Minggu, 30 Juni 2013

Depot Gavena, Depotnya Penggemar Koes Plus Di Kota Madiun


       Madiun merupakan kota menengah yang masyarakatnya tidak sesibuk kota Surabaya ataupun kota besar lainnya. Namun ada banyak kenangan yang bisa digali di kota ini. Keramahan penduduk, ketenangan kota hingga beragamnya kuliner yng tersedia merupakan kerinduan tersendiri untuk selalu kembali menjejakkan kaki di kota ini. Melalui tulisan kali ini saya akan mengajak anda untuk menengok salah satu sudut kuliner kota Madiun. Percayalah tetap akan bercita rasa Koes Plus, hehehe…

                Sebagaimana diketahui bahwa di kota ini memang sudah terbentuk sebuah komunitas penggemar Koes Plus yang bernama KPK Madiun. Namun KPK yang ini bukan cabangnya lembaga pimpinan Abraham Samad loh, melainkan Komunitas Penggemar Koes Plus. KPK dipimpin oleh Tri Cahyono yang tinggal di jl. Salak. Eh, bicara tentang jl. Salak…sebelum menuju rumah mas Tri Cahyono, kita akan menjumpai sebuah toko pusat oleh-oleh khas Madiun yang bernama Taman Sari. Di situ tersedia berbagai jajanan khas kota Madiun yang bisa dibawa ulang ke kota asal. Hmm, kalau ini promosi dikit…KPK Madiun memiliki dua band pelestari yang terdiri dari dua lapis generasi. Lapis pertama tentu yang senior bernama KPK. Selanjutnya yang lebih junior bernama Ontong Gedang band, kabarnya sebagian personelnya masih berstatus mahasiswa. Dua band ini sudah mencoba berbagai even yang ada di kota Madiun dan keberadaan mereka mendapatkan sambutan yang positif dari penggemar Koes Plus di kota Madiun.

                Nah kali ini saya akan mengajak anda untuk menuju jl. Panglima Sudirman. Di sini terdapat Pasar Besar Madiun. Pusat belanja tradisional kebanggaan warga kota Madiun. Tapi bukan pasar ini yang akan saya ceritakan, melainkan sebuah tempat yang tepat berada di depannya. Ya di sebuah bangunan rumah yang terletak di jl. P. Sudirman 160 kita akan menjumpai sebuah depot makanan yang tidak umum. Tidak umum di sini artinya yang mereka jual tidak mudah didapati di kota Madiun, kalau di kota besar mungkin sudah umum. Depot ini bernama Ghavena Steak. Melihat namanya sudah pasti yang dijual adalah panganan berupa steak. Kalau di Surabaya, mungkin semacam Kampung Steak. Di sini dijual steak dengan berbagai olahan, misalnya Beef Crispy atau Chicken Crispy. Bahkan tersedia paket dobel porsi yaitu double beef crispy dan double chicken crispy. Tidak hanya steak, depot ini juga menyediakan makanan lain yang akrab dengan lidah kebanyakan orang diantaranya Gado-gado dan Bakso yang menjadi alternatif pilihan bagi yang tidak suka steak.

                Berbagai minuman segar juga menjadi andalan depot Gavena ini. Mereka menyediakan minuman dengan berbagai kombinasi. Tersedia es hijau daun, es new combi atau es pineapple. Bermacam jus dan milkshake juga bisa menjadi pilihan lain yang disajikan. Rasanya nikmat dan menyegarkan. Harganya pun terjangkau. Bahkan  terdapat paket hemat bila kita makan di tempat dua steak dan dua jus, maka akan mendapatkan gratis seporsi steak. Paket hemat ini berlaku pada hari Selasa s/d Jumat mulai pkl. 18.20 s/d 20.30…Nah mau mencoba ?

Lalu apa hubungannya dengan Koes Plus dong ? Sabar..sabar…ketika kita memasuki depot ini kita akan segera menyadari bahwa pemilik depot ini adalah penggemar berat Koes Plus. Di ujung tembok terdapat display berbagai foto Koes Plus dengan berbagai pose. Ada foto Koes Plus dengan pose yang sudah umum kita lihat, terdapat pula gambar cover piringan hitam Koes Plus juga foto keluarga besar Koeswoyo Bersaudara yang pernah diabadikan oleh sang pemilik.

Display gambar Koes Plus ini terlihat mencolok sekalipun dari luar. Sehingga mudah untuk dikenali bagi siapa pun yang ingin berkunjung. Pemilik depot ini memang merupakan penggemar berat Koes Plus. Bahkan beliau mengaku bukan hanya sebagai penggemar namun sudah dianggap saudara sendiri oleh personel Koes Plus. beliau adalah bpk. Endi yang merupakan pemilik depot sekaligus seorang pengusaha sukses di kota Madiun. Endi memang sengaja mengekspresikan kecintaannya pada Koes Plus dengan menampilkan foto-foto Koes Plus pada depot yang dia kelola. Bahkan ada rencana akan membuat lebih banyak lagi tampilan gambar Koes Plus di depot Gavena itu. 

Gavena sendiri merupakan akronim nama putri bungsunya yang artinya putrid ketiga bernama Vena. Kecintaan Endi pada Koes Plus tidak perlu diragukan lagi. Bahkan beliau juga yang menghadirkan Koes Plus ketika show di kota Madiun. Langkah pertama pernah beliau mulai pada tahun 1996, saat itu dalam rangka tour nusantara Koes Plus menghibur warga kota Madiun di hotel Merdeka. Hal ini berulang pada tahun 2000, saat formasi Jack dan Andolin. Yang terbaru dan paling dikenang warga Madiun adalah ketika reuni Koes Bersaudara pada bulan Juli 2011. Saat itu hadir Yon Koeswoyo bersama personel Koes Plus Pembaruan, juga Yok Koeswoyo. Tak ketinggalan Nomo Koeswoyo beserta grup pengiringnya yang dipimpin oleh Gusmanto. Bahkan saat itu ketiga personel Koes Bersaudara diarak keliling kota Madiun menggunakan jeep terbuka.

Endi memang penggemar Koes Plus sejati. Bahkan beliau pernah menyatakan tidak masalah tidak mendapatkan keuntungan yang banyak bahkan mungkin rugi. Yang penting, Koes Plus bisa hadir menghibur warga kota Madiun. Hal ini sudah terbukti dari beberapa kali kunjungan Koes Plus di kota yang termasuk Daop VII untuk jalur kereta api ini. Endi pun bersedia menukarkan kisah dan pengalamannya sebagai penggemar Koes Plus bila ada sesame fans Koes Plus yang berkunjung ke depot yang menjadi satu dengan kediamannya itu.

Bila kebetulan sedang melintas atau berkunjung ke kota Madiun, monggo mampir di Depot Gavena. Makanan dan minuman yang dijual memang berkesan mewah, tapi yakinlah harganya terjangkau untuk semua kalangan. 

Demikian yang bisa kami sajikan melalui tulisan ini. Mohon maaf bila ada rangkaian kata dan tulisan yang kurang berkenan. Terima kasih.

(Okky T. Rahardjo, penggemar Koes Plus dari Surabaya-085645705091)

 Sudut display gambar Koes Plus

Selasa, 25 Juni 2013

Iwon Sutomo & Man's Group, Berjuang Dari Kota Surabaya



          Di antara sederet nama musisi asal kota Surabaya yang pernah bertebaran menghiasi blantika musik Indonesia tersebutlah nama Iwon Sutomo. Musisi yang besar di kawasan utara kota Surabaya ini memang tidak begitu populer dibandingkan dengan nama besar musisi lainnya. Namun peran pentingnya di balik layar ternyata membuat namanya patut diperhitungkan sebagai salah seorang musisi senior dalam jagad musik pop Indonesia.   

Pada awal 1970an, Iwon bersama rekan-rekannya sesama musisi dari kota Surabaya membentuk sebuah grup yang bernama Man’s Group. Band ini terdiri dari Iwon (gitar/vokal), Yongky (keyboard), Usman (gitar/vokal), Sofyan (drum/vokal), dan Said (bass/vokal). Ketiga personel diantaranya telah lebih dulu dikenal dengan nama Usman Bersaudara. Tampaknya nama Man’s group diambil karena kelima personelnya adalah laki-laki. Saat itu Man’s group cukup sukses malang melintang mengisi gemerlapnya hiburan di kota Surabaya.

Pada tahun 1972, Man’s Group mencoba mengadu nasib ke ibu kota. Mereka meyakini anggapan sebagian besar orang saat itu yang menyatakan bila ingin berhasil harus melanjutkan karier di kota Jakarta. Berpindahlah mereka ke kota Jakarta dan melakukan aktivitas bermusiknya dengan keyakinan kuat akan munculnya kesuksesan yang lebih baik dari sebelumnya. Di Jakarta mereka menemui Benny Pandjaitan, senior mereka kala masih sama-sama mengawali karier bermusik di kota Surabaya. Benny yang lebih dulu sukses dengan grup Panbers mencoba membantu perjalanan karier bermusik Man’s Group. 

Panbers saat itu sudah berhasil mengeluarkan dua album rekaman di bawah naungan Dimita Recording. Mereka pun mendapatkan tawaran manggung di beberapa tempat hiburan. Man’s Group   yang saat itu berada di bawah binaan Pandjaitan Bersaudara mendapatkan kesempatan manggung sebagai band pembuka sebelum Panbers beraksi. Karena seringnya tampil sebagai pembuka Panbers, maka Man’s Group lebih sering dikenal dengan nama Panbers Junior. 

Keberuntungan berpihak pada Man’s Group karena mereka mendapatkan kesempatan emas untuk memasuki dunia rekaman. Man’s group mendapatkan jatah rekaman pada sisi B album Panbers volume 3, 4 dan 6. Sebuah langkah kesuksesan telah dirintis oleh Iwon bersama rekan-rekannya yang lain. Debut mereka merekam musik dalam pita kaset tersebut terjadi pada tahun 1973, di bawah label Dimita Recording. Sebagai grup yang menempati sisi B, tentu wajah mereka tidak terpampang dalam cover kaset.

Pada pertengahan tahun 1973, sebuah gejolak melanda Man’s Group. Saat itu Nomo Koeswoyo yang sudah dipercaya mengelola perusahaan rekaman Yukawi, tertarik pada ketiga personel Man’s Group. Usman, Sofyan dan Said direkrut oleh Nomo Koeswoyo untuk membentuk sebuah band baru yang bernama No Koes. Konon No Koes ini merupakan tandingan dari Koes Plus, nama besar yang mendominasi dunia musik pop saat itu. Dengan legowo, Iwon dan Yongki melepas ketiga rekannya untuk merengkuh keberhasilan melalui grup lain.

Yongki yang merasa tidak lagi menemui jalan dalam bermusik di ibu kota, harus kembali pulang ke Surabaya. Di kota itu dia melanjutkan karier bermusiknya. Sementara Iwon masih mencoba beberapa waktu untuk bertahan di ibu kota. Karena nasib baik tak kunjung datang, Iwon pun sempat putus asa dan kembali ke kota Surabaya menyusul jejak Yongki yang lebih dulu balik kanan. Selama sekitar satu tahun Iwon dirundung kegelisahan menyusul karier bermusiknya yang tak kunjung membaik .

Ada sebuah kisah menarik dalam perjalanan karier bermusik Iwon. Saat No Koes melejit dengan rekaman perdananya, dia gerah ketika mengetahui sebuah lagu ciptaannya dinyanyikan tanpa ijin. Lagu tersebut adalah Perantauan yang hingga saat ini dikenal sebagai salah satu lagu andalan No Koes. Dalam cover Piringan Hitam maupun kaset album No Koes “Sok Tahu”, nama Iwon tidak tertulis sebagai pencipta lagu tersebut melainkan hanya tertulis karya No Koes. Jadilah Iwon mengecam keras Nomo Koeswoyo yang dianggapnya mencuri lagu karyanya itu. Perantauan menurutnya merupakan karya orisinil miliknya. Lagu itu mengisahkan kesulitan hidup yang dialami sebagai seorang yang mencoba mengadu nasib dari sebuah daerah menuju ibu kota yang menjanjikan impian dan harapan. Pada akhirnya nama Iwon diakui sebagai pencipta lagu tersebut ketika pada tahun 2002 lagu tersebut direkam ulang oleh Kembar Group. 

Titik balik kesuksesan Iwon dimulai ketika diajak oleh Beib Benyamin untuk bergabung dalam sebuah band, Beib Blues. Grup ini seringkali mengiringi penampilan Benyamin Suaeb ketika tampil berolah vokal di atas panggung. Selanjutnya dia juga terlibat dalam penggarapan musik beberapa artis pendatang baru, berbagai band juga pernah disinggahi untuk melebarkan sayapnya di dunia musik populer Indonesia. 

Pada tahun 1982 Iwon sempat membuat album rekaman secara solo. Album bertajuk “Duri-Duri Tajam” ini muncul sebagai sebuah album pop manis yang mengetengahkan lirik yang tidak umum. Beberapa syair lagunya terkesan kritis, puitis tapi tidak populis sebagaimana syair lagu-lagu pop yang mengemuka saat itu. Lagu Duri-Duri Tajam sempat populer di radio, namun tidak terlalu mengangkat nama Iwon. Album ini direkam melalui label Akurama Recording. Konon dalam album ini nama Iwon yang aslinya adalah Kliwon, diubah menjadi Iwon Sutomo oleh A. Riyanto salah seorang maestro musik pop Indonesia.

Selanjutnya karier Iwon memang tidak pernah benar-benar melejit di permukaan, namun melaui tangan dinginnya beberapa artis sempat dipoles dalam penggarapan musiknya. Pada tahun 1996 ketika musik pop Indonesia menerima kehadiran album Murry’s Family dengan hits Terlambat yang merupakan rilis ulang lagu Koes Plus, nama Iwon Sutomo tertera sebagai penata musik. Tampaknya Murry, sang drummer Koes Plus, merasa nyaman ketika bekerja sama dengan Iwon. Sehingga pada tahun 2010, ketika Murry membentuk kembali Murry’s Group dengan album pop jawa, Iwon kembali dipercaya sebagai pengatur aransemen musik sekaligus bertindak menjadi pengisi melodi gitar.

Sebagai seorang yang lahir di kawasan Surabaya Utara, Iwon beberapa kali muncul dengan identitas sebagai seseorang yang berlogat Madura. Hal ini tampak pada lagu Numpak Kereto dalam album Murry’s Group dan lagu “Jakarta Suroboyo” yang merupakan duetnya bersama Lilin Herlina, penyanyi dangdut dari Surabaya. Hingga saat ini Iwon tidak pernah berhenti berkarya. Beberapa karya lagunya muncul di youtube dengan ciri khas lagu yang bertemakan kritis macam “Stop Tawuran” dan “Anti Narkoba”.

Tetap berkarya pak Iwon alias Mbah Kliwon, arek Suroboyo yang sukses menaklukkan kota Jakarta dengan segala kreativitasmu.

( Okky T. Rahardjo, penggemar Iwon dari kota Surabaya—085645705091)




Rabu, 19 Juni 2013

Ini Ceritaku ...


         Dua tahun yang lalu tepat di tanggal ini, 19 Juni kami melangsungkan pernikahan. Berlangsung di sebuah desa yang terpencil di antara perbatasan kabupaten Madiun dan kabupaten Magetan, kami membagi kebahagiaan bersama warga setempat, kerabat dan teman-teman yang hadir baik yang dekat maupun jauh. Tepat pkl. 10.00, kami mengikat janji di hadapan pendeta yang mewakili keberadaan Tuhan, di sebuah gereja yang terletak di jantung kota Madiun. Setelah prosesi pemberkatan nikah berlangsung dengan baik dan lancar, kami melanjutkan perjalanan kembali ke rumah yang berlokasi di dusun Waduk desa Takeran, kab. Magetan.

Di depan rumah sederhana milik keluarga isteri, berkumpul para tamu undangan yang dengan rela hati memberikan doa restu bagi kami. Selain warga setempat dan juga keluarga besar kami, ada juga teman-teman yang hadir dari jauh. Bukan hanya dari kota Surabaya, namun juga sampai dari daratan ibu kota hadir untuk memenuhi undangan kami. Rupanya sebagian di antaranya adalah rekan-rekan penggemar Koes Plus yang dengan tulus berkenan hadir untuk turut merasakan kebahagiaan yang kami rasakan. 

Siang itu, kami memang menyediakan seperangkat fasilitas sederhana untuk mendukung tampilnya pengisi acara sebagai penghibur. Ada dua jenis kelompok musik yang siang itu siap untuk menghibur para tamu undangan. Yang pertama, sebuah band dari gereja menyambut kedatangan kami dari mobil pengantin dengan lagu berjudul “Shalom”. Selanjutnya mereka melantunkan juga lagu-lagu hiburan yang merupakan perpaduan antara lagu populer Indonesia dan barat serta lagu-lagu nostalgia yang dibawakan dengan baik dan merdu. 

Setelah beberapa lagu dilantunkan oleh para penghibur yang berasal dari biduan gereja, band yang tampil adalah perpaduan band pelestari dari Koes Plus. Saya menyebut perpaduan karena yang tampil bukan sebuah band pelestari secara utuh, namun gabungan beberapa band pelestari dari sebuah komunitas penggemar Koes Plus di Surabaya. Saat itu yang tercatat di panggung adalah The Bottles yang diwakili oleh Teguh Widodo sang vokalis beserta Agus yang biasa memainkan drum. Mereka berdua hadir bersama bapak Mispomo, Pembina mereka saat itu. Karena tidak hadir dengan formasi komplit, The Bottles berkolaborasi dengan Beat Plus yang saat itu diwakili oleh bpk. Sutaryono (vokalis dan pemain rhytim gitar), Nuryanto yang seorang pemain bass dan Sugeng yang berada pada posisi keyboard. 

Kolaborasi ini makin komplit dan indah, manakala panggung diisi bergiliran dengan tampilnya Jinuss band yang saat itu diwakili oleh Suyitno yang biasa tampil sebagai pendendang lagu dan pemain gitar pengiring, juga Bagoes Nusanto yang seorang bassist, Fandi penggebuk drum dan Djuanam sebagai backing vokal. Tidak ada persaingan atau merasa gengsi, yang ada malah saling sinergi dan membangun. Hiburan lagu-lagu Koes Plus makin terasa mantab manakala hadir rekan-rekan dari belahan lain pulau Jawa yang tidak hanya merupakan sebagai tamu namun juga sebagai bintang tamu yang istimewa untuk menghadirkan nuansa Koes Plus. Sebuah kehormatan manakala kang Beno dan Pak Cecep Rosadi saat itu bersedia menyumbangkan kemampuan mereka yang luar biasa. Beno yang berasal dari Padalarang, mampu menghibur dengan kemampuan bermain gitar dan keyboard yang mantab sebagaimana layaknya posisi Tonny Koeswoyo. Kami juga berterima kasih kepada pak Cecep yang sempat mengajukan ide cemerlang mengenai posisi panggung, sehingga berbeda dari yang disiapkan pihak persewaan sound sistem akan tetapi hasilnya lebih terasa nyaman bagi tamu yang menyaksikan acara.

Dari jajaran tamu kami juga merasa mendapatkan kehormatan ketika beberapa rekan penggemar Koes Plus bersedia hadir menjadi saksi mata kebahagiaan kami berdua. Tampak bpk. Didiek Jauhari dari Surabaya, yang sekarang merupakan pemain melody gitar Beat Plus hadir beserta isteri. Begitu juga kehadiran bpk. Drg. Winaryo hadir beserta isteri beliau yang kebetulan juga berasal dari kota Madiun. Bahkan bpk. Demmy Hatumesen yang saat itu sedang ada acara dinas di kota Probolinggo bersedia menyempatkan hadir di acara kami dengan diantarkan oleh armada Sumber Kencono.
Dari deretan penggemar Koes Plus lain, tampak bpk. Benjot dan Agus Gombez. Keduanya merupakan penggila Koes Plus dari kota Madiun. Kedua bersaudara ini sering menjadi tuan rumah manakala B Flat hadir di Madiun, bahkan personel Koes Plus sempat mampir ke kediaman mereka di jl. Glatik yang terletak di ujung kota Madiun. Seorang kolektor senior atribut Koes Plus asal Solo yaitu Edy Kuncoro juga hadir dengan ditemani oleh bpk. Endi, seorang yang merupakan promotor untuk penampilan personel Koes Plus di kota Madiun.

Kehadiran kolaborasi band pelestari Koes Plus di acara kami sungguh mampu menghibur bagi tamu yang hadir. Beberapa request lagu yang diminta mampu dibawakan dengan baik. Tak terduga, mertua saya juga ikut mencetuskan permintaan lagu kenangan beliau yaitu “Katresnan”. Bpk. Sutaryono dengan diiringi oleh Kang Beno dan teman-teman band yang lain mampu memenuhi permintaan lagu tersebut dengan baik. Bahkan warga setempat memberikan respon yang positif terhadap hiburan lagu-lagu Koes Plus yang hari itu ditampilkan. Pembicaraan mengenai terhiburnya warga dengan lagu-lagu Koes Plus itu sampai terbawa pada beberapa hari sesudah acara resepsi pernikahan tersebut berlangsung.

Rasanya tidak cukup sebuah ruang di dunia maya untuk menceritakan kebahagiaan kami kala itu. Tidak pula juga cukup ucapan terima kasih kami haturkan pada berbagai pihak yang dengan tulus mendukung secara langsung atau tidak langsung resepsi pernikahan kami dua tahun lalu. Bahkan kami juga menyampaikan terima kasih sebesarnya bagi mereka yang mewakili kehadirannya dalam bentuk doa dan restu, hal itu sudah lebih dari cukup bagi kami.

Setahun berikutnya, tepat pada bulan Juni juga, Tuhan mempercayakan kepada kami seorang putri yang cantik dan lucu. Kini dua tahun telah berlalu kebahagiaan yang kami alami tak pernah berhenti. Rasanya masih baru saja berlalu semua hal di atas. Masih terlalu muda dan terbilang yunior usia pernikahan kami, masih perlu banyak belajar dari rekan-rekan yang sudah mengarungi bahtera rumah tangga lebih dahulu dari kami. Namun biarlah kebahagiaan yang kami alami selama dua tahun ini akan terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya. 
Ini ceritaku….

Senin, 17 Juni 2013

Murry, Sosok Seniman Populer Yang Bersahaja


 
Siapakah Murry ? Bila hal itu ditanyakan pada anak muda sekarang ini, saya yakin banyak yang akan mengernyitkan dahi. Nama ini rasanya terdengar asing bagi telinga anak gaul era millenium apalagi bagi mereka yang mengaku sebagai anak band. Sosoknya sebagai pemain drum tampaknya mulai tergerus oleh arus gobalisasi yang menerpa siapa pun tanpa ampun. Kebanyakan musisi muda sekarang lebih bangga mengenal pemain drum luar negeri dari pada musisi lokal. 

Keberadaannya yang jarang dikenal itulah yang membuat dirinya tenggelam dalam sebuah figur kesahajaan. Murry dalam pengabdiannya sebagai seorang seniman tampaknya tidak mau neko-neko dalam menjalani hidup. Hal ini tampak ketika Koes Plus, grup yang membesarkan namanya dan yang turut dia besarkan pula, harus mengalami masa-masa kritis akibat tergerus oleh arus penyanyi-penyanyi solo masa itu. Murry tetap bergulat dengan segala kemampuannya untuk tetap eksis di dunia musik. 

Siapa sangka, seorang Murry yang adalah musisi terkenal dari sebuah band beraliran pop harus banting setir menyanyikan lagu-lagu dangdut. Pada tahun 1980, kala Koes Plus sedang bergelut untuk tetap eksis di dunia hiburan, Murry mencoba peruntungan dengan merekam suaranya dalam sebuah album dangdut. Dengan dibantu oleh Pius, rekan sesama personel Murrys Group masa silam, Murry mengeluarkan sebuah album bertajuk Lenggak-Lenggok

Jangan dibayangkan bahwa musiknya mirip dengan Koes Plus, album ini memang merupakan full dangdut karena diiringi oleh grup orkes melayu. Saat itu Murry seakan melawan arus musik komersil masa itu. Namun nalurinya sebagai seorang seniman yang bebas mengeluarkan ekspresi membuat dia tidak segan mengumandangkan suaranya dalam musik yang mengajak joget itu.

Tentu bukan bermaksud untuk mengkhianati ketiga rekannya yang lain, manakala dia merekam album dangdut secara solo karier. Tuntutan hidup sebagai seorang kepala keluarga tentu tidak bisa dihindari yang mebuat dia harus berkarya saat itu. Toh, tampaknya sang pemimpin grup yaitu Tonny Koeswoyo mengijinkan ketiga personel lainnya untuk berkreasi di luar Koes Plus. Tonny paham bahwa sebagai musisi mereka tentu memiliki selera yang lain yang tidak bisa dituangkan dalam grup Koes Plus. bagi seniman, kebebasan untuk mengeluarkan ekspresi merupakan sebuah kemewahan tersendiri. Walaupun tentu tidak akan meninggalkan kebersamaan mereka sebagai sebuah keutuhan dalam band yang bernama Koes Plus.

Murry yang di kalangan artis dikenal sebagai seorang yang sedikit bicara namun banyak bekerja itu, seakan tidak mau diam dalam kiprahnya sebagai seorang musisi. Setahun berikutnya yaitu pada bulan Desember 1981, kembali sebuah album dangdut dirilisnya dengan judul “Non Stop Disco Dangdut”. Di mana pada album ini kita akan menjumpai lagu-lagu Koes Plus ciptaan Murry yang beriramakan dangdut atau pop melayu. Pada langkah kali ini dia bekerja sama dengan Ucok Surodipuro yang sebelumnya sukses memoles aransemen lagu-lagu Koes Plus secara medley.

Selanjutnya kita tidak banyak mendengarkan kiprah Murry benar-benar meledak dalam karya lagunya sebagaimana yang pernah terjadi pada dasawarsa ‘70an. Hanya sesekali dia muncul bersama Koes Plus dalam rekaman terbaru yang tidak begitu banyak ditanggapi dengan antusias oleh penikmat musik Indonesia masa itu. Hanya saja penggemarnya sesekali masih berusaha mengikuti kemunculan album baru grup musik senior ini. Bahkan konon beberapa album Koes Plus era ‘80an sudah tidak lagi diisi oleh gebukan drumnya lagi. Sekalipun wajahnya masih tampak dalam acting promo album di stasiun televisi kala itu.

Murry pada era ‘80an selanjutnya lebih banyak tampil di belakang layar sebagai penemu bakat penyanyi-penyanyi baru. Tersebutlah nama Yayuk Suseno yang saat itu sukses dibesut oleh Murry lewat rekaman album yang berjudul “Telaga Biru” atau “Cinta dan Sepeda Kumbang”. Begitu juga ketika dia menemukan beberapa artis pendatang baru yang lain macam Lira Rosdiana, Tetty Damayanti, dan Lies Aksmy. Nama lain yang juga cukup dikenal yaitu Nia Zulkarnaen yang juga sukses dibimbing Murry dalam berolah vokal. Public pun juga sempat dikejutkan manakala Murry muncul dengan seorang artis baru yaitu Army Bellinda menyanyikan sebuah lagu dangdut jenaka berjudul “Garuk-Garuk Kepala”.

Saat itu arus musik Indonesia memang sedang berpihak pada genre dangdut, selain pop melankolis yang juga sedang digemari masyarakat kala itu. Di sini terletak kejelian seorang Murry sebagai seniman yang mampu menangkap pasar. Biasanya Murry menggembleng penyanyi pendatang baru itu selama dua atau tiga bulan sebelum akhirnya digiring menuju dapur rekaman. Sehingga kualitas yang dihasilkan benar-benar tidak mengecewakan. Sekalipun dangdut, boleh dibilang bukan dangdut kualitas rendah. Mohon beribu maaf, tidak seperti sekarang yang asal berwajah cantik, bertubuh menarik dan penampilan menggoda maka berhak menyandang sebutan sebagai penyanyi dangdut. 

Mungkin sebagian besar dari kita sempat memiliki asumsi bahwa Murry dan Nomo Koeswoyo terlibat persaingan yang ketat bahkan cenderung “bermusuhan”. Kita akan dibuat terheran bahwa ada salah satu album Chicha Koeswoyo, yang notabene adalah putri pertama Nomo, yang aransemen musiknya digarap oleh Murry. Bahkan dia juga ikut andil menciptakan beberapa lagu di album tersebut. Album apakah itu ? Ah, coba cari  sendirilah…hehehe.

Masih meremehkan Murry ? Dia memang merupakan salah satu sosok pria terkenal yang tidak mau mengumbar popularitasnya. Kala Koes Plus benar-benar mati suri, sejak Tonny Koeswoyo meninggal dunia, Murry sempat ditawari untuk mcenjadi pelatih drum di sebuah sekolah musik. Namun tawaran itu ditolaknya. Dia tidak suka hidup dengan rutinitas yang mengikat. Bila tidak ada lagi kesibukan di dunia musik, dia akan segera pergi menyalurkan hobbynya mencari batu permata. Untuk urusan ini dia sering bekerja sama dengan Johny Indo dan Robby Sugara. 

Kadang juga dia meladeni hobbynya yang lain yaitu memancing. Kalau soal yang ini dia lebih banyak berurusan dengan Yok Koeswoyo. Sahabat karibnya dalam Koes Plus. Kalau sudah memancing, seakan tidak i8ngat waktu. Berbagai tempat pun pernah mereka kunjungi. Memancing ini murni hobby, sehingga ketika dia pulang membawa banyak ikan, segera dia bagikan kepada tetangga sekitar rumahnya.

Masih mau memandang sebelah mata ? Tidak ada yang menyangka bahwa salah seorang pemain drum kaliber dunia yang berasal dari Jepang yaitu Mr. Akira Jimbo dari grup Casiopea, saat pertama datang ke Java Jazz Festival yang dicari pertama kali adalah Murry. Ketika itu sekitar tahun 1997, saat sesi klinik drum, Akira bertanya pada Gilang Ramadhan sebagai wakil dari Indonesia mengenai sosok Murry. Saying sekali saat itu Gilang tidak bisa menjawab. Sehingga Akira tidak berhasil bertemu pemain drum idolanya itu.

Saat ini di usia yang terbilang senja, Murry masih mencoba eksis di dunia musik dengan gayanya sendiri. Beberapa kali even jumpa penggemar dia hadiri sebagai pengobat rindu dirinya dengan fans yang mengaguminya. Kemampuannya bermain drum memang makin merosot seiring usia yang makin mengejar. Namun guratan keperkasaan itu tampak masih tersisa kala dia diberi kesempatan duduk di belakang set drum yang pernah menjadi kebanggaannya dulu. 

Hari ini, saat usia mu menginjak enam puluh empat tahun, saat orang-orang menyandang predikat tua, tanpa terasa engkau telah melintasi berbagai kerikil tajam perjalanan hidup seorang anak manusia. Pahit manisnya ketenaran pernah engkau cicipi di dunia yang fana ini. Tidak ada kata lain yang pantas selain ucapan selamat meraih usia mu yang baru, pak Murry…tetap sehat dan jangan pernah lelah untuk berkarya. Kami semua penggemarmu, akan selalu merindukanmu.

Demikian yang dapat kami sajikan mengenai sosok seorang Murry. Mohon maaf atas segala kesalahan dalam rangkaian kata dan kalimat. Terima kasih atas perhatiannya. Jayalah selalu musik Indonesia.

( Okky T. Rahardjo, penggemar Murry dari Surabaya—085645705091 )