Jumat, 03 Agustus 2012

Kesan Bersama Nomo Koeswoyo




Sebuah kesempatan istimewa bagi kami, sekelompok kecil penggemar Koes Bersaudara & Koes Plus yang berdomisili di Surabaya, pada hari Sabtu - Minggu, 14 - 15 Juli 2012 lalu dapat berkunjung ke kediaman seorang legenda musik Indonesia, Nomo koeswoyo. Setelah memulai perjalanan sekitar pkl. 12.00 Wib, menyewa sebuah mobil dengan cara urunan, kami menuju kediaman beliau sesuai janji yang telah disepakati.

Kontingen kami diawali dengan personel Siswanto, Koesyanto, Sugeng Santoso, Okky Rahardjo dan seorang sopir berangkat dari Pondok Benowo Indah melalui panasnya jalanan kota Surabaya di siang hari yang terik itu. Melintasi jalanan setapak perbatasan kota Gresik menuju Mojokerto perjalanan kami diselingi lagu-lagu dari No Koes dan Koes Plus yang disuarakan melaui cd player mobil Avanza sewaan.Sekitar pkl 15.00 kami berhenti di pertigaan Braak - Kertosono, di situ telah menunggu Sam Sugeng beserta isteri untuk bergabung dengan kami. Perjalanan kami lanjutkan dengan suasana penuh keakraban sembari menikmati tempe keripik khas Trenggalek yang dibawa oleh Sam Sugeng.

Mobil terus melaju, hanya jeda sejenak di sebuah pom bensin perbatasan Ngawi dengan Sragen. Sebagian personel diberi kesempatan untuk ke kamar mandi atau minum teh bersama. Selebihnya kami terus melaju dengan harapan tiba di tujuan tidak terlalu larut. Memasuki kota Magelang, Nomo Koeswoyo sempat menghubungi kami untuk memastikan bahwa kami tidak keliru jalan. Singkat kata, tibalah kami di kediaman sang maestro musik Indonesia yang disambut dengan penuh kehangatan.

Setelah menempuh perjalanan sekitar sepuluh jam, maka pkl. 22.30 wib kami tiba di sebuah rumah dengan pekarangan yang luas dan asri. Kediaman Nomo koeswoyo yang terletak di seberang terminal  Magelang telah kami tuju dengan baik. Bagi yang pernah berkunjung ke rumah beliau, pasti akan hafal sebuah kalimat pembuka beliau " podo durung mangan toh...". Sebuah kalimat ajakan makan yang selalu dilontarkan kepada setiap penggemar yang mengunjungi beliau. Dengan penuh perhatian beliau menawarkan kepada kami untuk makan di warung tenda yang berdiri di depan ruko Chicha. Warung makan khas Lamongan yang menyediakan masakan gorengan. Saat itu yang tersaji bagi kami adalah bebek goreng dan lele goreng. Konon pemilik warung ini mendapatkan modal untuk berjualan dari Nomo Koeswoyo.

Sekitar setengah jam kemudian, usai sudah kami memulihkan tenaga melalui makan malam yang kami nikmati. Selanjutnya kami mulai menghabiskan waktu dengan berfoto dan berbincang santai dengan sang tuan rumah. Malam itu kami sangat terkesan dengan keramahan beliau menerima kami yang jauh dari Jawa Timur. Kami malam itu hadir memenuhi ajakan beliau saat berkunjung ke Surabaya beberapa waktu lalu. Saat itu beliau berkata kalau ada waktu, kami dipersilakan untuk berkunjung ke kediaman beliau di magelang. Jadilah segala daya dan upaya kami lakukan untuk segera memenuhi tawaran tersebut.

Berbagai topik perbincangan kami diskusikan malam itu. Bahkan Nomo koeswoyo dengan santai membuka banyak kisah pada kami yang sebelumnya tertutup bagi kami. Bagi kami, hal itu merupakan sebuah pembelajaran hidup yang disampaikan oleh seorang yang telah banyak menikmati liku-liku perjalanan penuh tatangan dalam kehidupan.Saat itu bel;iau didampingi oleh seorang seniman asal kota Solo yang memiliki misi untuk menulis biografi tentang Nomo koeswoyo. Hal ini membuat seniman tersebut harus tinggal beberapa hari di rumah Nomo koeswoyo. Nomo berkisah bahwa beliau lah yang bekerja keras untuk mencari uang gun kelangsungan hidup sehari-hari semasa masih sama-sama memulai karier sebagai personel Koes Bersaudara.Apa pun beliau kerjakan asalkan menghasilkan uang dan bermanfaat bagi keluarga kecilnya yang baru dibina dan juga bagi saudara-saudaranya.

Nomo berkisah pula pada kami bahwa sebenarnya lagu Kembali yang direkam di Koes Bersaudara Seri Perdana tahun 1977 merupakan karya cipta beliau. Lagu itu merupakan kerinduan beliau untuk berkumpul lagi bersama saudara-saudaranya. Namun ketika pada sampul kaset tertulis karya Tonny Koeswoyo, beliau tidak terlalu mempermasalahkannya karena bagaimana pun juga Tonny adalah saudaranya. Demikian juga ketika lagu Kau Datang Lagi yang direkam tahun 1987 tertulis ciptaan Tonny L. Ibrahim, beliau juga tidak terlalu meributkan. Sebuah gambaran keikhlasan dari sosok seorang Nomo Koeswoyo.

Keikhlasan dan kerelaan hati yang besar itu sempat beliau wujudkan ketika sang kakak tercinta terbaring sakit, Nomo Koeswoyo harus mengeluarkan biaya dari kantong pribadinya untuk biaya perawatan Tonny Koeswoyo. Hal itu beliau kisahkan dengan penuh haru. Tiada kesan sombong atau pun dendam, semua beliau lakukan karena rasa sayang beliau pada saudara-saudaranya.

Suatu kali saat rekaman lagu Pop Jawa, di dalam studio Remaco Tonny Koeswoyo berkata pada Nomo, " tinggal kamu yang belum bikin lagu...". Nomo yang merasa buntu karena memang belum punya lagu, segera keluar dari ruangan dan duduk di depan studio yang saat itu sangat terkenal. Tepat di depan halaman studio, beliau melihat beberapa anak kecil bermain kelereng. Mekihat bentuk kelereng yang unik, terlintaslah sebuah kata-kata unik di ebnak beliau "bunder-bunder, bunder banget dadi seser..". Terbentuk juga kata-kata unik lain yang menyambung pada lagu tersebut. Saat ini lagu tersebut begitu populer di telinga kita. Ketika ditanayakan apa sebenarnya arti lagu itu, beliau dengan santai berkata "ora ono artine...". Semua mengalir begitu saja karena terdesak memenuhi tuntutan setoran lagu.

Nomo juga berkata kepada kami, sebenarnya film Chicha tidak berakhir seperti yang saat itu dilihat orang. Beliau berkisah bahwa sebenarnya adegan terakhir mengambil lokasi di Taman Mini Indonesia Indah. Namun karena kendala prosedur yang berbelit dan biaya mahal, baliau mengubah skenario akhir cerita dalam film anak-anak tersebut. Perbincangan mengalir begitu hangat. Hingga tiada terasa waktu menunjukkan pukul setengah empat pagi. Beliau yang melihat kami kelelahan segera mengajak kami untuk segera beristirahat. Jadilah kami kontingen dari Surabaya diberi ruang istirahat di ruko Chicha lantai dua yang letaknya bersebelahan dengan kediaman beliau.

Minggu pagi, kesempatan terakhir kami menikmati suasana rumah beliau yang asri. Kami mengambil beberapa pose dan lokasi untuk mengabadikan gambar. Setelah beliau bangun dari istirahat, kami kembali berfoto bersama dengan beliau. Beliau tetap tampil bersahaja dengan rokok khas selalu menempel di bibir beliau. Gudeg khas Magelang disajikan oleh Bu Seneng, seorang perempuan paruh baya yang sudah lama membantu beliau. Pkl. 09.00, kami segera pamit dan mengundurkan diri. Kami menjumpai banyak kesan yang selalu akan membekas dalam ingatan kehidupan kami saat berkunjung ke rumah beliau dengan suasana penuh kekeluargaan. Apalagi saat pulang kami menerima sesuatu dari beliau yang mengejutkan bagi kami yang hadir saat itu.

Perjalanan pulang menuju Surabaya selanjutnya diisi dengan berbagai kisah yang menarik untuk kami ceritakan di dalam mobil. Kami sempat menambah kesan dengan mampir di Posko JKPC Jogjakarta yang juga kediaman Wowo Nugroho, seorang kolektor album-album Koes Bersaudara dan Koes Plus. Yanto Kerinduan, seorang aktivis JKPC juga ikut hadir menemui kami yang singgah di kota istimewa tersebut. Posko JKPC terletak di jl. Ibu Ruswo 25 komplek SMA Gajah Mada, di dekat alun-alun utara Jogyakarta.

Mobil memasuki kota Surabaya sekitar pkl. 21.00, dengan segala kesan yang mendalam di hati kami. Terima kasih kami ucapkan pada pak Nomo yang sudi menerima kami. Juga kepada mas Wowo dan mas Yanto yang dengan ramah menerima singgah kami yang hanya sesaat namun tetap mengesankan. Terima kasih pada penggemar Koes Bersaudara dan Koes Plus semua....Matur nuwun,