Selasa, 26 Maret 2013

Peristiwa Akhir Maret 1987





Akhir Maret 1987. Jarum jam seolah berdetak lambat. Berkejar menuju waktu yang tiada satu pun dapat mengganggu. Walaupun  tiada satu orang pun mau menunggu. Semua seakan menanti sebuah ujung yang tak menentu.

Di sebuah kamar sebuah rumah sakit, seorang pria tergolek tak berdaya. Pria itu seakan menanti sebuah jawaban yang tak pasti. Harapan yang tak tahu kapan akan terbukti. Satu per satu rekan, sahabat dan saudara datang menghampiri. Semangat dan doa telah berkali-kali dihaturkan. Demi datangnya sebuah harapan.

Pria itu bernama Tonny Koeswoyo. Seorang pejuang musik Indonesia yang sedang bergelut melawan penyakit. Sudah sekitar seminggu lebih, dia terbaring lemas mempertahankan hidup yang seakan enggan berlama-lama hinggap di raganya. Beberapa penggemar silih berganti menanyakan kondisi terakhir sang maestro. Saat itu kondisi kesehatan beliau sangat memprihatinkan. Selimut tebal menutupi tubuhnya yang sudah tinggal kulit membungkus tulang. Demikian parah yang beliau derita, hingga tim medis perlu membuatkan lubang di perut sebagai saluran pembuangan kotoran. Sedih melihat kondisi beliau saat itu.

Sebuah media cetak sempat menggambarkan kondisi beliau saat itu yang terbaring dengan tersungging senyuman menghiasai bibirnya, didampingi John Koeswoyo sang kakak. John sempat berkisah bahwa di bawah tempat tidur terdapat sebuah ember yang siap menampung darah yang selalu mengucur deras dari tubuh mungil Tonny Koeswoyo. Tak tahan hati ini membayangkan bagaimana beliau menahan sakit.

Beberapa penggemar sempat menanyakan kepada sang adik mengenai kondisi terakhir sang kakak. Saat itu Yon Koeswoyo dengan lugas member jawaban melalui sebuah perumpamaan yang mengena “ setiap orang tentu berharap yang terbak untuk Tonny Koeswoyo..namun harus siap untuk kondisi yang terburuk. Sebagaimana saat Ellyas Pical yang bertanding melawan Khaosai Galaxy di Jakarta. Semua tentu menginginkan Elly menang di kandang sendiri..Namun kalau Tuhan berkehendak lain, siapa yang bisa menolak…”.

 Januari 1987, Ellyas Pical memang bertanding melawan Khaosai Galaxy petinju asal Thailand di Istora Senayan. Semua mengharapkan Ellyas Pical sebagai petinju tuan rumah memenangkan pertandingan, namun kenyataan dia harus tunduk di ronde ke-14. Gelar juara pun harus direbut dari tangannya. Kita tahu, sejak saat itu Ellyas Pical pun mulai merosot pamornya. Melalui perumpamaan tersebut, Yon Koeswoyo menyatakan bahwa kita boleh saja berdoa dan optimis untuk kesembuhan Tonny Koeswoyo, namun kalau Tuhan berkehendak lain, kita tentu harus tunduk. Ucapan itu disampaikan oleh Yon Koeswoyo di hadapan penggemar yang mengunjunginya pada 22 Maret 1987.

John pun dalam perenungan pribadinya harus meyakinkan diri sendiri bahwa dia harus rela bila sang adik pada akhirnya harus berpulang. Sebuah mimpi yang menguatkan hal itu pernah menghampiri tidur malamnya. Pada  akhirnya dia sempat berucap lirih pada Tonny yang tergeletak di ranjang rumah sakit “ Ton, kalau kamu mau memang mau pergi..saya ikhlas, pergilah…”.

Dalam sebuah kesempatan, Nomo Koeswoyo pun sempat berujar sekali pun kakaknya pernah mengeluarkan dirinya dari Koes Bersaudara dia tidak dendam sedikit pun. Bahkan beliau bangga mampu memberikan sumbangsih yang tidak sedikit demi perawatan kakak tercintanya itu. Murry yang hampir setiap hari menjenguk, tampak tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya tatkala menjumpai seniornya dalam bermusik itu harus mengalami kesakitan. Yok Koeswoyo yang kebagian menerima beberapa tamu, termasuk kehadiran personel Usman Bersaudara pun beberapa kali menangkap adanya firasat buruk dari kakaknya. Semua tampaknya harus siap menerima kondisi yang terburuk.

Rumah sakit Setia Mitra yang terletak di Bilangan Fatmawati Jakarta Selatan, menjadi saksi bisu adanya seorang seniman besar Indonesia yang sedang meregang nyawa menanti ajal menjemput. Penantian itu pun berakhir kala hari menuju Jumat tanggal dua puluh tujuh maret seribu Sembilan ratus delapan puluh tujuh. Sekitar pukul dua puluh tiga. Sebuah tarikan nafas terakhir menghantar kepergian Tonny Koeswoyo yang sedang tertidur, menuju ke pangkuan Tuhan Yang Menyayanginya. 

Isak tangis keluarga mengiringi tidur panjangnya. Namun semua tetap sunyi. Tidak ada kehebohan berita besar yang mengikuti selain guncangan di dalam hati penggemar yang ditinggalkannya. Malam itu semua berakhir. Tidak ada lagi Nyanyian Malam yang akan didendangkan. Tidak ada lagi Rata-Rata yang disuarakannya. Hanya keroncong Pertemuan mengiring berita kematiannya. Semua lenyap diiring kegelapan malam.

Hari ini, tangis kami penggemarmu masih sama seperti saat engkau pertama kali meninggalkan kami dua puluh enam tahun lalu.

Selamat jalan Tonny Koeswoyo, tenanglah kau di alam sana.
( Okky T. Rahardjo, penggemar Koes Plus dari Surabaya - 085645705091 )

Minggu, 03 Maret 2013

Catatan Tentang Album Koes Plus In Concert


            
Saat ini kita memasuki bulan Maret, bulan ketiga dalam penanggalan Masehi. Data dalam diskografi Koes Plus pada bulan ini pernah beredar sebuah album istimewa yang bertajuk Koes Plus In Concert. Album ini terbilang istimewa karena penggarapan musiknya berbeda dari album Koes Plus sebagaimana sebelumnya. Pada album ini kita akan mendapatkan iringan musik orkestra pada setiap lagunya. Hal ini yang merupakan penyebab album ini memiliki tema in concert. Sebagaimana diketahui, saat itu yang dimaksud dengan kata “in concert” adalah adanya aransemen orkestra pada sebuah lagu. Jadi bukanlah sebuah konser atau live show sebagaimana yang saat ini dipahami.
            Koes Plus in concert merupakan sebuah album yang dilahirkan dari adanya kolaborasi istimewa antara dua musisi besar masa itu. Tonny Koeswoyo sebagai seorang yang selalu mencoba kreasi baru dalam bermusik menggandeng Sjafei Glimboh untuk mengisi orkestrasi pada album tersebut. Sjafei Glimboh adalah seorang musisi yang bertangan dingin dalam mengiringi penyanyi-penyanyi tenar saat itu. Sjafei Glimboh sendiri tercatat sebagai leader band 4 Nada menggantikan A. Riyanto yang di kemudian hari mendirikan Favourite’s Group.
Dokumentasi musik Indonesia mencatat bahwa sebagian besar artis solo Indonesia pasti pernah diiringi oleh band 4 Nada. Pernyataan ini tidak terlalu berlebihan, mengingat 4 Nada merupakan band pengiring artis khusus milik Remaco, perusahaan rekaman terbesar saat itu yang tentunya juga memonopoli industri musik Indonesia.
Album in concert ini sempat membuat penggemarnya heran dan penasaran mengingat adanya perbedaan ciri khas bermusik yang mencolok dari sekuel album Koes Plus yang lain. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa langkah ini merupakan bagian dari usaha Tonny Koeswoyo untuk tetap eksis di dunia musik Indonesia bersama Koes Plus. Apabila kita menengok ke belakang, masa-masa itu industri musik Indonesia sudah makin bersaing dengan hebat, ketat dan kejam. Koes Plus sudah bukan lagi tampil sebagai group yang mendominasi udara musik Indonesia, namun hanya merupakan salah satu dari sekian banyak band populer. Mengingat kondisi itu maka Koes Plus pun mau tidak mau harus bekerja keras untuk tetap survive dalam belantara musik populer Indonesia.
Selain adanya perbedaan dari segi musik, pada album ini tampak adanya kedewasaan dalam pembuatan lirik lagu. Kita dapat menyimak pada sebagian besar isi lagu Koes Plus dalam album  ini sudah berbeda dari awal-awal perjalanan album mereka. Penggunaan kata dan kalimat yang cenderung tertata rapid an tertib menyiratkan bahwa usia mereka sudah tidak muda lagi. Namun begitu lagu yang mereka sampaikan masih mampu menjalin komunikasi dengan baik pada penggemar setia mereka. Kalau boleh dibandingkan dengan era album tahun 1979 ke atas, lirik lagu pada album ini masih mengena di telinga pendengar musik Indonesia.
Koes Plus dalam album ini sudah tidak lagi mengumbar kata cinta secara vulgar. Namun melalui lirik yang matang mereka mampu mengungkap cinta dari segi pandang lain. Lagu pembuka dipilih Isi Hatiku karya Tonny Koeswoyo. Saya sendiri mengenal lagu ini pertama kali dari kaset yang bertajuk “Seleksi Album Emas Koes Plus”. Saya kurang memahami latar eblakang penciptaan lagu ini. Namun secara pribadi sejak mendengarkan pertama kali terasa kurang nyaman dengan lagu yang dinyanyikan oleh trio Yon, Yok dan Tonny ini. Sebagai kritikan, pola lagu ini terasa seperti pengulangan Kisah Sedih Di Hari Minggu.
Sekarang merupakan lagu yang berada di urutan kedua. Pada lagu ini kisah cinta tidak diumbar melalui kata-kata yang memabukkan namun melalui sebuah deskripsi seorang pria yang rindu berjumpa dengan kekasihnya. Pada urutan ketiga, Kata Ibu disajikan dengan manis oleh Yon Koeswoyo. Sekali lagi Koes Plus mengetengahkan lagu tentang bakti kepada orang tua. Namun sebagaimana yang sudah disampaikan di atas, lagu ini lahir dengan lirik yang cukup matang dari seorang musisi yang sudah tidak muda lagi. Kata Ibu seakan sebuah perenungan dari seorang yang sudah dewasa dan memiliki pengalaman segudang namun mengingat kembali kasih sayang seorang ibu yang membekali perjalanannya. Mungkin lagu ini pas untuk menjadi trilogi antara Doa Ibu, Ibu dan Lagunya serta Kata Ibu. Tahapan ketiganya cukup indah dalam memaknai perjuangan sosok seorang ibu.
Cobaan dinyanyikan secara duet antara Yon dan Tonny. Pada lagu ini kita melihat vokal Tonny Koeswoyo yang begitu menyayat hati dalam mendampingi Yon Koeswoyo menyanyikan lagu ini. Pendengar seakan diajak betapa sakit dan pedih ketika menjalani hidup yang penuh cobaan. Yok Koeswoyo hadir secara tunggal pada urutan kelima melaui tembang Rindu. Sebuah vokal yang syahdu dan melankolis kita dengarkan begitu manis pada lagu ini. Kita bahkan boleh membandingkan lagu ini dengan karya Yok Koeswoyo yang sebelumnya. Terasa sekali kematangan beliau pada tembang yang durasinya cukup panjang ini. Perasaan cinta yang beliau sajikan membuat pendengarnya mengharu biru mendengarkannya. Keunikan lagu ini terdapat pada background suara yang terdengar mendampingi vokal utama. Yon dan Tonny mencoba mendampingi Yok yang bernyayi dengan mengalunkan kata aaa..aaaa…aaaa. Kemungkinan besar ini merupakan campur tangan Tonny Koeswoyo untuk membuat lagu ini menjadi lebih manis didengar.
Koes Plus in Concert menampilkan sebagian besar karya kreatif Tonny Koeswoyo. Ada lima lagu yang beliau hadirkan yaitu Isi Hatiku, Sekarang, Kata Ibu, Aku dan Dia serta Dunia Ini. Namun sayang sekali kita tidak melihat vokal Tonny Koeswoyo secara tunggal sebagaimana pada beberapa album lain sebelumnya. Yon Koeswoyo menyumbangkan dua lagu yaitu Cobaan dan Senyumanmu. Pada Senyumanmu karya Yon Koeswoyo ini kita masih mampu menyimak ciri khas karya vokalis Koes Plus ini. Sebuah lagu dengan gaya bertutur yang runtut dan mampu membuat pendengar membayangkan kejadian sesungguhnya pada lagu yang dinyanyikan.
Yok Koeswoyo juga hanya menyajikan dua lagu yaitu Rindu dan Katakanlah. Pada lagu Katakanlah, Yok Koeswoyo mencoba mengeksplorasi kemampuan vokalnya dengan artikualsi yang jelas, lugas dan tegas. Album ini ditutup dengan sebuah lagu manis karya Koeswoyo Senior. Sebagaimana pada lagu-lagu karya beliau sebelumnya, lagu Ku Tak Mau ini dieksekusi dengan baik oleh Yon Koeswoyo. Kesederhanaan lirik sebagaimana ciri khas lagu karya KS tampak terlihat jelas pada lagu ini.
Sedikit catatan tambahan mengenai album ini, tidak ada satu pun karya Murry dalam rekaman ini. Pola permainan drum beliau pun tampak dibuat soft dan cenderung berhati-hati. Tampaknya Tonny Koeswoyo sudah memberi instruksi khusus pada Murry supaya menjaga pukulan drum dengan baik. Tentunya beliau lebih memahami mana lagu yang harus dipukul dengan beat yang keras dan tidak. Sehingga dengan demikian harmonisasi lagu tetap terjaga dengan baik.
Album ini menyumbangkan Isi Hatiku dan Rindu yang terpilih masuk Top Hits Pop Indonesia (THPI) sebuah ajang tangga lagu secara nasional yang dikoordinir oleh Demas Korompis, seorang penyiar dari radio Ganesha Bandung. Kemasan album ini tergolong istimewa karena pada sisi B terdapat album The Mercy’s sebuah band yang cukup populer saat itu. Biasanya yang ada pada sisi kedua kaset diisi oleh band pemula. Pada cover yang ditampilkan seperti pengulangan cover album Qasidah yang menggunakan delman sebagai sarana pose keempat personel Koes Plus.
Demikian yang dapat kami sajikan mengenai album Koes Plus in Concert. Adanya beberapa catatan yang disampaikan tentu tidak mengurangi rasa kagum dan kecintaan kami pada grup musik legendaris Indonesia ini. Tentu kita sebagai penggemar juga memiliki catatan dan kenangan pribadi mengenai album yang tidak memiliki kelanjutan serial ini.
Terima kasih atas segala perhatiannya. Mohon maaf atas segala rangkaian kata dan kalimat yang kurang berkenan. Jayalah selalu musik Indonesia.
Okky T. Rahardjo ( Penggemar Koes Plus dari Surabaya – 085645705091 )