbakat tapi terpinggirkan di masa itu. Beliau adalah orang di balik suksesnya Usman Bersaudara, Kembar Grup, Franki Sahilatua, Enny Haryono dan Oma Irama ( yang populer dengan lagu Begadang ). Saat itu beliau berani berkata bahwa tidak ada produser rekaman yang berani menolak tawaran beliau. Tapi hari ini kita bisa melihat bahwa artis-artis yang beliau orbitkan pernah begitu tenar dan populer paling tidak pada masa itu.
     Sedikit kisah tentang peran beliau di Koes Bersaudara yang tidak bisa dianggap remeh. Walaupun berpendirian keras, namun beliau sangat ingin sekali bisa bersatu dengan saudara-saudara yang lain. Selain memang sebenarnya beliau ini punya hati yang sangat mau membantu keluarga sendiri. Bahkan mungkin lebih dari apa yang orang lain pikirkan tentang beliau. Lagu Kembali yang populer pada 1977, diakui merupakan karya beliau. Namun ketika di dalam sampul album tertulis karya Tonny Koeswoyo, Nomo tidak mempermasalahkan. Toh yang ditulis juga nama saudaranya sendiri. Ketika Tonny Koeswoyo sedang menderita sakit parah, Nomo juga yang bersedia membiayai pengobatan beliau. Bahkan bila perlu sampai ke Singapura. Hal ini dimaksudkan karena ketika di bandara Changi, Nomo bertemu dengan musisi Idris Sardi yang juga menderita sakit yang serupa dengan yang diderita Tonny Koeswoyo. Idris Sardi, pemain biola itu bisa sembuh ketika berobat di Singapura. Tapi Tonny Koeswoyo menolak tawaran beliau. Sampai akhirnya dirawat di RS Setia Mitra, Jakarta itu juga atas bantuan Nomo Koeswoyo, adik yang dikasihi oleh Tonny. 
     Nomo Koeswoyo memang tidak suka dengan sifat keras Tonny. Bahkan begitu kesal ketika diberi pilihan yang membuat beliau harus meninggalkan Koes Bersaudara. Setiap malam Koes Bersaudara memang manggung di banyak tempat hiburan, tapi kondisi Nomo yang sudah berkeluarga tidak memungkinkan harus menggantungkan hidup dari bermusik. Saat itu Tonny Koeswoyo masih belum menikah, sehingga masih belum banyak tanggungan hidup. Nomo suatu kali berkata pada Tonny untuk bisa mengatur jadwal latihan musik dengan pas, maksudnya supaya beliau bisa mengikuti dengan baik. Tidak seperti saat itu yang latihannya seperti tidak mengenal waktu, mulai pagi sampai seharian penuh. Tapi ketika akhirnya Tonny harus menawarkan dengan pilihan sulit, Nomo jadi tidak punya kata lain. Nomo jengkel ketika Tonny dengan menghadap tembok berkata “ pilih, kerja apa musik ? “. Kejengkelan itu dibalas dengan menjawab sambil menghadap tembok pula “ Kerja…!!! “. Akhirnya beliau harus keluar dari Koes Bersaudara dengan perasaan yang sedih. Tonny Koeswoyo dianggapnya seorang yang keras, berkepala batu dan bahkan seperti Hitler. Walaupun begitu, tidak ada perasaan benci pada Tonny Koeswoyo. Karena beliau merasa bahwa yang membesarkan beliau hingga menjadi dikenal banyak orang ya Tonny Koeswoyo ini.
    Nomo Koeswoyo yang kontroversi namun sampai saat ini masih peduli pada keluarga dan bangsa. Kepedulian pada keluarga diwujudkan dengan kerinduan membentuk Koeswoyo Center di rumahnya. Peduli pada bangsa dilakukan dengan membuat karya yang bersifat kritik sosial yang beliau sebut dengan memberi pencerahan. Gaya bicara yang meledak, emosional dan kadang mengumpat sambil memukul pelan perut lawan bicara. Tapi itu adalah tanda khas keakraban dari seorang Nomo. 
    Demikian yang dapat saya sampaikan dari hasil perjumpaan dengan Nomo Koeswoyo, personel Koes Bersaudara, seorang legenda hidup yang menyepi di Magelang, Jawa Tengah. Bila ada kata dan kalimat yang kurang berkenan, saya mohon maaf. Terima kasih. Merdeka…!!!


Keterngan gambar :

1. Nomo K. Saat bernyanyi di TVRI Yogyakarta

2. Nomo K. saat foto dengan penggemar asal Surabaya

3. Nomo K. didampingi Noor Wahyu, penggemar asal Yogyakarta

4. Teks lagu Tegur Sapa karya terbaru Nomo K.

5. Keyboard milik Nomo K.




Jumat, 02 Juli 2010

Uniknya Nama Koeswoyo Bersaudara

      Saat ini kita memasuki bulan Juli, bulan ketujuh dalam hitungan Masehi. Pada bulan ini kita akan memperingati hari lahir Koes Bersaudara. Jarang sekali diperingati, karena selama ini kita hanya mengenal ulang tahun Koes Plus. Bahkan beberapa tahun yang lalu, sempat beredar album memperingati ulang tahun Koes Plus. Saat ini kami akan mencoba sedikit mengungkap suatu hal yang unik di balik nama-nama populer personel Koes Bersaudara.

      Sebagaimana telah kita ketahui bersama, personel Koes Bersaudara yaitu Tonny Koeswoyo, Nomo Koeswoyo, Yon Koeswoyo dan Yok Koeswoyo. Bisa juga ditambahkan dengan John Koeswoyo. Nama asli mereka pun sebagian dari kita sudah paham, yaitu Koesdjono ( John K. ), Koestono ( Tonny K. ), Koesnomo ( Nomo K. ), Koesyono ( Yon K.) dan Koesroyo ( Yok K. ). Dengan sedikit pemahaman, lalu kita menyimpulkan bahwa itu hanya nama populer. Karena kelima bersaudara ini terjun ke dunia artis musik maka mereka mengganti nama supaya lebih mudah dikenal. Boleh saja ada anggapan seperti itu, namun ternyata ada kisah nyata yang unik di balik nama-nama yang saat ini sudah populer di telinga kita itu.

      Dalam suatu perbincangan, John Koeswoyo menuturkan bahwa dulu banyak teman-teman masa kecil mereka yang keliru menyebut nama. Seperti biasa anak kecil yang mengunjungi rumah teman, banyak diantara teman-teman mereka kala itu memanggil dengan sebutan yang diambil dari nama depan. Sebagai contoh, Koestono. Karena nama depannya adalah Koes, maka ketika teman-temannya datang mereka berteriak memanggil dengan sebutan “ Koes…Koes…Koes…”. Namun karena kelima anak laki-laki ini semua memiliki nama depan Koes, maka yang keluar ya mereka berlima. John sebagai kakak tertua sempat menegur anak-anak yang memanggil itu “ Yang kamu cari Koes siapa…karena di sini semua ya pakai nama Koes…”. Berkali-kali seperti itu, lama-lama ya capek juga. Akhirnya mereka berlima berunding bersama untuk “memecahkan masalah “ ini. 

       Pandangan negara-negara barat menjadi acuan mereka. Mereka melihat di barat ada klan Muller, yang dipakai pada beberapa nama bersaudara. Misalkan saja ada Hans Muller, Gerald Muller, atau George Muller. Semuanya memakai nama keluarga Muller namun berbeda orangnya. Muller dijadikan nama keluarga yang terletak di belakang nama panggilan mereka. Akhirnya kelima pria ini sepakat menjadikan nama ayah mereka yaitu Koeswoyo, sebagai nama keluarga. Singkat cerita, sambil memilih nama depan yang pas untuk masing-masing jadilah John Koeswoyo, Tonny Koeswoyo, Nomo Koeswoyo, Yon Koeswoyo dan Yok Koeswoyo sebagai nama panggilan baru mereka. Simple saja, Tonny Koeswoyo artinya Tonny anak keluarga Koeswoyo.

      Dengan nama baru tersebut, tidak ada lagi teman mereka yang harus kebingungan membedakan kelima Koes ini. Unik, menggelikan namun bermakna dan familiar bagi kita saat ini. 
     Itulah sedikit yang bisa kami bagikan seputar nama populer personel Koes Bersaudara ini. Ada banyak nama berawal Koes di pulau Jawa ini, namun ketika dihubungkan dengan Koes Bersaudara tentu tidak ada nama lain selain Koeswoyo bersaudara ini.

    Demikian yang bisa kami sampaikan. Mohon maaf bila ada rangkaian kata dan kalimat yang kurang berkenan. Salam Jiwa Nusantara…!!!!

( Okky T. Rahardjo – Ketua JN Surabaya, 085645705091 )