Idul Fitri tahun 2015 ini disepakati oleh pemerintah
diperingati pada hari Jumat, 17 April 2015. Semua warga komplek yang Muslim dan
masih bertahan di perumahan, sepagi itu berbondong-bondong menuju Masjid yang
terletak di Blok M. Saya yang pagi ini harus berjaga lagi, hampir saja bangun
kesiangan. Bagaimana tidak kesiangan, saya baru tidur sekitar pkl. 04.00 usai
jaga bersama Pak Sul semalam.
Jadwal
jaga sudah diatur sedemikian rupa. Kami bertiga kebagian tugas masing-masing
sebanyak tujuh kali. Mengingat jumlah personel hanya bertiga maka mau tak mau
ada yang berjaga dobel pada siang dan malam harinya. Dalam jadwal pagi ini pun
saya harus berjaga lagi, walaupun semalam sudah begadang sampai dini hari.
Mungkin yang kali ini jadwal toleransi karena setiap waktunya Salat Idul Fitri
saya yang kebagian tugas jaga. Tidak apa, semua demi keamanan dan kenyamanan
bersama.
Saya
parkir sepeda motor di perempatan tikungan sambil mengawasi komplek perumahan
khususnya RT 17 yang sedang ditinggal warganya untuk sembahyang. Tidak terlalu
banyak warga yang sembahyang di sini dibandingkan tahun lalu. Hal ini mengingat
sudah banyak warga yang memilih beribadah di kampung halaman masing-masing.
Setelah suasana makin sepi saya pun berkeliling ke seluruh wilayah yang menjadi
lingkup komplek RT 17 RW 06 ini. Bagaimana pun juga segala situasi dan kondisi
harus diantisipasi dengan baik.
Di
sebuah rumah yang terletak di ujung pertigaan di bawah pohon tampak seorang
remaja duduk di atas sepeda motornya. Saya mendekati remaja tersebut sambil
bertanya “Kamu anak mana...?”. Saya
mengajukan pertanyaan tersebut karena saya tidak mengenali dia sebagai warga
lingkungan kami. Dia pun menjawab “Saya
tinggal di Blok X-10....”. Saat itu terlihat tangannya memainkan sebuah
telepon pintar berwarna putih. Saya pun bertanya lagi dengan agak jengkel “Kamu ngapain di sini...?”. Remaja pria
ini pun kembali menjawab “Main game,
pak...”. Tak pakai lama segera saya menyuruh dia pergi “Kalau sudah tidak ada keperluan, segera pulang saja...Saya bertugas keamanan
di sini. Kamu bisa saya curigai kalau terjadi sesuatu...”. Segera anak muda
ini pun segera meninggalkan lokasi. Bagaimana tidak curiga, rumahnya jauh di
blok X, sementara dia duduk tidak jelas di lingkungan blok F.
Salat
Ied pun usai. Warga sudah kembali ke rumah masing-masing dengan wajah yang
tersenyum riang. Beberapa ada yang sudah mulai menghampiri tetangga satu dengan
lainnya untuk saling berjabat mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri.
Sementara beberapa lagi memilih untuk berganti baju terlebih dulu sambil
menyiapkan hidangan untuk tamu yang akan berkunjung. Di balik tetangga yang
bergembira merayakan hari raya, ada juga Bu Sam yang bersedih karena harus
berlebaran sendirian. Suaminya masih dalam posisi pelayaran di Dumai, sementara
kakak sulungnya yang menjadi jujukan tiap lebaran sudah meninggal dunia bulan
April yang lalu.
Secara
keseluruhan kondisi dalam wilayah RT 17 sampai hari itu aman terkendali. Hanya
saja masih ada saja anak dari kampung lain yang iseng bin sengaja putar-putar masuk
blok demi blok dengan tujuan yang tidak jelas. Sebagaimana siang itu saya
menjumpai seorang anak yang mengendarai motor sambil merokok masuk ke wilayah
blok kami. Padahal sudah jelas beberapa akses jalan ditutup dengan kayu
penghalang, tapi dia masih mencoba mengelilingi gang demi gang. Mungkin mencoba
melihat situasi komplek yang sepi dan lengang. Biasanya anak yang seperti ini
bukan warga perumahan, namun warga luar yang sengaja melihat situasi perumahan
yang ditinggal mudik oleh sebagian penghuninya. Kalau sudah begini tidak ada
cara lain selain memintanya untuk keluar dan meninggalkan wilayah komplek kami.
Pagi
sekitar jam 07.30, saat warga sudah selesai menjalankan ibadah Idul Fitri saya
melihat Bu Edy yang tinggal di depan rumah beranjak pergi dengan menyewa sebuah
taksi biru berlambang burung. Bu Edy rupanya bersiap menuju bandara Juanda
bersama seorang adik iparnya. Mereka akan menuju Belitung untuk berlibur,
menyusul Pak Edy yang sudah terlebih dulu berangkat beberapa hari sebelumnya.
Beberapa tetangga pun sudah menyampaikan pesan untuk berhati-hati dalam
perjalanan. Keluarga Pak Sukari yang ada di sebelah Bu Edy pun saat itu juga
bersiap menuju Kota Gresik untuk berlebaran di sana. Bu Sum bersama ketiga
anaknya juga hendak berangkat ke Pasuruan. Komplit sepi komplek kami di hari
pertama Idul Fitri.
Siang
hari, saya berjumpa dengan Isa, petugas RW yang membawa map absensi petugas
jaga. Dia rupanya berkeliling mencari petugas jaga di RT 17, sementara RT lain
sudah ditanda tangan. Saya sengaja kalau siang tidak ngepos, lebih baik kalau
keliling. Kalau siang terasa panas jadi agak malas kalau dibuat ngepos. Hari
sudah makin terik, saya memutuskan untuk pulang dan beristirahat karena situasi
sudah cukup aman. Namun sedikit terkejut ketika di depan rumah berhenti sebuah
taksi dengan nama pengelola koperasi dari Bandara Juanda.
Saat
saya amati ternyata Bu Edy dan adiknya turun dari taksi berwarna biru itu.
Segera saya bertanya pada adik iparnya yang dijawab “Bandaranya ditutup....”. Segera saya ingat berita di televisi
semalam yang menyatakan bahwa beberapa Bandara di Jawa Timur terpaksa ditutup
karena terimbas abu Gunung Raung di Banyuangi. Bandara yang terpaksa tutup
yaitu di Malang, Jember dan terutama Bandara Juanda Surabaya. Mungkin Bu Edy
ini termasuk yang memilih opsi untuk refund sehingga pulang kembali ke rumah.
Ternyata,
di sela waktu liburan ini ada yang gembira, sedih juga ada yang kecewa karena
batal mewujudkan liburan yang sudah direncanakan. Kalau sudah begini ya mau
bagaimana lagi, namanya juga kondisi alam yang serba tidak menentu...
( Okky T. Rahardjo, 085645705091, 518CC94A )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar