Bung Karno sangat mencintai tanaman-tanaman dan membuat
taman-taman Istana (Jakarta, Bogor,
Cipanas, Tampak Siring) seindah mungkin namun tetap serasi dengan
lingkungannya. Rumput-rumput harus tetap hijau segar sedap dipandang. Setiap
berada di Istana mana pun juga ia selalu menyempatkan diri mengelilingi taman
sambil memberi instruksi-instruksi kepada Pak Kebun atau Kepala Rumah Tangga
Istana.
Dalam tahun 1962 terjadi kemarau panjang di Indonesia.
Berbulan-bulan lamanya tak setetes pun hujan turun ke bumi. Kekeringan melanda
seluruh wilayah. Begitu pula taman di Istana. Pak Kebun memang berusaha
menyiramnya, namun banyaknya air yang ia tuangkan itu rupanya tetap tidak
mencukupi, rumput tetap menguning dan mengering.
Pada suatu sore Bung Karno duduk di beranda belakang
Istana Merdeka, tempat kesayangannya untuk bersantai sambil minum teh. Saat itu
turut menemani yaitu ajudan Bambang Widjanarko. Tidak lama kemudian datang
Bapak Harjo, Kepala Rumah Tangga seluruh Istana, dengan disertai seorang
laki-laki berpakaian Jawa lengkap. Setelah menghormat dan menyalami Bung Karno
secukupnya Pak Harjo berkata, “Pak,
inilah Bapak Pringgo yang pernah saya laporkan, datang menghadap Bapak
sekaligus membawa keris pusakanya untuk dipersembahkan pada Bapak”.
Bung Karno lalu mengangguk dan mengalihkan pandangannya
pada tamu itu. Pak Pringgo mengeluarkan sebuah keris dari sebuah bungkusan dan
menceritakan pada Bung Karno bahwa keris itu telah ratusan tahun umurnya,
berasal dari zaman Majapahit, luk lima, dan sangat bertuah, hampir semua
keinginan pemiliknya dapat terpenuhi; dan ia ingin mempersembahkan keris yang
dipujanya itu kepada Bung Karno.
Bung Karno menerima keris yang masih dalam kerangkanya
dan berkata, “Terima kasih, Pak Pringgo.
Sekarang apakah yang dapat saya berikan sebagai tanda terima kasih saya ?”.
Pak Pringgo mengatakan bahwa telah lama ia ingin
mempunyai sebuah mobil, karena itu bila Bung Karno berkenan, ia mohon sebuah
mobil.
Mendengar ucapan itu Bung Karno tersenyum lalu berkata, “Ah itu soal gampang. Bahkan kalau keinginan
saya detik ini dapat terpenuhi, dengan senang hati saya akan memberi dua
mobil”.
Dengan gembira Pak Pringgo bertanya, “Bapak ingin apa ?”.
Sambil menyerahkan kembali keris tadi pada tamunya, Bung
Karno berkata, “Coba cabutlah keris itu
dan mohon hujan turun sederas-derasnya agar rumput di tamanku ini menjadi segar
dan hijau kembali”.
Mendengar kata-kata itu Pak Pringgo menjadi pucat,
seketika menunduk dan diam.
Melihat hal demikian Bung Karno tetap berkata ramah, “Baiklah, Pak Pringgo, kalau tak bisa
sekarang bawalah keris itu terlebih dahulu dan tetaplah mohon agar hujan turun.
Kalau nanti malam atau besok pagi hujan benar-benar turun, akan saya penuhi
janji saya memberi dua buah mobil untuk Bapak”. Pak Pringgo dengan diiringi Pak
Harjo segera pamit dan mengundurkan diri.
Ternyata hujan tetap tidak turun selama beberapa bulan
kemudian.
**Dikutip dari buku “Sewindu Dekat Bung Karno” tulisan
Bambang Widjanarko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar