Akhir Maret 1987. Jarum jam seolah berdetak lambat.
Berkejar menuju waktu yang tiada satu pun dapat mengganggu. Walaupun tiada satu orang pun mau menunggu. Semua
seakan menanti sebuah ujung yang tak menentu.
Di sebuah kamar sebuah rumah sakit, seorang pria
tergolek tak berdaya. Pria itu seakan menanti sebuah jawaban yang tak pasti.
Harapan yang tak tahu kapan akan terbukti. Satu per satu rekan, sahabat dan
saudara datang menghampiri. Semangat dan doa telah berkali-kali dihaturkan.
Demi datangnya sebuah harapan.
Pria itu bernama Tonny Koeswoyo. Seorang pejuang musik Indonesia
yang sedang bergelut melawan penyakit. Sudah sekitar seminggu lebih, dia
terbaring lemas mempertahankan hidup yang seakan enggan berlama-lama hinggap di
raganya. Beberapa penggemar silih berganti menanyakan kondisi terakhir sang
maestro. Saat itu kondisi kesehatan beliau sangat memprihatinkan. Selimut tebal
menutupi tubuhnya yang sudah tinggal kulit membungkus tulang. Demikian parah
yang beliau derita, hingga tim medis perlu membuatkan lubang di perut sebagai
saluran pembuangan kotoran. Sedih melihat kondisi beliau saat itu.
Sebuah media cetak sempat menggambarkan kondisi beliau
saat itu yang terbaring dengan tersungging senyuman menghiasai bibirnya,
didampingi John Koeswoyo sang kakak. John sempat berkisah bahwa di bawah tempat
tidur terdapat sebuah ember yang siap menampung darah yang selalu mengucur
deras dari tubuh mungil Tonny Koeswoyo. Tak tahan hati ini membayangkan
bagaimana beliau menahan sakit.
Beberapa penggemar sempat menanyakan kepada sang adik
mengenai kondisi terakhir sang kakak. Saat itu Yon Koeswoyo dengan lugas member
jawaban melalui sebuah perumpamaan yang mengena “ setiap orang tentu berharap yang terbak untuk Tonny Koeswoyo..namun
harus siap untuk kondisi yang terburuk. Sebagaimana saat Ellyas Pical yang
bertanding melawan Khaosai Galaxy di Jakarta. Semua tentu menginginkan Elly
menang di kandang sendiri..Namun kalau Tuhan berkehendak lain, siapa yang bisa
menolak…”.
Januari 1987,
Ellyas Pical memang bertanding melawan Khaosai Galaxy petinju asal Thailand di
Istora Senayan. Semua mengharapkan Ellyas Pical sebagai petinju tuan rumah
memenangkan pertandingan, namun kenyataan dia harus tunduk di ronde ke-14.
Gelar juara pun harus direbut dari tangannya. Kita tahu, sejak saat itu Ellyas
Pical pun mulai merosot pamornya. Melalui perumpamaan tersebut, Yon Koeswoyo
menyatakan bahwa kita boleh saja berdoa dan optimis untuk kesembuhan Tonny
Koeswoyo, namun kalau Tuhan berkehendak lain, kita tentu harus tunduk. Ucapan
itu disampaikan oleh Yon Koeswoyo di hadapan penggemar yang mengunjunginya pada
22 Maret 1987.
John pun dalam perenungan pribadinya harus meyakinkan
diri sendiri bahwa dia harus rela bila sang adik pada akhirnya harus berpulang.
Sebuah mimpi yang menguatkan hal itu pernah menghampiri tidur malamnya.
Pada akhirnya dia sempat berucap lirih
pada Tonny yang tergeletak di ranjang rumah sakit “ Ton, kalau kamu mau memang
mau pergi..saya ikhlas, pergilah…”.
Dalam sebuah kesempatan, Nomo Koeswoyo pun sempat
berujar sekali pun kakaknya pernah mengeluarkan dirinya dari Koes Bersaudara
dia tidak dendam sedikit pun. Bahkan beliau bangga mampu memberikan sumbangsih
yang tidak sedikit demi perawatan kakak tercintanya itu. Murry yang hampir
setiap hari menjenguk, tampak tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya tatkala
menjumpai seniornya dalam bermusik itu harus mengalami kesakitan. Yok Koeswoyo
yang kebagian menerima beberapa tamu, termasuk kehadiran personel Usman
Bersaudara pun beberapa kali menangkap adanya firasat buruk dari kakaknya. Semua
tampaknya harus siap menerima kondisi yang terburuk.
Rumah sakit Setia Mitra yang terletak di Bilangan
Fatmawati Jakarta Selatan, menjadi saksi bisu adanya seorang seniman besar
Indonesia yang sedang meregang nyawa menanti ajal menjemput. Penantian itu pun
berakhir kala hari menuju Jumat tanggal dua puluh tujuh maret seribu Sembilan ratus
delapan puluh tujuh. Sekitar pukul dua puluh tiga. Sebuah tarikan nafas terakhir
menghantar kepergian Tonny Koeswoyo yang sedang tertidur, menuju ke pangkuan
Tuhan Yang Menyayanginya.
Isak tangis keluarga mengiringi tidur panjangnya. Namun
semua tetap sunyi. Tidak ada kehebohan berita besar yang mengikuti selain
guncangan di dalam hati penggemar yang ditinggalkannya. Malam itu semua
berakhir. Tidak ada lagi Nyanyian Malam yang akan didendangkan. Tidak ada lagi
Rata-Rata yang disuarakannya. Hanya keroncong Pertemuan mengiring berita
kematiannya. Semua lenyap diiring kegelapan malam.
Hari ini, tangis kami penggemarmu masih sama seperti
saat engkau pertama kali meninggalkan kami dua puluh enam tahun lalu.
Selamat
jalan Tonny Koeswoyo, tenanglah kau di alam sana.
( Okky T. Rahardjo, penggemar Koes Plus dari Surabaya - 085645705091 )