Beberapa waktu lalu saya mendapatkan
kiriman sebuah buku istimewa dari seorang rekan yang berasal dari Malang. Buku tersebut berjudul “Bung Karno Penyambung
Lidah Rakyat Indonesia”. Buku bersampul merah ini terbilang istimewa karena
merupakan cetakan pertama dari terjemahan bahasa Inggris yang ditulis oleh
Cindy Adams, seorang wartawati asal Amerika Serikat. Dengan mengganti biaya
pengadaan buku serta ongkos kirim yang ditotal sejumlah selembar uang bergambar
Dwi Tunggal Proklamator, buku ini dengan selamat sampai di tangan saya.
Saat ini memang sudah beredar cetak
ulang yang entah keberapa dari buku biografi Sang Proklamator ini, namun terasa
lebih istimewa bila mendapatkan cetakan pertama dari buku yang keberadaannya
sempat menjadi kontroversi pada awal berdirinya Orde baru. Bahkan menurut kisah
beberapa orang pada tahun 1967 terdapat beberapa data yang sengaja dibelokkan
dari fakta yang sebenarnya. Adapun buku yang saya miliki ini terbitan Gunung
Agung Djakarta pada tahun 1966.
Pada buku ini wawasan saya terbuka
dengan senyatanya data bahwa Bung karno memang dilahirkan di Kota Surabaya.
Sejak tiga tahun terakhir ini memang ada sebuah penemuan data baru yang
menyatakan bahwa Soekarno atau Bung Karno dilahirkan di Surabaya menggantikan
keterangan sebelumnya yang menyebutkan beliau dilahirkan di Blitar. Hal ini
pernah diungkapkan oleh seorang wartawan senior dari Surabaya yaitu Pieter
Rohi.
Saya bukan bermaksud menyanggah atau
membandingkan data dengan bapak Pieter Rohi yang sudah sekian lamanya malang melintang
dalam dunia jurnalistik baik di Surabaya maupun di ibu kota atau
mempertentangkan data yang dimiliki oleh
sejarahwan lain. Keberadaan Bung Karno yang dilahirkan di Kota Surabaya
tertuang dengan lugas pada bab 2 halaman 29. Saat itu bab kedua yang berjudul
Putera Sang Fadjar sedang membahas mengenai kisah cinta antara Raden Sukemi
Sosrodihardjo, yang berasal dari Jawa dengan Idaju yang berasal dari Bali. Pada
saat kedua insan ini menautkan cinta mereka pada pernikahan, Soekarno
menuliskan sekilas mengenai kelahirannya di Kota Pahlawan ini.
Berikut saya ketikkan ulang sesuai
aslinya, sebuah paragraf terakhir yang berada pada halaman 29 buku yang dicetak
oleh percetakan Gita Karya ini.
“ Karena bapak merasa tidak disukai
orang di Bali, ia kemudian mengadjukan permohonan kepada Departemen Pengadjaran
untuk dipindahkan ke Djawa. Bapak dikirim ke Surabaja dan disanalah putera sang
fadjar dilahirkan. ”
Hal ini diperkuat pada halaman
berikutnya yang memuat pula alamat lengkap tempat tinggal Bung karno semasa
kecil. Berikut ini alinea kedua yang dimuat pada bab ketiga berjudul Modjokerto
: Kesedihan Dimasa Muda.
“ Dengan kakakku perempuan
Sukarmini, jang dua tahun lebih tua daripadaku, kami merupakan suatu keluarga
jang terdiri dari empat orang. Gadji bapak f25 sebulan. Dikurangi sewa rumah
kami di Djalan Pahlawan 88, neratja mendjadi f15 dan dengan perbandingan kurs
pemerintah f3,60 untuk satu dollar dapatlah dikira-kira betapa rendahnja
tingkat penghidupan keluarga kami. “
Saya tidak begitu paham, apakah
Soekarno dilahirkan di jl. Pandean sebagaimana yang diakui saat ini, namun yang
pasti melalui buku ini dapat diketahui bahwa Soekarno menjalani masa kecilnya
di jl. Pahlawan 88 sebagaimana yang terungkap di atas. Pada usia enam tahun,
Soekarno dan keluarganya pindah domisili ke Mojokerto. Di sinilah kehidupan
berikutnya dimulai. Kehidupan yang ternyata tidak lebih baik dibandingkan saat
mereka tinggal di Kota Pahlawan. Digambarkan oleh Bung karno bahwa mereka hidup
dalam suasana kemelaratan. Bahkan di bagian lain disebutkan bahwa saat umur
empat atau lima tahun, Soekarno sempat tinggal di Tulungagung di bawah asuhan
nenek dari pihak sang ayah.
Kehidupan Soekarno di kota Surabaya
dimulai lagi ketika menempuh pendidikan akademik kelas menengah. Saat itu ayahnya
menyekolahkan Soekarno di sekolah menengah yang tertinggi di Jawa Timur yaitu
HBS di kota Surabaya. HBS sendiri kependekan dari Hogere Burger School atau
setingkat SMP di masa penjajahan kolonial. Saat itu ayah Soekarno menitipkannya
di rumah seorang sahabatnya yaitu HOS Tjokroaminoto, seorang tokoh politik
terkenal.
Dalam ingatannya Bung Karno
memaparkan bahwa dia saat itu tinggal di kampung yang penuh sesak yang tidak
jauh dari sebuah kali. Kampung tersebut saking sempitnya sampai digambarkan
tidak cukup bila dilalui oleh sebuah mobil. Kampung itu disebutnya bernama Jl.
Peneleh Gang 7 Surabaya. Hal ini termuat dalam halaman 46 pada bab keempat yang
bertajuk Surabaja : Dapur Nasionalisme. Soekarno tak lupa mengingat bahwa
keluarga Tjokroaminoto yang berjumlah enam orang tinggal di bagian depan rumah,
sementara dia beserta rekan-rekan yang indekos harus menginap di bagian
belakang rumah.
Sangat membanggakan sekali menemukan
kenyataan otentik bahwa sang putera fajar,yang kelak memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia, dilahirkan dan tumbuh sebagai seorang remaja idealis di kota
Surabaya. Betapa tidak, saat saya dulu masih usia Sekolah Dasar kelas 3
mendapati pembahasan tentang Bung Karno yang disebutkan lahir di kota Blitar.
Sayang sekali buku pelajaran sejarah tersebut tidak pernah saya simpan.
Pernyataan yang menyebutkan Soekarno lahir di Blitar itulah yang mengacaukan
sebagian sejarahwan hingga seorang tokoh sekaliber presiden Republik Indonesia.
Sebuah penegasan mengenai kebanggaan
dirinya yang dilahirkan di Surabaya diungkapkan oleh Bung Karno sekali lagi
dalam sebuah alinea singkat. Saat itu dia menggambarkan kondisi revolusi di
Jakarta yang harus menunggu hadirnya dirinya yang masih baru hadir di dunia
melalui kota Surabaya. Perhatikan untaian kalimat berikut yang terdapat di
halaman 45 ini :
“ Bangsa Indonesia jang menderita
setjara perseorangan sekarang mulai menjatukan diri dan persatuan nasional
mulai tersebar. Ia lahir di Djakarta, akan tetapi sang baji baru pertama kali
melangkahkan kakinja di Surabaja. “
Terima kasih Bung karno telah pernah
lahir dan hadir di Kota Surabaya, walaupun kami tahu itu bukan pilihan dan
kehendakmu sendiri. Kami bangga seorang tokoh besar bangsa ini pernah menghiasi
dinamika Kota Surabaya, sebuah kota revolusi yang sesungguhnya.
( Okky Rahardjo,
salah seorang pengagum Soekarno, 085645705091, 518CC94A )