Minggu, 22 November 2009

Mengurai Kenangan Bersama Murry Koes Plus



Gambar di sebelah ini menunjukkan bagian dari masa kecil pak Murry. Gambar rumah yang terdapat pintu dan jendela terbuka di samping ini adalah sebuah rumah di jl. Genteng Butulan no 19 sedangkan lokasi kediaman keluarga pak Murry masa lalu adalah tepat persis di sebelahnya yang dalam gambar terdapat berbagai pot berisi tanaman. Sangat sulit bagi kami untuk menggambarkan rumah masa lalu keluarga pak Murry yang saat ini sudah tidak berbentuk bangunan lagi. Apabila kami menampilkan hanya bagian tanah yang berisikan tanaman saja rasanya sangat sulit untuk dipercaya. Akhirnya muncul ide untuk memotret bangunan rumah di sampingnya sekalian.
Bangunan rumah no 19 yang ada pada gambar di atas masih merupakan bangunan yang sesuai dengan bentuk aslinya. Sehingga bila pak Murry berkesempatan untuk menengok blog dan membaca artikel ini, mudah-mudahan timbul kenangan tersendiri. Atau kira-kira masih ingat apa tidak ya beliau dengan penghuni rumah yang notabene adalah tetangga masa kecil beliau ini. Dengan adanya gambar bangunan rumah di sebelah ini paling tidak ada bukti yang sah tentang catatan sejarah yang kami buat di tulisan ini.
Rumah masa kecil keluarga pak Murry saat ini sudah menjadi tanah yang kosong. Rumah beliau hancur dengan sendirinya oleh karena dimakan usia. Hal itu disebabkan karena memang rumah itu tidak berpenghuni lagi sejak keluarga ini pindah ke Jakarta. Wan, sahabat beliau yang dipercaya mengurus rumah saat itu memberi kabar kalau lebih baik tanahnya dijual saja karena memang bangunannya sudah tidak layak untuk ditempati. Akhirnya saat ini rumah tersebut dibeli oleh tetangga depan rumah yang bernomor rumah 38, Wan sendiri adalah sahabat pak Murry masa kecil sampai remaja yang juga merupakan tetangga beliau dan tinggal di rumah nomor 18.
Gambar di samping adalah Pak Wan, tetangga dan sahabat pak Murry kala di Surabaya. dalam suatu kesempatan kami mengajak beliau bincang-bincang dalam siaran radio acara Koes Plus Mania. Pada kesempatan itu beliau bercerita pada kami kalau pak Murry ke Surabaya selalu minta ditemani oleh dia. Malahan kalau pak Murry berbelanja, pak Wan ini bertindak sebagai bendahara dengan tugas memegang uang kembalian hasil belanja. Setiap kali menerima uang kembalian dari penjual dan diberikan ke pak Murry, selalu ditolak. Alasan pak Murry, nanti dibuat beli lagi. Namun setiap kali belanja lagi, pak Murry selalu mengambil uang yang baru lagi. Pada akhirnya kumpulan uang kembalian tadi diberikan buat pak Wan, karena mereka pergi sering dari pagi sampai malam maka uang kembalian yang terkumpul bisa mencapai Rp. 600.000,-...!!! Kami yang mendengar sangat terkejut dan berkata " Wah uang kembalian aja bisa segitu ya mau dong kalau gitu jadi pengantar belanja pak Murry, hehehehe..".
Setiap kali Koes Plus show ke Surabaya di situ pula pak Wan sering datang untuk menemui pak Murry. Ketika masa kejayaan Koes Plus tahun 1970an manggung di Gelora Pantjasila Surabaya, pak Wan bersama pemuda kampungnya pula yang sering dipercaya untuk menangani penjualan tiket. Tentu ini bukan sebagai bentuk monopoli atau istilah sekarang kolusi, namun tak lebih sebagai perhatian pak Murry untuk memberi pekerjaan pada warga kampung yang kurang beruntung. Walaupun tidak bisa berlebihan, tampaknya dengan cara itu pak Murry memberikan apresiasi terhadap kampung halaman yang membesarkan dirinya.
Ketika Koes Plus sudah tanpa Tonny Koeswoyo pun pak Wan sering diminta datang oleh pak Murry. Bahkan ketika usai manggung, pak Wan ini tidak boleh pulang namun diminta menemani pak Murry ngobrol di kamar hotel sampai pagi. Mereka berbincang tentang kabar masing-masing dan seringkali juga tentang teman-teman masa kecil mereka. Bahkan juga termasuk hal yang rahasia ( apa itu ? ya.. namanya juga rahasia, ya kami tidak tahu..). Kalau sudah begitu, pagi hari waktu pulang dia dapat titipan sangu dari pak Murry untuk keluarga pak Wan dan teman-teman yang masih ada di kampung itu.
Dalam suatu kesempatan show Koes Plus ke Surabaya, pak Wan ini tidak bisa datang menemui pak Murry, akhirnya marahlah sang drummer ini pada sahabatnya dalam perbincangan yang akrab melalui telepon" Jancuk.. Ono perlu opo se sampe gak iso teko..!!! " .
Ketika kami menemui pak Wan yang sudah hampir lima tahun ini tidak berjumpa dengann pak Murry, kami mencoba untuk menyambungkan mereka berdua dengan hubungan telepon. Kami yang kala menelepon sangat hati-hati dan penuh hormat bila berbicara dengan pak Murry, giliran pak Wan yang berbicara kami sangat kaget sekali kok dengan enak sekali pak Wan berbincang " Wooi Murr...Yo'opo kabarmu ? Jare mari operasi yoo.." Kami yang mendengar kaget sekaligus tertawa sendiri. Ya memang mereka sahabat sih jadi ya sah-sah saja. Kalau kami kan hubungan antara penggemar dengan idola, jadi ya lebih jauh hubungannya.


Gambar yang ini adalah ketika pak Wan bercerita tentang rumah pak Murry dan beliau menceritakan bagaimana mereka berdua menghabiskan masa remaja bersama. Termasuk ketika pak Murry duduk di tangga bermain gitar dan pak Wan yang diminta bernyanyi ( Jadi berarti pak Wan bagus dong vokalnya ? menurut kami, tidak juga sih hehehe.. maaf, pak..). Rumah pak Murry kala itu berada di persimpangan gang menuju jalan Genteng Muhammadiyah yang terdapat SMP tempat beliau menimba ilmu.
Menyenangkan sekali berjumpa dengan seorang sahabat pak Murry yang bisa bercerita banyak tentang beliau. Sehingga kami dengan penuh kebanggaan menjadikan beliau sebagai salah satu "saksi sejarah" terhadap personel band legendaris Koes Plus.
Pak Wan ini juga yang membantu pak Murry menawarkan Piringan Hitam album pertama Koes Plus, Dheg Dheg Plas pada cukong penjual PH di area jalan Tunjungan Surabaya yang saat itu kurang bisa diterima masyarakat pada awalnya. Karena masih saja ditolak, maka pak Wan bersama pak Murry memberikan PH itu pada beberapa teman dan keluarga mereka. Sebagian lagi sisanya dijual oleh pak Wan di BM ( Black Market--pasar gelap ) yang saat ini lokasinya ditempati pusat pertokoan Tunjungan Center ( dulu dikenal dengan nama Siola ).

Jumat, 20 November 2009

Harbano Plus, Sebuah alternatif band pelestari

Harbano Plus,
sebuah alternatif band pelestari

Sejak mulai maraknya kegiatan pelestarian karya Koes Plus di Surabaya, mulai muncul pula band yang mendedikasikan diri untuk menyanyikan lagu-lagu Koes Plus. Semua ini berangkat dari kecintaan dan kegemaran terhadap karya-karya musisi legendaris dari Jawa Timur itu. Berawal dari hobby yang kemudian juga dibekali sedikit ketrampilan bermain musik, itulah sebagian besar latar belakang munculnya band penyaji lagu-lagu Koes Plus atau yang biasa kita kenal dengan nama band pelestari.
Harbano Plus band juga tidak lepas dari fenomena tersebut. Setiap band memiliki alas an tersendiri untuk eksis dan mengekspresikan diri. Harbano Plus yang mulai memberanikan diri sebagai penyaji lagu-lagu Koes Plus di Surabaya, merupakan paduan orang-orang yang sudah mapan di pekerjaan mereka namun masih membutuhkan kepuasan dengan menyanyikan karya-karya Koes Plus.
Terdiri dari gabungan nama-nama personel, Harbano Plus telah membuktikan diri sebagai band yang bukan sekedar iseng. Beberapa kali latihan rutin seminggu sekali membuat kemampuan mereka makin terasah dalam menampilkan lagu-lagu Koes Plus. Harbano Plus merupakan akronim dari Slamet HARijanto (keyboard), BAgoes Nusanto Putro (bass guitar), SoejitNO (rhytym guitar & vocal) serta sebagai personel plus yaitu Nofandi Dwi Arisetiawan (drum) dan Djuanam (backing vocal).
Permainan musik Slamet yang memang penggemar Koes Plus dan juga merupakan seorang player khusus acara hajatan memberi warna tersendiri pada lagu-lagu yang dibawakan. Kemampuannya mengolah musik membuat pendengar terbawa ke nuansa asli Koes Plus. Begitu juga duet vocal antara Soejitno dan Djuanam memberikan nuansa nostalgia yang membawa kesan tersendiri. Apalagi pemilihan lagu yang mereka tampilkan terasa pas di setiap suasananya, seperti saat tampil di kota Malang mereka membawakan Kota Lama atau ketika hadir di hadapan publik yang beragam usia mereka menampilkan Cinta Mulia yang mengajak audiens bergoyang bersama. Belum lagi permainan bass Bagoes yang terkesan cool membuat pendengar Koes Plus dari kalangan paruh baya tidak terasa asing dengan permainan yang dibawakan. Tak lupa juga ketukan drum Fandi sebagai personel yang paling muda, mewakili usia 20-an yang masih enerjik membuat penampilan Harbano yang didominasi oleh kalangan usia senior tidak terasa monoton.
Salah satu bukti bahwa mereka tidak main-main dengan band ini adalah ketika pada akhir Mei lalu Harbano Plus tampil sebagai juara harapan II di even Festival Malang Kembali yang diadakan oleh KPKA Malang. Padahal sebelumnya mereka jarangs ekali tampil di even-even umum yang besar, terutama karena kesibukan kerja masing-masing personel. Namun seiring keberhasilan mereka di even pertama itu, membuat penggemar Koes Plus di Surabaya tidak boleh lagi memandang sebelah mata terhadap band ini. Mereka pun sudah mulai berani tampil di beberapa pentas di kalangan penggemar Koes Plus termasuk di siaran radio acara Koes Plus Mania.
Akhirnya dengan segala hormat, kami Jiwa Nusantara Surabaya memberikan apresiasi yang setingginya untuk band pelestari yang dilahirkan pada 26 Februari 2009 ini. Selamat berjuang melestarikan karya-karya Koes Plus buat rekan-rekan Harbano Plus band. Merdeka ….!!!!

Kamis, 19 November 2009

The Bottle's, band pelestari Koes Plus dari Surabaya


The Bottle's merupakan band pelestari dari kota Surabaya yang berasal dari suatu perusahaan yang sama. Kata The Bottle's sendiri merupakan identitas yang menunjukkan dari bagian mana pekerjaan mereka. Bekerja di bagian pembotolan sebuah perusahaan minyak goreng adalah latar belakang The Bottle's band. Walaupun demikian telah banyak pengalaman yang mereka tempuh sebagai band pelestari lagu-lagu legendaris Koes Plus.
Mereka sudah memiliki ketetapan hati untuk menghidupkan lagu-lagu Koes Plus di tengah sedikitnya musisi band yang mau menyanyikan atau melestarikan karya band legendaris ini. Formasi mereka memang tidak serupa dengan Koes Plus yang empat orang, mereka berjumlah tujuh orang dengan komposisi 4 pemain musik dan 3 vokalis. Akan tetapi jangan ditanya lagi soal keseriusan mereka dalam menggarap lagu-lagu Koes Plus, mereka setiap kali berlatih berusaha untuk semaksimal mungkin mirip dengan musik asli lagu Koes Plus yang dimainkan.
Personel The Bottle's Band adalah Dody (gitar), Joko ( keyboard/gitar), Takari (bass), dan Agus (drum) serta ditambah 3 vokalis yaitu Imam, Teguh dan Arif. Pengalaman tampil mereka di Surabaya adalah menjelajah beberapa kancah arena musik di berbagai even. Hasilnya mereka membuat gebrakan dengan menyanyikan lagu Koes Plus bukan hanya yang sudah populer di telinga masyarakat namun yang jarang didengar masyarakat pun mereka dendangkan. Masyarakat pecinta Koes Plus sempat dikejutkan ketika pada salah satu penampilan The Bottle's di Sun City Sidoarjo saat bulan puasa, mereka menyanyikan lagu Koes Plus album Qasidah "Jaman Wis Akhir", Walikota Surabaya dan seniman ludruk Kartolo pun sempat terpesona ketika grup ini menyanyikan lagu " Nuswantoro" yang diselingi suluk dalang oleh vokalisnya pada even Surabaya Juang 1 November lalu.
Tidak hanya itu, beberapa waktu lalu ketika mereka diundang tampil di even jazz Surabaya di hotel Garden, mereka mampu mencuri perhatian dengan menampilkan lagu-lagu Koes Plus yang sudah populer tapi dengan variasi musik jazz. Hasilnya, ketika mereka mau turun panggung karena waktu sudah habis, banyak yang terus berteriak minta mereka melanjutkan penampilan. Akhirnya permintaan itu dituruti dengan menambah beberapa lagu.
Yang terbaru adalah ketika even Nge-Koes Plus di Arek Tv Surabaya yang bekerja sama dengan Jiwa Nusantara Surabaya, The Bottle's mampu menunjukkan citra sebagai band pelestari kota Surabaya yang punya kelas. Dan itu memang sesuai dengan tekad mereka, tidak hanya akan menampilkan lagu-lagu Koes Plus yang sudah populer tapi yang selama ini terlupakan pun mereka siap untuk menggalinya. Akhirnya dengan berbangga hati, kami dari Jiwa Nusantara Surabaya memperkenalkan The Bottle's Band sebagai band pelestari Koes Plus dari kota Surabaya.

Selasa, 17 November 2009

Reportase JN Surabaya acara Nge-Koes Plus


Senin siang, beberapa anggota Jiwa Nusantara Surabaya berkumpul di area Sun City Sidoarjo. Di lokasi yang merupakan area pertokoan Giant di pusat kota udang, Sidoarjo berkumpul para penggemar Koes Plus juga disertai dengan The Bottles, band pelestari yang juga akan menjadi pengisi acara.
Hari itu kami akan mengadakan pengambilan gambar ( taping ) oleh Arek TV Surabaya untuk kepentingan acara Nge-Koes Plus edisi pertama. Instruksi berkumpul pkl. 13.30 WIB pada akhirnya harus molor sampai pkl. 15.30 WIB menunggu kesiapan kru Arek Tv yang belum lengkap berkumpul. Setelah menunggu satu jam, akhirnya semua pengisi acara masuk lokasi acara Tropis Café, yang khusus disewa guna kepentingan pengambilan gambar ini.
Beberapa kru Arek Tv mulai mengadakan pembahasan teknik acara bersama The Bottle’s mengenai lagu-lagu yang akan dibawakan, dilanjutkan dengan pembicaraan bersama dua narasumber dari JN Surabaya. Saat itu dua narasumber yang disiapkan adalah Koesyanto, selaku kolektor dan saksi hidup kejayaan Koes Plus. Konon beliau ini pada tahun 1982 pernah diajak oleh radio P2SC Jakarta untuk menemui personel Koes Plus di kompleks Haji Nawi, malah saat itu beliau menginap di kediaman Yok Koeswoyo. Sedangkan narasumber yang kedua adalah ketua JN Surabaya. Sementara itu tim lapangan Arek Tv mulai menata panggung dengan mempersiapkan backdrop panggung bergambar personel Koes Plus dari cover album volume 7 dengan menambahkan pada tulisan tengah “ Nge-Koes Plus”. Beberapa anggota JN Surabaya tampak bangga melihat hal ini, karena tampak sekali keseriusan Arek Tv mempersiapkan acara yang baru pertama ini. Hari itu rencana akan diadakan pengambilan gambar untuk dua episode langsung.
Tepat menjelang maghrib sutradara acara meminta semua yang hadir untuk berdoa tanda akan dimulainya acara. Sesudah adzan maghrib berkumandang, mulailah lagu pertama yaitu Dara Manisku yang dibawakan secara akustik. Ada kejadian yang unik di sini, saat lagu Dara Manisku usai dibawakan dan host mulai masuk, tiba-tiba dalam perjalanan menuju panggung host cantik yang bernama Desi itu terjatuh terpeleset di tangga panggung karena lantai panggung yang terasa licin. Karena adegan itu sudah masuk dalam rangkaian lagu, jadilah diadakan pengambilan gambar ulang untuk lagu Dara Manisku yang pada akhir lagu host hanya membuka acara di depan panggung.
Setelah beberapa lagu dibawakan, pada episode pertama dengan tema “ Rindu Kelelawar Dari Timur “ ini tampillah Koesyanto selaku narasumber. Host mengajukan pertanyaan seputar perkenalan narasumber terhadap Koes Plus dan kenangan terhadap lagu karya Koes Plus. Saat itu Koesyanto, yang berusia 49 tahun, mengatakan bahwa dia terkesan sekali dengan lagu Janjimu yang dia pakai untuk merayu pacar yang saat ini menjadi isterinya. Episode ini diakhiri dengan lagu Bunga Di Tepi Jalan yang diikuti tampilnya para anggota JN Surabaya ke panggung untuk bernyanyi bersama.
Setelah istirahat sejenak yang disertai jamuan makan malam dan memberi kesempatan host dan The Bottles untuk ganti pakaian, syuting untuk episode kedua pun dimulai. Diawali dengan lagu “ Bujangan “ yang dibawakan secara akustik, episode yang ber-tema-kan “ Buat Apa Susah “ dimulai. Kali ini The Bottles mampu membuat suasana menjadi meriah dengan pilihan lagu yang familiar diantaranya Kolam Susu dan Ojo Nelongso yang mampu mengajak beberapa anggota JN Surabaya maju untuk berjoget mengikuti irama lagu.
Narasumber kali ini adalah ketua JN Surabaya yang saat itu mengawali dengan salam khas komunitas penggemar Koes Plus yaitu “ Salam Jiwa Nusantara “ yang disambut dengan “ Merdeka”. Host menanyakan pada narasumber seputar aktivitas komunitas ini dan kesan terhadap personel Koes Plus yang pernah ditemui. Pada akhir dialog, host meminta narasumber untuk menyanyikan sepotong syair lagu Jemu yang dilanjutkan dengan sempurna oleh The Bottles. Sebagai penutup acara dinyanyikan lagu Buat Apa Susah secara bersama-sama.
Usai acara semua merasa puas dan gembira yang disertai hujan turun dengan deras untuk pertama kali di kota Sidoarjo. Sebagai catatan, The Bottles merupakan band yang terbentuk dari perusahaan minyak goreng dimana mereka sama-sama berada pada satu divisi yang sama, divisi pembotolan. Terima kasih, salam Jiwa Nusantara…!!!

Okky T. Rahardjo
Ketua Jiwa Nusantara Surabaya

Salam Kenal JN Surabaya





Apa jadinya bila di Surabaya tidak ada orang-orang yang nekat seperti mereka bertiga ini, maka bisa dimungkinkan nama Koes Plus akan kurang bergaung di kota Surabaya ini. Bersama mereka bertiga, tercetuslah Jiwa Nusantara Surabaya Komunitas penggemar Koes Bersaudara dan Koes Plus.
Terbentuk pada 10 November 2009, Jiwa Nusantara Surabaya lahir dengan maksud untuk melestarikan karya Koes Plus di kota ini dengan berbagai macam cara. Para pejuang itu adalah Koesyanto ( bertopi merah ), Juliadi ( jaket hitam, sebelah Koesyanto) dan Sam Sugeng ( foto bawah ) bersama Okky T. Rahardjo mencoba untuk mendedikasikan diri sebagai komunitas pencinta Koes Plus dengan mengedepankan nuansa kekeluargaan dan kebersamaan.
Even pertama adalah ketika sama-sama terlibat di Arek Tv untuk acara Nge-Koes Plus hari Senin, 16 November 2009. Terima kasih tak terhingga untuk dukungan teman-teman, ijinkan kami berkarya yang nyata untuk pelestarian karya Koes Bersaudara dan Koes Plus di kota Pahlawan ini.




SONG OF PORONG, sebuah perenungan

SONG OF PORONG
Terasa perih di hati menyaksikan kenyataan yang terjadi kehidupan terkubur lumpur hitam, kesabaran yang slalu dilukai...Terasa perih di hati, mendengarkan tangis batin yang ironi, duka lara berjuta-juta jiwa, rakyat kecil yang slalu direndahkan... Kunyanyikan lagu ini untukmu kaum petani yang terbakar matahari, kunyanyikan lagu ini utnukmu kaum nelayan yang terhempas di lautan, kunyanyikan lagy ini untukmu korban lapindo yang terhina dan tergusur kunyanyikan lagu ini untukmu kaum tertindas yang dirampas hak hidupnya..kunyanyikan kunyanyikan lagu ini..." Sebuah repertoar yang sangat menyedihkan dan memilukan hati terungkap melalui lagu karya cipta Harry Tjahyono, dibawakan dengan penuh penghayatan oleh Yon Koeswoyo bersama grup Koes Plus formasi baru yang sering juga disebut sebagai Koes Plus Pembaharuan. Beranggotakan Yon Koeswoyo ( rhytym gitar/lead vocal), Danang Raharjo (keyboard/gitar), Soni Wijaya (bass/backing vocal) dan Ruseno (drum), Koes Plus mengangkat tema kepedulian pada rakyat kecil yang tertindas melalui lagu ini. Sudah tiga tahun ini lumpur Porong tak kunjung jelas selesainya. Koes Plus sangat perlu membawa keprihatinan mereka akan nasib anak bangsa melalui lagu Song Of Porong ini. Pada lagu ini aransemen musik didukung oleh Mus Mujiono yang juga warga Jawa Timur dan turut memberi warna tersendiri pada keindahan lagu ini. 6 Desember 2008, Koes Plus melakukan pengambilan gambar di area lumpur Porong Sidoarjo bersama Laksamana Sukardi. Koes Plus memang bukanlah grup musik atau penyanyi yang rajin membawakan lagu-lagu bersaratkan kontrol sosial macam Iwan Fals, Leo Krsiti, Harry Rusli, atau The Gembell's tetapi dengan kekuatan legend-nya, manakala mereka membawakan lagu bernuansa kritik sosial macam "Song Of Porong" maka akan membawa daya tarik tersendiri baik bagi penggemarnya maupun rakyat kecil yang terwakili melalui lagu ini. Penghayatan vokal seorang Yon Koeswoyo membuktikan bahwa beliau juga memiliki kepekaan yang tinggi terhadap nasib anak bangsa yang menderita. Sebelum Song Of Porong, Yon Koeswoyo secara pribadi bersama artis-artis dari Sony Music pernah membawakan sebuah lagu "Kita Untuk Mereka" karya Glen Fredly yang dinyanyikan secara keroyokan dan rilis pada tahun 2005. Saat itu lagu tersebut didedikasikan untuk korban tragedi tsunami di Aceh tahun 2004. Koes Plus adalah kehidupan yang mampu mewakili setiap perasaan dan beban masyarakat Indonesia. "..Salam Jiwa Nusantara ! ..." dan kita membalas dengan teriakan.."Merdeka...!!!".

Berbincang dengan Wan, sahabat Murry Koes Plus


Minggu 18 Oktober 2009 lalu siaran radio acara Koes Plus Mania di Radio Pendidikan (Rapendik) 1503 AM dan 107,5 FM yang disiarkan di Dinas Pendidikan Jawa Timur, mengangkat sebuah topik yang menarik yaitu Mengenal Sisi lain Dari Murry Koes Plus. Menjadi menarik karena saat itu menghadirkan salah seorang tetangga yang juga sahabat dekat pak Murry saat berada di Surabaya. Dia adalah Wan yang sering dipanggil dengan sebutan Pak Wan atau Cak Wan. Pak Wan yang dalam kesehariannya sering menggunakan kopiah putih ini adalah tetangga satu gang dengan pak Murry. Rumah mereka sama-sama berada di Jl. Genteng Butulan, sebuah gang yang sempit yang berada di kawasan Gentengkali dan berada tepat di samping gedung Dinas Pendidikan Jawa Timur (dulu disebut dengan gedung P&K dan bekas sekolah SMAN 3 Surabaya). Wan bercerita bahwa beliau mengenal Murry sangat dekat sekali. Dalam kisahnya, beliau mengatakan kalau Murry sebenarnya dilahirkan di Jl. Kraton dekat Alun-Alun Contong (sekarang jl. Bubutan) di mana saat itu Murry kecil dititipkan di rumah kerabat selama 3 bulan. Sampai akhirnya beliau dipindahkan ke rumah orang tua yang terletak di Jl. Genteng Butulan 21 Surabaya. Rumah Wan sendiri berada di no 18.

Kenangan yang paling berkesan bersama Murry adalah ketika siang hari Murry lebih suka menyendiri bermain gitar di tangga di dalam rumahnya, Wan sebagai sahabat setia menemani sambil disuruh bernyanyi. Wan sendiri sempat satu sekolah dengan Murry saat kelas I SMP itu pun hanya sekitar 3 bulan, karena berikutnya Wan pindah ke SMP di jl. Praban. Murry saat SMP bersekolah di SMP Muhammadiyah 2 Surabaya dan melanjutkan SMA di Taman Siswa. Uniknya, saat ini justru Wan bekerja menjadi penjaga sekolah di SMP tempat Murry bersekolah dulu.

Saat SMP, Murry memiliki seorang guru yaitu Bpk. Imam Suyuti Eka yang membimbing Murry bermain musik. Pak Imam menyediakan rumahnya di Jl. Ketandan gang II untuk latihan Murry bersama teman-temannya. Bahkan sampai membentuk band bocah "Mega Ria" sebelum akhirnya Murry saat remaja bergabung dengan Irama Jangger. Dan karena melihat banyak teman-temannya yang pindah ke Jakarta untuk memulai karier musik, maka Murry mempunyai keinginan akan hal yang sama. Ayahnya semula tidak setuju. Tapi karena kegigihan hatinya, Murry akhirnya berangkat dengan modal dari hasil penjualan sepeda milik ayahnya. Ketika Murry tampil di Surabaya, Wan sering diminta datang untuk mengenang masa lalu bahkan sampai diajak menginap di hotel tempat Murry dan personel Koes Plus lain tinggal. Bila Wan tidak mau datang, maka Murry akan sangat jengkel sekali karena sudah saking rindunya beliau pada sahabat lamanya ini. Dalam kesempatan siaran ini ada pula yang bertanya, apakah Murry ada keturunan Arab sebagaimana kebanyakan pemain drum yang dulu, Wan menjawab bahwa kemungkinan garis keturunan Arab ada pada diri seorang Murry karena masih ada keluarga dan kerabat Murry yang sampai saat ini berada di Boto Putih sebuah perkampungan Arab dekat dengan komplek makam Sunan Ampel. Rumah Murry saat ini sudah tidak berbentuk rumah melainkan menjadi sebuah tanah kosong atau biasa disebut dengan "Tanah Murry". Karena bangunan yang semula bernomor 21 itu sudah hancur dengan sendirinya termakan usia dan tanah nya dibeli oleh tetangga depan rumah yang bernomor 38. Pada akhir acara Wan sempat melepas rindu dengan berbicara melalui telepon kepada Murry, sang drumer legendaris dari Surabaya.

Dialog JN Surabaya dgn Yon Koeswoyo




Berikut kami sajikan petikan wawancara antara Jiwa Nusantara Surabaya bersama dengan Yon Koeswoyo, beberapa saat sebelum penampilan beliau bersama Koes Plus di Calypso Megadisco, Surabaya. Kami mengidentifikasi sebagai JN dan Yon.
JN : Bagaimana mas Yon kisah waktu dulu masih jaman dengan Koes Bersaudara ?
Yon : Ya dulu kita sama gitar itu betul-betul sayang. Dulu rekaman itu saya anggap pengalaman yang paling dahsyat, latihannya jugasetengah mati. Dulu kan latihannya tahun '60-an duet sama mas Yok dan mas Ton waktu itu. Latihannya harus pas, nafasnya harus pas, menghembusnya bareng-bareng.
JN : Bagaimana resep Koes Plus dari tahun '60-an kok nggak buyar-buyar ?
Yon : Resepnya kok nggak buyar-buyar, mudah saja dik. Dari tahun '60an Koes Bersaudara kan yang lebih dulu. Dari dulu kami hidupnya bersama, serumah, sekamar nyanyi bareng-bareng.
JN : Hanya itu mas ?
Yon : Apalagi ya..Kalau ada persoalan jangan terlalu diperuncing. Kalau ada masalah kita salah satu mengalah, nanti kan sudah dingin lagi. Dulu saya anggap latihan itu dahsyat sekali, biasa dengar lagu2 barat kan macam Everly Brothers yang terkenal sedunia. Kala itu harus berhati-hati sekali latihannya, betul-betul memeras keringat. Itu yang akan saya beri contoh untuk generasi sekarang supaya jangan mudah menyerah.
JN : Kenapa dulu mas Nomo tidak meneruskan saja ?
Yon : Dulu mas Nomo berpikir kalau musik itu tidak bisa untuk hidup. Dulu perhatiannya pada musik kurang, terus mas Nomo bisnis jual beli mobil. Terus tahu kalau Koes Plus sukses, mas Nomo mikir " oh, musik ternyata bisa untuk hidup" kemudian ngorbitin Chicha dan akhirnya membentuk No Koes itu.
JN : Apakah Koes Plus merilis ulang album-album lamanya dan kalau ya, apa judulnya ?
Yon : Sebenarnya KP juga merilis ulang album-album lamanya tapi dengan musik baru. Namun orang itu ternyata lebih senang barang yang antik, maunya seperti rekaman yang pertama dulu. Nah, kita kan kerepotan.
JN : Kita tahu dulu kan KP sangat aktif dan produktif, bisa bikin album apa saja. Kami ini rindu kapan KP seperti dulu lagi, apa KP hanya sampai di sini saja, maksudnya tidak merilis album seperti dulu lagi ?
Yon : Seiring perubahan jaman, KP ini jiwanya berubah. Sekarang banyak yang mempengaruhi. Beban ekonomi, beban keluarga, perubahan selera juga mempengaruhi. Dulu karya kita masih murni, sekarang perubahan jaman itu mempengaruhi.
JN : Mau tanya, apa KP nggak rekaman lagu-lagu baru lagi seperti album2 Nusantara seperti dulu ?
Yon : KP saat ini lebih ngasih kesempatan untuk yang muda-muda.
JN : Ceritanya ngalah nih ?
Yon : Bukannya ngalah ya, mungkin kalah begitu ( ha..ha..ha..)
Demikian petikan wawancara singkat yang kami lakukan dengan Yon Koeswoyo beberapa waktu lalu sebelum pementasan. wawancara dilakukan secara bergantian oleh tim JN Surabaya . Wawancara ini dibantu oleh salah satu radio swasta di Surabaya yang turut mendukung penampilan Koes Plus saat itu. Mohon maaf untuk kekurangannya. Atas segala perhatiannya, terima kasih.


Salam Jiwa Nusantara



Sebuah kebanggan bisa bertenu bersama dengan Nomo Koeswoyo salah seorang personel Koes Bersaudara. Apalagi kesempatan bertemu itu bersama dengan rekan2 dari Jiwa Nusantara yang berasal dari kota-kota lain. Sebuah pertemuan yang mengesankan, merindukan, mengenangkan dan mengharukan. Kami akan sangat menantikan kesempatan bersama seperti ini lagi. Terima kasih atas pertemuan yang indah ini. Salam hormat buat mas Wasis Susilo ( pembina JN ), pak Gatot ( KPKA Malang), mas Edy Kuncoro ( KPFS Solo-bertopi dan berkumis, jongkok), mas Yanto Kerinduan ( JKPC Yogya-jongkok berkaca mata), mas Sunarno (JKPC Yogya-jongkok baju merah), pak Priyono ( JN Kudus-jongkok paling pojok kanan, bertopi), dan mas Natsir (FKPS Semarang-kaos hitam sendakep samping mas Wasis )...Semoga persaudaraan ini tetap terjaga..Salam Jiwa Nusantara..Merdeka...!!!