Menyimak berita tergulingnya
lokomotif dan gerbong Kereta Api Bangunkarta, membuat bayangan saya menerawang
ketika menikmati kereta berkelas eksekutif ini. Kereta Bangunkarta merupakan
kereta yang bertujuan Jakarta dengan melintasi jalur selatan. Kereta ini
memiliki akronim nama sesuai beberapa kota yang dilintasinya yaitu
Jombang-Madiun dan jakarta.
Saya pernah dua kali menumpang
kereta kelas mahal ini saat menuju Surabaya Gubeng dari Stasiun Kota Madiun dan
sebaliknya. Saya sengaja memilih kereta yang bertarif di atas dua ratus ribu
ini, mengingat kalau tujuan dekat semacam Madiun ada tarif ringan tapi
memerlukan strategi tersendiri dalam pembeliannya. Bangunkarta bila dipesan
jauh hari sebelumnya akan menerapkan tarif normal yaitu Rp. 288.000,00 hingga Rp.
355.000,00. Namun bila membeli pada dua jam sebelum keberangkatan maka akan
berlaku harga delapan puluh ribu rupiah.
Akan tetapi harga tersebut hanya
berlaku untuk tujuan Surabaya ke Madiun. Tidak bisa untuk tujuan berikutnya
yang lebih jauh. Ketentuan ini juga bisa diterapkan untuk perjalanan sebaliknya
dari Madiun ke Surabaya. Konsekuensinya tentu selama persediaan tiket masih
ada. Saya yakin bila hari biasa masih banyak tiket yang tersedia dibandingkan
hari-hari akhir pekan atau menjelang hari Senin. Saya yang biasanya menuju
Madiun menggunakan kereta ekonomi, sekali waktu itu merasa lebih nyaman
mengingat dengan biaya terjangkau mampu menikmati fasilitas kelas eksekutif.
Pilihan menggunakan kereta eksekutif
dengan biaya ringan ini bagi saya merupakan sebuah alternatif yang jitu. Hal
ini dikarenakan sejak 1 April 2015 semua kereta ekonomi harus mengalami
penyesuaian harga baru. Bahasa gampangnya, harga tiket naik dikarenakan
subsidinya dicabut. Sebagai ilustrasi, kereta Sri Tanjung yang biasanya tarif
lima puluh ribu saat ini menjadi seratus ribu rupiah. Gaya Baru yang tiket
subsidi seharga lima puluh lima ribu kali ini menjadi seratus sepuluh ribu.
Demikian juga kereta lain yaitu Logawa dan pasundan. Saya tentu berpikir ulang
bila harus ke Madiun saja mengeluarkan biaya sebesar itu. Nah dari pada naik
kereta ekonomi seharga seratus ribu, sekalian saja kereta eksekutif dengan
biaya delapan puluh ribu.
Melanjutkan kembali mengenai
menumpang kereta Bangunkarta. Kereta ini beranjak dari Stasiun Gubeng tepat
pkl. 16.00 dan tiba di Madiun pkl. 18.39. Tidak semua dia berhenti di stasiun
yang dilintasi sebagaimana kalau saya menggunakan kereta ekonomi. Stasiun
Sepanjang, Boharan atau Tarik tak dihiraukannya. Hal ini membuat perjalanan
menuju Madiun terasa singkat sekaligus nyaman. Apabila dari Madiun kereta
berangkat pkl. 01.20 dan tiba pkl. 03.46 di Surabaya.
Perjalanan
terasa nyaman dikarenakan pendingin ruangan terasa dingin hingga melelapkan para penumpangnya. Beda dengan
kereta ekonomi yang pendingin ruangnya tersedia satu di atas untuk empat baris
tempat duduk. Itupun sering tidak terasa kedinginnya bahkan tak jarang juga
mati sehingga memerlukan perbaikan. Pendingin ruangan di kereta eksekutif macam
Bangunkarta tersedia pada tiap tempat duduk penumpang.
Mungkin
yang saya ceritakan dalam tulisan ini bagi sebagian besar orang terlalu remeh,
terutama bagi yang sering menggunakan fasilitas eksekutif. Namun bagi saya yang
terlanjur akrab menikmati kereta kelas menengah ke bawah, maka merupakan
kesenangan tersendiri ketika bisa menggunakan moda kereta eksekutif. Setiap
pengecekan tiket semua penumpang disapa dengan ramah oleh petugas kereta yang dikawal oleh bagian keamanan
menyusuri gerbong demi gerbong.
Oh
ya, bagian pemeriksaan tiket penumpang ini menyebutkan dirinya sebagai customer
service. Lain bila kereta ekonomi yang hanya disebut sebagai kondektur. Nama
customer service ini akan selalu terpampang di ujung depan dekat pintu masuk
kereta. Nama dan nomor telepon tertera lengkap bagi siapa pun yang memerlukan
pelayanannya.
Satu
hal lagi yang membuat ketagihan menumpang kereta eksekutif yaitu adanya
fasilitas selimut bagi setiap penumpang. Beberapa menit kereta melaju maka
selimut akan dibagikan oleh pramugari atau pramugara yang berjalan sembari
menawarkan makanan dan minuman. Nyaman sekali menggunakan kereta eksekutif
ditambah adanya bacaan gratis yaitu majalah yang berisi informasi seputar
pelayanan kereta api. Apalagi di setiap gerbong disediakan pula sebuah televisi
yang menyajikan film-film serta acara reality show yang membuat penumpang tidak
merasa jenuh dalam perjalanan.
Namun
semewah apapun fasilitas yang disediakan oleh kereta kelas eksekutif terasa ada
yang hilang dibandingkan ketika menumpang kereta kelas ekonomi. Ketika saya
duduk di kereta kelas ekonomi saya bisa berbincang santai dengan penumpang yang
ada di depan maupun samping saya. Obrolan santai seputar pekerjaan, tempat
tinggal hingga kondisi negara dapat saya perbincangkan antar penumpang.
Pengalaman nonton Srimulat hingga berbagi dengan seseorang yang esoknya akan
bertunangan pun saya dapatkan ketika naik kereta kelas ekonomi ini. Bagi saya,
kemewahan tidak dapat menggantikan keramahan.
Saya
pernah menumpang kereta kelas eksekutif macam Bangunkarta dan Bima dalam
perjalanan dari Madiun ke Surabaya atau sebaliknya. Jarang sekali saya
menjumpai obrolan seru antar penumpang dalam kereta mewah tersebut.
Perbincangan hangat kerapkali terjadi hanya pada penumpang yang saling kenal
yaitu keluarga maupun rekan kerja yang berangkat setujuan. Bila penumpang tidak
saling mengenal, aktivitas yang terjadi biasanya masing-masing sibuk dengan
smartphone, laptop atau menarik selimut untuk tidur. Apa jadinya bila baru
terlelap dalam tidur dalam perjalanan dari Stasiun Gambir Jakarta, tiba-tiba gerbong
kereta mengalami anjlok keluar dari lintasan rel menjelang masuk di Stasiun
Waruduwur Cirebon.
Demikian
tulisan sederhana ini mudah-mudahan tidak menyakiti siapa pun. Dengan penuh
rasa hormat, saya turut prihatin terhadap kecelakaan yang melanda kereta eksekutif
Bangunkarta yang pernah saya tumpangi bulan lalu ini. Maju terus per-kereta
api-an Indonesia.
(
Okky T. Rahardjo, penggemar Kereta Api Indonesia—085645705091, 518CC94A )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar