Suatu siang sepulang mengajar, saya mampir ke sebuah swalayan waralaba yang terletak di jl. Kutisari Selatan. Tiada diduga saat saya mendapati seorang pedagang krupuk duduk di depan swalayan yang memiliki ciri khas warna biru itu. Setelah menyelesaikan urusan pembelian sebotol air minum mineral, saya menghampiri pedagang krupuk tersebut. Singkat cerita, ternyata yang diperdagangkan adalah krupuk yang dikenal dengan nama Samiler.
Siapa pun yang pernah tinggal di Jawa Timur, pasti tidak asing dengan krupuk Samiler. Krupuk ini merupakan makanan ringan yang terbuat dari singkong / ketela pohon. Bila dinikmati akan terasa gurih dan renyah karena olahan singkong dicampur dengan bahan-bahan lain seperti garam dan daun seledri. Beberapa tahun lalu krupuk ini masih populer di kalangan anak-anak kecil, baik di pinggiran kota maupun di pedesaan. Biasanya penjual krupuk ini mengedarkan dagangan dengan cara memikul krupuk samiler yang ditaruh pada bungkusan plastik besar.
Siang hari yang panas itu, penjual krupuk Samiler ini mengadu nasib di antara derasnya arus kuliner yang makin beragam di era modern ini. Saat ini harus diakui, krupuk samiler sudah kurang begitu dinikmati. Anak-anak metropolis sudah kurang akrab dengan makanan ringan yang terbuat dari bahan-bahan alami ini. Mereka lebih suka menikmati makanan ringan cepat saji berbahan kimia yang tersedia di berbagai toko swalayan. Penjual krupuk samiler ini pun saat ini didominasi oleh kalangan tua yang mencoba untuk bertahan hidup dengan melestarikan makanan khas tradisional Jawa Timur ini.
Saat itu dengan semangat membantu penjualan makanan ringan ini, saya mengambil seplastik isi lima krupuk samiler dengan mengganti harga Rp. 2.500,00. Krupuk yang disajikan terasa gurih dan khas di lidah saya yang sudah terlatih dengan makanan asli Jawa Timur ini. Ada sebaris kenangan dan kesan terkesan tersendiri saat menikmati krupuk ini.
Krupuk Samiler, adakah kesan di hati anda ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar