Minggu, 24 Mei 2015

Catatan Album Panbers Sound 8


            Panjaitan Bersaudara atau Panbers merupakan salah satu grup musik fenomenal yang pernah ada di Indonesia. Keberadaan grup ini tidak boleh diremehkan begitu saja. Ada banyak deretan karya manis yang pernah dihasilkan oleh keempat musisi asal Sumatera Utara ini. Salah satu bukti keseriusan mereka di blantika musik Indonesia adalah tetap menghasilkan karya secara berkelanjutan.

            Salah satu karya mereka dalam menghiasi blantika musik pop Indonesia yaitu ketika menelurkan sebuah album yang bertajuk Panbers Sound 8. Berbeda dengan Koes Plus yang menamakan serial album mereka dengan Volume, Panbers mengurutkan album mereka dengan nama Sound. Ketika sebuah grup mampu mencetak rekaman hingga lebih dari lima album maka dapat dikatakan bahwa grup tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Sementara ada beberapa band lain yang harus berguguran ketika mereka belum mencapai usia album kelima.

            Panbers Sound 8 memuat sejumlah lagu manis yang menjadi ciri khas dari grup dengan latar belakang suku Batak ini. Bahkan boleh dikatakan bahwa dalam album ini Panbers terlihat lebih dewasa dan matang daripada saat rekaman pertama mereka sebelumnya. Betapa tidak, dalam album ini penataan musik sudah lebih terdengar dengan teratur. Pemilihan kata demi kata juga terlihat begitu baik dan mudah dicerna. Pembagian komposisi lagu pun terlihat sudah mulai merata dibandingkan ketika merekam album pertama dan kedua.

            Lagu pembuka terdengar begitu manis yaitu Air Mata. Lagu yang begitu khas dengan warna vokal Benny Panjaitan ini tepat sekali dijadikan menu pembuka sebelum menikmati sajian lain dalam album yang direkam pada tahun 1974 ini. Memang warna Panbers tidak bisa dilepaskan dari vokal melankolis Benny Panjaitan. Suaranya yang terdengar bening dan jernih mampu memikat siapa pun yang mendengarnya sejak pertama kali merekam lagu Akhir Cinta. Bedanya, lagu Air Mata sudah tidak mendapatkan tambahan spoken atau kata-kata di kala interlude sedang.

            Setelah mengharu biru dengan Air Mata, Panbers menawarkan sebuah lagu berirama riang yaitu Pantun Ria. Lagu ini dinyanyikan secara bertiga oleh Benny, Doan dan Asido. Benny tetap sebagai vokal utama diikuti oleh Doan dan Asido yang menimpali pada bagian reffrein. Pantun Ria berisikan tentang kehidupan manusia yang tetap bergembira sekalipun setiap harinya diwarnai kedukaan berganti-ganti.

            Sebuah lagu abadi yang patut dikenang dalam album ini tampaknya bukan terletak pada urutan pertama namun pada posisi keenam atau bila kita memutar Piringan Hitam maka berada pada urutan pertama Muka 2. Lagu tersebut bertajuk Hari Perkawinan. Sebuah lagu yang mengisahkan sepasang anak manusia yang menjalin kehidupan berumah tangga. Lagu ini terasa cocok bila dibawakan dalam suasana pernikahan. Bahkan bila mendengarkannya akan mengundang haru bagi pengantin, orang tua atau tamu yang hadir dalam pesta resepsi pernikahan. Betapa tidak, simak kata-kata yang disajikan berikut ini “hari perkawinan, hari yang indah...meski penuh dengan air mata...air mata bahagia...”.

            Panbers tak luput membuat sebuah lagu bernuansa apresiasi pada profesi seseorang. Lagu ini terdapat pada karya Benny yang berjudul Nelayan. Lagu Nelayan dinyanyikan oleh duet legendaris Benny dan Doan secara apik sebagai penghargaan pada profesi Nelayan yang tak kenal lelah berjuang mencari ikan sekali pun menentang badai. Lagu ini diawali dengan petikan gitar khas orang yang bergembira di tepi pantai. Penghargaan serupa diulangi oleh Panbers pada Perawat ketika mereka merekam album kesembilan.

            Pembagian komposisi pada album ini sudah termasuk merata sebagaimana yang sudah dituliskan di atas. Lagu-lagu pada album ini tidak dimonopoli oleh karya Benny Panjaitan seorang diri. Doan dan Asido juga turut menyumbangkan karya yang termasuk bagus dan enak didengarkan. Doan membuat sebuah lagu berjudul Kusendiri yang didendangkannya secara duet bersama adiknya yaitu Asido. Sebagai pemain drum, Asido ternyata memiliki juga vokal yang bagus dan mampu menghasilkan karya yang baik pula. Dalam album ini kedua karyanya direkam dan dinyanyikannya sendiri yaitu Lagu & Cinta serta Penantian. Vokal Asido yang lembut mampu mencuri perhatian penggemar Panbers bahwa dia mampu bernyanyi dengan baik yang tak kalah dengan abang-abangnya.

            Hans selaku anak sulung pada album ini tidak ikut menyumbangkan karya namun diberi kesempatan untuk ikut bersuara. Sebuah lagu karya Benny Panjaitan yang berjudul Kunang-Kunang mampu dibawakan dengan baik. Sebuah lagu yang singkat namun seperti sayang untuk dilewatkan. Lagu ini terasa syahdu bila didengarkan malam hari di bawah penerangan cahaya yang minim, maka maksud lagu yang berkisah tentang adanya Kunang-Kunang akan tersampaikan dengan baik. Pada era milenium ini kata kunang-kunang pun sudah sepertinya asing bagi telinga kita.

            Panbers pada album kedelapan ini tidak melewatkan sebuah lagu berbahasa Inggris sebagaimana yang pernah tampak pada album-album sebelumnya. Sebuah lagu bertajuk Mr. Bloon dibawakan dengan riang oleh Benny/Doan/Asido. Tidak jelas yang dimaksud oleh Benny dalam lagu ini adalah seseorang atau merujuk pada sifat. Namun tampaknya lagu ini merupakan sindiran sehingga menggunakan kata Mr. Bloon. Pada lagu ini Benny kembali menunjukkan kemampuan berolah bahasa Inggris secara cepat sebagaimana pernah dilakukannya pada lagu Hai.

            Salah satu kekurangan yang tampak pada pembuatan album ini yaitu pada pembuatan cover album yang terlihat kaku di dalam studio dan masih mengedepankan sosok Benny sebagai seorang boss atau pemimpin. Hal ini terlihat dari posisi gaya Benny yang duduk paling muka sementara ketiga personel lain berdiri di belakangnya. Pose semacam ini pernah dilakukan oleh Nomo dalam grup No Koes. Sementara pada Koes Plus, The Mercy’s atau pun D’lloyd sekalipun jelas siapa yang menjadi pemimpin namun pada pose di cover mereka seperti duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Bandingkan dengan cover album pertama mereka yang lebih artistik dengan penggambaran siluet personel Panbers pada sebuah bukit.

            Pada beberapa lagu masih terlihat pengulangan nada sehingga terkesan sebuah lagu identik dengan lagu yang lainnya. Lagu Penantian karya Asido pada bagian awal mirip sekali dengan lagu Surat Akhir yang juga dinyanyikannya pada album sebelumnya. Memang tidak menjadi masalah selama yang ditiru merupakan karyanya sendiri namun kalau terlalu mirip jadi susah untuk membedakan.

            Panbers dalam rekaman kedelapan ini membuktikan kesetiaan mereka pada label Dimita. Benny Panjaitan sempat berujar pada media bahwa mereka tidak akan meninggalkan perusahaan rekaman ini sampai benar-benar Dimita kolaps. Hal ini dikatakannya mengingat Dimita merupakan label yang membesarkan nama mereka. Sehingga Panbers tidak akan tergiur untuk berpindah sekalipun banyak tawaran supaya mereka beralih posisi label. Meskipun saat itu Koes Plus sudah beralih ke Remaco dan meraih popularitas serta keuntungan yang berlimpah, namun Panbers tetap bertahan di studio rekaman milik Dick Tamimi ini.

            Penyusunan urutan lagu juga terkesan matang dikarenakan setelah sebuah lagu bernuansa slow selesai maka dilanjutkan lagu berikutnya yang terdengar riang. Namun lagu yang riang sudah terdengar manis untuk didengarkan, tidak seperti ketika mereka merekam album pertama yang masih dalam tahap pencarian jati diri sehingga lagu yang dimainkan terdengar “ribut”.

            Berikut merupakan daftar lagu yang direkam dalam Panbers Sound 8 : Air Mata (Benny), Pantun Ria (Benny), Juwita Hatiku (Benny), Lagu & Cinta (Asido), Kusendiri (Doan), Hari Perkawinan (Benny), Mr. Bloon (Benny), Kau Selalu Di Hatiku (Benny), Penantian (Asido), Kunang-Kunang (Benny) dan Nelayan (Benny).

            Demikian yang dapat saya tuliskan mengenai album Panbers Sound 8. Tidak ada maksud apa pun melalui tulisan ini selain apresiasi kebanggaan terhadap karya anak negeri yang pernah meramaikan semarak musik populer Indonesia. mohon maaf atas setiap rangkaian kata dan kalimat yang kurang berkenan. Jayalah selalu musik Indonesia.

(Okky T. Rahardjo, penggemar Panbers dari Surabaya—085645705091, 518CC94A )




Menikmati Kereta Api Bangunkarta



           Menyimak berita tergulingnya lokomotif dan gerbong Kereta Api Bangunkarta, membuat bayangan saya menerawang ketika menikmati kereta berkelas eksekutif ini. Kereta Bangunkarta merupakan kereta yang bertujuan Jakarta dengan melintasi jalur selatan. Kereta ini memiliki akronim nama sesuai beberapa kota yang dilintasinya yaitu Jombang-Madiun dan jakarta.

            Saya pernah dua kali menumpang kereta kelas mahal ini saat menuju Surabaya Gubeng dari Stasiun Kota Madiun dan sebaliknya. Saya sengaja memilih kereta yang bertarif di atas dua ratus ribu ini, mengingat kalau tujuan dekat semacam Madiun ada tarif ringan tapi memerlukan strategi tersendiri dalam pembeliannya. Bangunkarta bila dipesan jauh hari sebelumnya akan menerapkan tarif normal yaitu Rp. 288.000,00 hingga Rp. 355.000,00. Namun bila membeli pada dua jam sebelum keberangkatan maka akan berlaku harga delapan puluh ribu rupiah.

            Akan tetapi harga tersebut hanya berlaku untuk tujuan Surabaya ke Madiun. Tidak bisa untuk tujuan berikutnya yang lebih jauh. Ketentuan ini juga bisa diterapkan untuk perjalanan sebaliknya dari Madiun ke Surabaya. Konsekuensinya tentu selama persediaan tiket masih ada. Saya yakin bila hari biasa masih banyak tiket yang tersedia dibandingkan hari-hari akhir pekan atau menjelang hari Senin. Saya yang biasanya menuju Madiun menggunakan kereta ekonomi, sekali waktu itu merasa lebih nyaman mengingat dengan biaya terjangkau mampu menikmati fasilitas kelas eksekutif.

            Pilihan menggunakan kereta eksekutif dengan biaya ringan ini bagi saya merupakan sebuah alternatif yang jitu. Hal ini dikarenakan sejak 1 April 2015 semua kereta ekonomi harus mengalami penyesuaian harga baru. Bahasa gampangnya, harga tiket naik dikarenakan subsidinya dicabut. Sebagai ilustrasi, kereta Sri Tanjung yang biasanya tarif lima puluh ribu saat ini menjadi seratus ribu rupiah. Gaya Baru yang tiket subsidi seharga lima puluh lima ribu kali ini menjadi seratus sepuluh ribu. Demikian juga kereta lain yaitu Logawa dan pasundan. Saya tentu berpikir ulang bila harus ke Madiun saja mengeluarkan biaya sebesar itu. Nah dari pada naik kereta ekonomi seharga seratus ribu, sekalian saja kereta eksekutif dengan biaya delapan puluh ribu.

            Melanjutkan kembali mengenai menumpang kereta Bangunkarta. Kereta ini beranjak dari Stasiun Gubeng tepat pkl. 16.00 dan tiba di Madiun pkl. 18.39. Tidak semua dia berhenti di stasiun yang dilintasi sebagaimana kalau saya menggunakan kereta ekonomi. Stasiun Sepanjang, Boharan atau Tarik tak dihiraukannya. Hal ini membuat perjalanan menuju Madiun terasa singkat sekaligus nyaman. Apabila dari Madiun kereta berangkat pkl. 01.20 dan tiba pkl. 03.46 di Surabaya.

Perjalanan terasa nyaman dikarenakan pendingin ruangan terasa dingin hingga  melelapkan para penumpangnya. Beda dengan kereta ekonomi yang pendingin ruangnya tersedia satu di atas untuk empat baris tempat duduk. Itupun sering tidak terasa kedinginnya bahkan tak jarang juga mati sehingga memerlukan perbaikan. Pendingin ruangan di kereta eksekutif macam Bangunkarta tersedia pada tiap tempat duduk penumpang.

Mungkin yang saya ceritakan dalam tulisan ini bagi sebagian besar orang terlalu remeh, terutama bagi yang sering menggunakan fasilitas eksekutif. Namun bagi saya yang terlanjur akrab menikmati kereta kelas menengah ke bawah, maka merupakan kesenangan tersendiri ketika bisa menggunakan moda kereta eksekutif. Setiap pengecekan tiket semua penumpang disapa dengan ramah oleh petugas  kereta yang dikawal oleh bagian keamanan menyusuri gerbong demi gerbong.

Oh ya, bagian pemeriksaan tiket penumpang ini menyebutkan dirinya sebagai customer service. Lain bila kereta ekonomi yang hanya disebut sebagai kondektur. Nama customer service ini akan selalu terpampang di ujung depan dekat pintu masuk kereta. Nama dan nomor telepon tertera lengkap bagi siapa pun yang memerlukan pelayanannya.

Satu hal lagi yang membuat ketagihan menumpang kereta eksekutif yaitu adanya fasilitas selimut bagi setiap penumpang. Beberapa menit kereta melaju maka selimut akan dibagikan oleh pramugari atau pramugara yang berjalan sembari menawarkan makanan dan minuman. Nyaman sekali menggunakan kereta eksekutif ditambah adanya bacaan gratis yaitu majalah yang berisi informasi seputar pelayanan kereta api. Apalagi di setiap gerbong disediakan pula sebuah televisi yang menyajikan film-film serta acara reality show yang membuat penumpang tidak merasa jenuh dalam perjalanan.

Namun semewah apapun fasilitas yang disediakan oleh kereta kelas eksekutif terasa ada yang hilang dibandingkan ketika menumpang kereta kelas ekonomi. Ketika saya duduk di kereta kelas ekonomi saya bisa berbincang santai dengan penumpang yang ada di depan maupun samping saya. Obrolan santai seputar pekerjaan, tempat tinggal hingga kondisi negara dapat saya perbincangkan antar penumpang. Pengalaman nonton Srimulat hingga berbagi dengan seseorang yang esoknya akan bertunangan pun saya dapatkan ketika naik kereta kelas ekonomi ini. Bagi saya, kemewahan tidak dapat menggantikan keramahan.

Saya pernah menumpang kereta kelas eksekutif macam Bangunkarta dan Bima dalam perjalanan dari Madiun ke Surabaya atau sebaliknya. Jarang sekali saya menjumpai obrolan seru antar penumpang dalam kereta mewah tersebut. Perbincangan hangat kerapkali terjadi hanya pada penumpang yang saling kenal yaitu keluarga maupun rekan kerja yang berangkat setujuan. Bila penumpang tidak saling mengenal, aktivitas yang terjadi biasanya masing-masing sibuk dengan smartphone, laptop atau menarik selimut untuk tidur. Apa jadinya bila baru terlelap dalam tidur dalam perjalanan dari Stasiun Gambir Jakarta, tiba-tiba gerbong kereta mengalami anjlok keluar dari lintasan rel menjelang masuk di Stasiun Waruduwur Cirebon.

Demikian tulisan sederhana ini mudah-mudahan tidak menyakiti siapa pun. Dengan penuh rasa hormat, saya turut prihatin terhadap kecelakaan yang melanda kereta eksekutif Bangunkarta yang pernah saya tumpangi bulan lalu ini. Maju terus per-kereta api-an Indonesia.

( Okky T. Rahardjo, penggemar Kereta Api Indonesia—085645705091, 518CC94A )