Senin, 15 Juli 2013

Selamat Ulang Tahun, Gombloh ...


      
          Bila menyebutkan nama Sujarwoto Sumarsono, tentu anak-anak muda era millennium akan mengernyitkan dahi sambil menerka siapa yang dimaksud. Namun bila kita menyebutkan nama Gombloh, saya yakin konotasi kita akan tertuju pada satu tokoh itu. Ya seribu julukan dan nama Gombloh boleh disandang oleh masyarakat Jawa namun kita tetap tidak bisa meluputkan diri dari figur seorang musisi fenomenal asal kota Surabaya ini.

                Gombloh dalam perjalanan kariernya menurut saya terbagi atas dua fase. Fase yang pertama yaitu ketika dia menapaki karier bersama grupnya yang bernama Lemon Tree’s. Bersama grup ini Gombloh memulai perjalanan kariernya sebagai seorang musisi. Jiwa seninya sempat ter pendam sekian waktu, mengingat saat itu orang tuanya menghendaki dia menempuh pendidikan formal selepas lulus SMA. Ketika pada akhirnya jiwa seni itu semakin membuncah dan tidak dapat diabaikan lagi, Gombloh mengajak beberapa rekannya untuk membentuk sebuah band. Jadilah Lemon Tree’s hadir meramaikan jagad hiburan di kota Surabaya.

                Gombloh pada fase ini muncul sebagai sosok pemuda berambut panjang sedikit berombak, bila tidak bisa disebut keriting. Dia benar-benar muncul sebagai ikon kebebasan anak muda. Figur yang menyuarakan kebebasan dalam berekspresi di dunia seni. Keberadaan Gombloh saat itu cenderung berani dan nakal khas anak muda saat itu. Bebas menyuarakan lagu-lagu yang kritis tanpa harus takut diberangus oleh siapa pun. Mungkin itulah kelebihan musisi-musisi asal kota Surabaya saat itu. Apalagi ditunjang adanya perusahaan rekaman yang juga bercokol di bumi Pahlawan ini, beberapa seniman asal kota Surabaya lebih berani bersuara karena jauh dari pusat kekuasaan di ibu kota. 

                Lemon Tree’s sendiri resminya bernama Lemon Tree’s Anno ’69 karena didirikan pada tahun 1969 dengan formasi awal yaitu : Wisnu Padma (piano, vokal), Gatot (gitar), Tuche (bas gitar), Totok (drum), Lorena (vokal) , Reny C. (vokal), dan Ais (vokal). Serta Gombloh sendiri pada lead vokal dan gitar. Keberanian Gombloh terlihat pada lirik-liriknya yang unik dan cenderung menghindari arus lagu-lagu cinta yang mainstream saat itu. Lagu-lagu yang diciptakan saat itu banyak bermuatan kritik sosial terhadap laju kota Surabaya, kebanggaan pada bangsa Indonesia dan kekaguman pada alam semesta ini. Lagu populer yang kita ingat diantaranya adalah Kebyar-Kebyar dan Berita Cuaca. Salah satu kata yang fenomenal dan nakal namun menggelitik adalah pada sebuah lagu yang bertajuk “Tahi Kucing Rasa Coklat”. Nah, pasti pernah dengar kata tersebut kan…

                Walaupun didirikan pada tahun 1969, Lemon Tree’s merekam debut albumnya pada tahun 1978. Dalam perjalanannya, sejumlah musisi tercatat pernah tergabung dengan grup yang pernah berkiprah di Jember ini. Sederet nama kondang macam Wahid Ajie (C’Blues), Murry (Koes Plus), Leo Kristi dan Franky Sahilatua pernah mewarnai band ini dalam awal perjalanan karier mereka. Sebuah album jawa nyentrik berjudul Sekar Mayang pernah direkam oleh grup ini pada tahun 1981. 

                Fase kedua perjalanan karier Gombloh adalah ketika dia bersolo karier. Semua berawal pada tahun 1983, dengan sebuah album pop eksentrik yang berjudul “Gila”. Pada album yang direkam secara live studio ini Gombloh mulai menancapkan tajinya sebagai seorang musisi yang patut diperhitungkan. Bahkan keberadaannya saat itu mampu menjadi trend setter bagi sejumlah musisi yang berkecimpung dalam jalur musik pop. Hal ini tidak bermaksud berlebihan, kita lihat saja sejumlah lagu yang saat itu muncul seakan meniru gaya dan ciri khas pada music dan lagu yang pernah direkam oleh Gombloh.
                Sukses dengan Gila, Gombloh melanjutkan dengan album berjudul “1/2 Gila” yang dirilis pada tahun 1984. Gayanya yang terkesan apa adanya dengan topi kotak yang kadang bertuliskan “CAT” selalu dipakainya ditambah dengan kacamata yang dirangkai oleh seuntai rantai menempel pada telinganya. Gombloh yang saat itu usianya sudah tidak bisa dibilang muda lagi tampaknya mampu membuat inovasi dan kreasi tersendiri, sehingga dia tidak terkalahkan oleh penyanyi-penyanyi baru yang muncul tiada henti.

                Wajah keriputnya sering kali menghiasi tayangan Aneka Ria Safari yang sesekali ditemani model cantik, diantaranya Titi Qadarsih. Bahkan sempat juga Gombloh muncul sebagai cameo dalam salah satu sekuel film Catatan Si Boy. Gombloh merupakan sebuah legenda yang kemunculannya benar-benar fenomenal. Di mana-mana orang membicarakan Gombloh. Tidak ada orang yang tidak hafal lagu baru yang direkam oleh Gombloh. Tidak ada satu pun yang melewatkan kemunculannya semalam di Aneka Ria Safari. Paginya, pasti membicarakannya dan bahkan menertawakan kelucuan dalam syairnya. Tidak ada satu pun yang tak henti memujinya. Bahkan, bukan orang Surabaya bila tidak mengenal Gombloh.

                Fase kedua Gombloh ini berada di bawah naungan label Nirwana Record yang dulu berada di area jl. Tunjungan dekat pertokoan Siola. Kaset-kasetnya selalu ditunggu oleh penggemarnya. Keberpihakannya pada rakyat kecil pinggiran dan terabaikan membuat namanya harum di kalangan penggemarnya. Penyajian lagu-lagu cinta yang dibuatnya tidak membuat pendengarnya mengharu biru macam lagu-lagu era ‘80an. Bahkan putus cinta pun tidak perlu ditangisinya secara cengeng, malah ditertawakannya dalam lirik lagu “Kugadaikan Cintaku”. 

                Tanpa bermaksud kedaerahan, seakan Surabaya adalah milik Gombloh. Demikian juga sebaliknya, Gombloh adalah milik kota Surabaya. Namun cintanya pada tanah air membuat penggemar musik menjadi yakin bahwa dia juga milik bangsa Indonesia. Betapa tidak, karyanya Kebyar-Kebyar saat ini sudah seperti menjadi lagu kebangsaan kedua setelah Indonesia Raya. Siapa orang yang tidak terbakar rasa nasionalismenya ketika mendengarkan lagu itu. Titik air mata tak terasa akan keluar manakala mendendangkan lagu yang sempat direkam ulang pada tahun 80an itu.

                Belum terlambat ketika melalui tulisan ini  kami harus menyampaikan “Selamat ulang tahun cak Gombloh…”. Beliau lahir pada 14 Juli 1948 dan besar di sebuah kampung yang bernama Kebangsren. Walaupun kini engkau telah tiada, karyamu akan tetap abadi di hati kami semua. Dalam sebuah perbincangan dengan seorang teman yang juga penggiat seni, sempat terlontar kami berucap seandainya saja gedung kesenian kota Surabaya yang dibangun di atas lahan eks bioskop Mitra diberi nama “Gedung Kesenian Gombloh”. Namanya layak diabadikan, karena sejatinya dia juga pantas disebut sebagai pahlawan.

(Okky T. Rahardjo, penggemar Gombloh dari kota Surabaya-085645705091)
                                                                                                                                                          

Senin, 08 Juli 2013

Berbagi Kisah: Ikatan Batin Antara Ayah dan Anak


            Seorang anak adalah sebuah kepercayaan besar yang Tuhan berikan kepada setiap pasangan yang membangun sebuah keluarga. Memiliki anak merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa digantikan oleh apa pun juga. Tidak berarti yang belum memiliki anak berarti tidak bahagia, semua kebahagiaan menurut saya ada tingkatan tersendiri. Ada kebahagiaan yang bisa dialami karena memiliki anak, tapi ada juga kebahagiaan yang bisa dialami hanya karena masih berdua saja dalam sebuah keluarga.

            Ketika tahun yang lalu Tuhan memberikan sebuah kepercayaan dengan lahirnya putrid pertama kami, terasa begitu bahagianya hati kami. Betapa tidak, putri kami ini seakan mau menunggu bulan Juni untuk keluar dari kenyamanan di dalam perut ibunya. Dia seakan mau memberikan kado yang istimewa melalui kehadirannya di muka bumi. Pernyataan ini bukan sesuatu yang berlebihan, mengingat saat itu perkiraan kelahirannya adalah akhir bulan Mei. Sementara ketika dia lahir pada enam Juni, ternyata bidan menyatakan dia seharusnya sudah terlambat lahir. Hal itu dibuktikan dengan ari-arinya sudah layu dan air ketuban sudah keruh. Nah, siapa juga yang menduga dia harus lahir lebih cepat atau yang meminta dia lahir lebih lambat. Buat saya, kalau mau lahir ya lahirlah. Hanya saja kalau lahir akhir Mei, waktu itu keuangan saya belum siap…he he he..

            Ketika putri kami, Christina Elvira Putri Rahardjo lahir saya mengalami sesuatu yang berbeda. Diantaranya adalah perasaan yang timbul sebagai seorang ayah. Perasaan ini yang saya maksudkan adalah adanya suara batin sebagai seorang ayah. Kita mungkin pernah mendengar sebuah pernyataan yang menyebutkan seorang anak memiliki ikatan batin dengan orang tuanya dan sebaliknya. Saya bukan tidak percaya,tapi saya hanya ingin menguji sampai seberapa benar pernyataan itu. Sampai akhrnya saya membuktikannya sendiri. Dulu saya berpikir, kalau itu hanya berlaku pada ibu dengan anaknya, tapi kalau ayah seberapa benar pernyataan itu berlaku, tentu harus dibuktikan dulu. Mohon maaf, kadang segala sesuatu yang terjadi saya harus bisa mencerna secara logika dulu. Maklumlah, saya seorang guru yang membuat segala sesuatu yang terjadi harus masuk akal dan bisa dibuktikan.

            Logika itu pada akhirnya terbantahkan juga ketika saya mengalami sendiri beberapa peristiwa yang membuat saya yakin bahwa saya ternyata juga memiliki ikatan batin dengan anak saya. Mungkin bagi beberapa orang hal ini terkesan berlebihan, tapi bagi saya ini merupakan sesuatu yang luar biasa. Maklum saya masih sedang hangat-hangatnya menjadi seorang ayah. Setidaknya ada tiga hal yang bisa saya buktikan mengenai adanya ikatan batin antara seorang ayah dengan anaknya. Beberapa peristiwa ini kelihatannya kebetulan, sepele, remeh namun terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja.

            Pertama ketika bayi kami harus masuk rumah sakit beberapa jam setelah dia lahir. Saya pernah berkisah tersendiri tentang hal ini. Ya intinya karena terlambat lahir tadi, maka ada beberapa gangguan yang dia alami. Yang paling kelihatan adalah selama sekian jam dia tidak mau membuka mata dan tidak mau minum. Mencegah terjadi sesuatu yang berbahaya, bidan menyarankan dia dirujuk ke RSUD Dr. Soedono Madiun. Petang dia masuk, petang itu juga harus saya tinggalkan ke Surabaya. beberpa hari saya tidak bisa menjumpai putri kami yang saat itu berada di ruang perawatan bayi. Istri saya yang tiap hari memantau di rumah sakit, terus memberi kabar perkembangan kondisi Nara, panggilan untuk anak kami. 

            Sampai akhirnya pada hari Sabtu, 9 Juni 2012 saya memiliki kesempatan untuk menuju Madiun. Sudah tidak sabar menengok Nara yang masih terbaring di rumah sakit terbesar di kota itu. Tapi tetap tidak mudah melihat keberadaan Nara. Dia berada di ruang steril yang tidak memungkinkan siapa pun bisa masuk dengan bebas. Satu-satunya kesempatan untuk masuk adalah ketika ibunya mengantarkan susu hasil perasan ASI pada perawat yang menjaga. Mengantarkan ASI pun ada jam tersendiri. Yang paling akhir adalah jam 20.30, seingat saya. Kesempatan mengantarkan ASI kali itu diberikan pada saya, supaya bisa mencuri kesempatan melihat Nara yang sedang terbaring dalam keadaan infus  mengitari wajahnya. 

            Pelan-pelan saya masuk, setelah mengenakan baju khusus untuk ruangan seril. Sambil membawa botol berisi ASI saya masuk ke ruangan yang berisi belasan bayi dengan berbagai gangguan fisik. Semua tidur, tidak ada yang melek. Mengingat jam yang sudah larut malam, ditambah kondisi ruangan yang sejuk karena adanya AC serta situasi yang hening. Tapi begitu saya melangkah, tiba-tiba terdengar suara tangis yang memecah kesunyian. Tangisan yang meraung-raung, diantara bayi-bayi lain yang masih terlelap. Saya melongok sebentar kearah tempat tidur, ya ampun…tangisan itu berasal dari tempat tidur tempat Nara terbaring. Saya sadar itu bukan tangisan lapar, juga bukan tangisan minta ASI…itu adalah tangis kerinduan pada ayahnya. Seakan mau memanggil saya untuk kali pertama. Haru dan bahagia itu pasti walaupun saya tidak bisa meresponi untuk dating ke ranjang tempat dia berbaring. Tapi saya bangga, dia mengenali kehadiran saya sekalipun tidak ada deru langkah yang menghentak, namun keberadaan saya sudah menggoncang hatinya. Jujur, itu tangisan pertamanya yang saya dengar. Ketika dia lahir, saya tidak ada di sampingnya. Ketika saya hadir, dia tidak bereaksi apa pun sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit itu.

            Ikatan batin itu yang akhirnya harus saya akui benar-benar nyata antara seorang ayah dengan anaknya. Yang kedua, yang juga masih membekas yaitu ketika 7 Juni 2013 lalu saya harus pulang sepagi mungkin dari Madiun menuju Surabaya. saya harus mengejar keberangkatan kereta yang pertama, yaitu Arjuno Ekspress. Maklum, selain supaya tidak terlambat menuju tempat kerja, juga kereta ini yang paling murah. Pagi itu, waktu masih menunjukkan pkl. 02.00 WIB. Saya sudah bersiap diri sebaik mungkin karena kereta akan berangkat pkl. 03.35. Nara masih tertidur pulas, kami tidak berani mengganggunya, masih terlalu pagi. Lima belas menit kemudian, menjelang saya berangkat. Tiba-tiba saja dia menggulingkan badan lalu melek sambil tersenyum menghadap saya. Ya ampun, dia mengerti kalau saya akan berangkat dan meninggalkan dia. Manis sekali senyumnya pagi itu…

            Yang ketiga, belum lama ini. Hari MInggu, 7 Juli 2013 saya pun akan meninggalkan Madiun menggunakan Arjuno Ekspress. Mengakhiri dua minggu liburan di kota itu. Pagi-pagi sekali, jam 02.45 menjelang berangkat saya dan istri berdoa bersama. Kami berusaha untuk tidak terlalu berisik supaya Nara tidak terbangun. Benar saja, sampai sekian waktu ketika saya bersiap di kamar dia tidak terganggu, nyenyak sekali tidurnya. Sampai ketika kami berdoa pun, dia masih pulas. Hingga ketika dalam doa saya mengucapkan sesuatu menyebut nama Nara serta berdoa untuk kebaikan hidupnya, dia berekasi. Ketika nama Nara mulai saya ucapkan, seketika itu dia seperti anak yang merengek. Tidak menangis. Hanya sekian detik saja dia merengek atau apalah istilahnya…Setelah itu kembali dia terdiam, tertidur memeluk guling Doraemon kesayangannya. Dalam hati saya merasakan, kok tau saja nih anak kalau namanya disebut….

            Ketiga hal yang saya kisahkan di atas adalah sebuah peristiwa yang remeh, kecil dan mungkin kelihatannya kebetulan. Tapi bagi anda yang sudah menjadi seorang ayah pasti memahami apa yang saya alami. Apalagi ketika anda mengingat saat-saat memiliki anak pertama. Ikatan batin itu benar-benar ada. Ikatan batin itu tidak akan hilang. Jangan pernah sampai lepas dan putus ikatan batin antara anak dan orang tua. Sebagaimana pun anak yang dipercayakan kepada kita, tetap dia adalah harta yang istimewa.

            Kami berharap bisa mengemban kepercayaan ini dengan baik. Lebih dari itu, kami rindu keberadaan kami mampu menjadi  manfaat yang baik bagi siapa pun…selamat menjadi ayah yang baik. Selamat menjadi ibu yang bijak. Selamat menjadi orang tua yang dipercaya. Selamat menjadi keluarga yang bahagia…

Okky T. Rahardjo (085645705091)

Jumat, 05 Juli 2013

Sebuah Reportase : D Plus, Eksis di Radio Sanjaya Magetan






            Hari jumat, 5 Juli 2013 bertepatan dengan minggu pertama pada bulan ketujuh. Ini berarti jadwal reguler bagi D Plus untuk tampil siaran secara live di Radio Sanjaya Magetan. Seakan sudah membekali diri dengan semangat pelestarian, serta niat tulus menghibur penggemar Koes Bersaudara & Koes Plus mereka sudah siap di lokasi sejak dua jam sebelumnya. Seperti umumnya band yang akan tampil, cek sound serta penataan sound system merupakan sebuah rangkaian yang tidak bisa dipisahkan.

            D Plus merupakan band pelestari yang merupakan putra daerah kabupaten Magetan. Band ini terdiri dari anak-anak muda dengan ragam profesi yang disatukan oleh sebuah niat tulus melestarikan karya besar Koes Bersaudara & Koes Plus. Malam itu mereka masih solid dengan formasi yang sudah dua tahun ini berjalan. Adit (keyboard/melody gitar/vokal), Heru (rhytym gitar), Atok (bass), Roy (drum) dan Denny (lead vokal). Menjelang pkl. 20.00, mereka sudah stand by pada posisi masing-masing. Hitung mundur sebagai aba-aba dimulainya siaran live show sudah mereka perhatikan dengan baik. 

            Ketika jarum jam sudah menunjuk pada angka delapan, penyiar studio membuka pengantar mengenai beralihnya acara menjadi siaran live lagu-lagu Koes Plus. Bunga di Tepi Jalan versi rekaman baru dipilih sebagai bridge menuju siaran live yang direlay dari halaman radio yang beralamat di jl. Panglima Sudirman Magetan ini. Duet pembawa acara perempuan mulai menyapa pengunjung dan pendengar yang sudah siap menantikan lagu-lagu Koes Plus digeber oleh penampilan D Plus. Bujangan menjadi pilihan D Plus untuk membuka penampilan mereka. Setelah pengunjung mulai menata posisi duduk, Cobaan Hidup yang direkam Koes Plus dalam volume 12 menjadi pilihan mereka untuk dinyanyikan berikutnya.

            Setelah dua lagupembuka, pembawa acara mulai membacakan kisah seputar perjalanan karier Koes Bersaudara & Koes Plus. Pembacaan tentang perjalanan karier Koes Plus ini rupanya terus berlanjut mengisi jeda tiap dua atau tiga lagu yang D Plus sajikan. Setelah pembacaan biografi Koes Bersaudara yang sementara ditutup pada kisah ketika Koes Bersaudara dipenjara, D Plus memulai lagi aksi panggungnya. JBL menjadi pilihan lagu berikutnya, bahkan kali ini sang pimpinan yaitu Adit sendiri yang menyanyikannya. Dengan penuh penghayatan lagu ini dibawakannya, bahkan ketika bagian interlude terlihat dia berhati-hati sekali menekan tuts keyboard yang dimainkannya. Apa itu JBL, ah tau sendirilah…hehehe…

            Pembawa acara yang saat itu bertugas yaitu duet antara Dewi Moniq dan LisaFerinda melanjutkan pembacaan perjalanan karier Koes Plus. Kali itu mengenai perpindahan label rekaman dari Dimita ke Remaco. Secara runtut perjalanan album pun disebut dengan baik melalui resensi yang dimiliki oleh kedua presenter kebanggaan radio Sanjaya itu. Denny, sang vokalis yang malam itu tampil dengan dandanan yang terkesan casual mencoba menghangatkan suasana melalui Kr. Pertemuan yang didendangkannya. Pengunjung yang mulai memadati halaman depan radio tempat digelarnya panggung koes plusan ini, tampak terhanyut oleh vokal dan permainan musik keroncong yang dibawakan oleh kelima pria yang bermarkas di jl. Kawi Magetan ini. 

            Beberapa lagu berikutnya dibawakan secara beruntun oleh D Plus untuk menghibur pengunjung dan pendengar yang mampu menangkap siaran radio ini. Pengunjung yang malam itu hadir tidak hanya berasal dari kawasan Magetan kota, namun sampai ke beberapa pelosok daerah kabupaten Magetan mereka hadir untuk menyaksikan penampilan band yang berlangsung setiap awal bulan ini. Memang sejak Februari 2013, D Plus saban awal bulan di hari Jumat selalu siap tempur secara live di radio Sanjaya. Uniknya, bagi pengunjung yang hadir secara langsung disediakan kopi gratis sebagai minuman pendamping menikmati lagu-lagu Koes Plus. Bahkan terdapat juga door prize berupa kaos yang disediakan oleh salah satu sponsor pendukung acara. Soal minuman kopi ini, Adit yang ditemui sebelum tampil sempat berseloroh “Koes Plusan ga’ pake kopi itu, ga’ afdol mas…”.

            Ketika jarum jam mulai menginjak angka Sembilan, Dewi selaku pembawa acara memulai pembagian door prize kepada penonton yang hadir. Pembagian cindera mata itu dimulai dengan mengajak salah seorang penonton untuk berkenan memberikan pendapat mengenai keberadaan acara ini. Seorang bapak yang berasal dari Maospati segera beranjak dari posisi penonton menuju panggung. Beliau selama ini mendengarkan penampilan D Plus melalui siaran radio, hatinya sering bertanya-tanya mengenai keberadaan grup ini. Dia sering dibuat penasaran, apakah band ini sudah tua personelnya. Namun ketika malam itu hadir, dia membuktikan bahwa pelestari Koes Plus yang ada di depannya ternyata masih berusia muda. Walaupun tidak semuanya berstatus jejaka…Ya nggak mas,

            Seorang ibu yang berasal dari desa Bale Asri sempat memberikan apresiasi kebanggaanya kepada D Plus karena bersedia melestarikan karya-karya Koes Plus. Bahkan secara jujur dia mengaku malam itu ada beberapa lagu yang kurang dikenalnya. Dia salut karena D Plus mau dan mampu menggali lagu-lagu yang sudah lama dan tidak hanya yang populer. Salut buat D Plus….Sebuah kaos dari sebuah perusahaan oli pun bisa dibawa pulang oleh sang ibu yang mengaku bernama Susi itu.

            Pembagian hadiah juga dilakukan melalui adanya kuis yang berisi pertanyaan seputar Koes Plus. Pertanyaan pertama yaitu “Sebutkan nama personel Koes Plus”. Kalau yang begini, saya yakin anda pasti bisa menjawabnya. Tapi maaf, anda kalah cepat dengan pak Lukas yang berasal dari Barat, Magetan. Oleh karena itu beliau yang berhak mendapatkan hadiah menarik dari panitia. Pertanyaan kedua dilontarkan oleh Adit, selaku leader band D Plus. Apakah nama perusahaan rekaman yang menaungi Koes Plus setelah Dimita. Ah, ini sih sudah kaya’ sarapan pagi-nya para kolektor Koes Plus. Seorang ibu berhasil menjawab dan berhak membawa sebuah kaos bergambar personel Koes Plus.

            Show D Plus yang disiarkan melalui 103,6 fm radio Sanjaya ini diperkuat oleh sound system Bayu Prima Profesional Audio. Sebuah sound system yang sengaja dipilih oleh Adit mengingat sudah mengenal karakter permainan musik D Plus. Apalagi mengingat penampilan malam ini disiarkan melalui radio sehingga harus ditunjang kualitas sound system yang prima. Demikian alasan pria bertubuh tambun itu saat ditemui menjelang pementasan.

            Penampilan D Plus malam itu diakhiri dengan beberapa buah lagu berirama dang dut atau yang biasa kita kenal sebagai pop melayu. Rindu, Panah Asmara dan Jakarta Susah Kerjaan. Sebelum melantunkan Jakarta Susah Kerjaan, Denny sempat bertanya pada penonton. “Siapa yang pernah ke Jakarta ?” Beberapa orang menjawab sudah. Lalu dia melanjutkan bertanya “Cari kerja di Jakarta, gampang atau susah ?” Ketika penonton menjawab “Gampang…”, Denny segera menimpali “Kalau gampang, nyatanya ya kembali ke Magetan gitu..ngapusi..” Yang diikuti tawa beberapa penonton meresponi ucapan sang vokalis. 

            Sebagai lagu pamungkas, Adit mengajak penonton untuk mendendangkan lagu ini secara bersama-sama di atas panggung. Beberapa penonton pun bersedia ikut bernyanyi di panggung diiringi secara langsung oleh D Plus mengalunkan tembang penutup “Andaikan Kau Datang”. Kedua pembawa acara pun pamit undur dari tugas malam itu sambil menyampaikan bahwa penampilan D Plus bulan mendatang akan dikabarkan lagi melalui radio, mengingat bersamaan dengan bulan ramadhan. Adit pun sempat mengucapkan salam pada beberapa teman sesama penggemar Koes Plus di sela lagu terakhir yang dibawakan. Salam itu ditujukan pada salah seorang rekan dari Surabaya, juga kepada Tri Cahyono dari Madiun dan Wasis Susilo  selaku Pembina Jiwa Nusantara. Diakhiri dengan sebuah salam khas, Salam Jiwa Nusantara…Berakhirlah show malam itu.

            Selengkapnya lagu yang dibawakan D Plus malam itu : Bujangan, Cobaan Hidup, JBL, Kr. Pertemuan, Why Do You Love Me, Kota Lama, Hatiku Beku, Pak Tani, Manis & Sayang, Da Silva, Jemu, Jangan Sedih, Tak Mengerti, Penipu, Rindu, Panah Asmara, Jakarta Susah Kerjaan dan Andaikan Kau Datang.

            Demikian yang dapat kami sampaikan sekilas mengenai penampilan D Plus, sebuah band pelestari dari Magetan. Mohon maaf bila terdapat rangkaian kata dan kalimat yang kurang berkenan. Terima kasih atas perhatiannya.

Okky T. Rahardjo (Penggemar Koes Plus dari Surabaya—085645705091)