“ Kripik tempe sak sen loro wis regane..srek..esrek..esrek…” Sebaris kalimat awal pada lagu eripik Tempe itu selalu disambut dengan celotehan khas penggemar Koes Plus di Yogyakarta. Sudah sekitar empat tahun ini beberapa lagu tertentu mendapatkan imbuhan yang menarik dan bersifat guyonan termasuk diantaranya Keripik Tempe ini. Bahkan beberapa grup band pelestari dari ibu kota bahkan termasuk Koes Plus sendiri kala tampil selalu harus menyisipkan lagu ini bila ingin mendapatkan sambutan yang meriah dari penonton.
Sebagaimana bulan-bulan sebelumnya, kami meresensi album Koes Plus yang beredar pada bulan Juni. Dalam data kami terdapat album Koes Plus Pop Jawa vol 3. dalam sampul kaset produksi RMC-402 tertulis KOES Jawa vol 3. Album yang covernya menyerupai pop Indonesia vol. 12 ini beredar pada bulan Juni 1975. Album sekuel pop Jawa ini kemunculannya seakan dipaksakan sehingga tidak terlalu sukses dibandingkan dua album pop Jawa sebelumnya.
Riwayat album ini didahului oleh adanya kontrak antara Remaco dengan Koes Plus untuk membuat album bertemakan pop Jawa. Sebagai langkah awal dibuatlah kontrak untuk album Pop Jawa vol 1 dan 2 secara langsung. Sebagaimana kita ketahui dua album tersebut meledak di pasaran penikmat musik Koes Plus. Seperti biasa, untuk meraih sukses lagi secara komersil Remaco membuat kontrak untuk album Pop Jawa berikutnya. Dalam kontrak tersebut disepakati untuk membuat album pop Jawa vol. 3 dan vol. 4. namun sayang sekali album Pop Jawa vol. 3 kurang begitu mendapatkan sambutan yang layak dari pencinta musik Indonesia dan penggemar Koes Plus saat itu. Hasil penjualan album kurang begitu menggembirakan. Hal itu kelak membuat album pop Jawa berikutnya berubah versi dan irama menjadi Pop Jawa Irama Melayu.
Materi lagu di album ini sebenarnya tidak terlalu banyak berubah dibandingkan kedua album pop Jawa sebelumnya. Tetap ringan dan penuh dengan petuah yang sederhana namun penuh makna, menjadi ciri khas Koes Plus yang tidak akan mudah berubah. Komposisi duet tetap mengandalkan pada Yon dan Tonny Koeswoyo sebagaimana yang terdapat pada album-album sebelumnya. Hanya saja yang menjadi sedikit catatan adalah pada album ini vokal Yon Koeswoyo begitu menonjol menghiasi pada 9 dari 11 lagu yang ditampilkan. Dua lagu lain merupakan karya cipta Yok Koeswoyo yang dinyanyikan sendiri secara solo. Beberapa hal lain yang berbeda yaitu tidak seperti album-album yang sebelumnya dimana masih terdapat jatah Tonny Koeswoyo dan Murry mengekspresikan diri dengan bernyanyi. Bahkan kali ini Yok Koeswoyo mendapatkan jatah menyumbangkan lagu sedikit lebih banyak dari biasanya.
Melihat dari segi materi lagu pun kita melihat beberapa tampilan unik dari grup musik legendaris ini. Berawal dari sebuah lagu yang mengangkat topik tentang makanan khas Jawa Timur, Koes Plus berusaha menarik simpati masyarakat jawa Timur dengan gaya yang khas. Hampir semua daerah di Jawa Timur ini menjadikan kripik tempe sebagai makanan ringan yang khas, Koes Plus berusaha menghadirkan dengan membumbui nuansa romantisme.
Beberapa materi lagu lain mengandung nuansa kedaerahan yang semuanya mengerucut pada sebuah budaya bangsa yang memiliki nilai luhur. Sarinah merupakan contoh figur seorang gadis asli Indonesia. Nama ini mengingatkan kita pada sosok yang pernah dimunculkan oleh Ir. Soekarno, presiden RI pertama pada salah satu buku yang ditulisnya kala masa revolusi. Banyak yang mengartikan Sarinah sebagai siapa anti revolusi pasti musnah. Namun Sarinah tetap seorang gadis asli Indonesia sebagaimana yang digambarkan oleh Soekarno. Tidak heran bila saat itu beberapa musisi era orde baru mencoba mengambil sosok Sarinah ini sebagai judul lagu yang menggambarkan seorang gadis lugu nan cantik. Tidak hanya Tonny Koeswoyo pada lagu di album ini, A.Riyanto pun mencoba menghadirkan figure Sarinah pada album keroncong vol.2 milik Favourites Group.
Lagu-lagu lain yang terdapat di album ini sebenarnya tidak terlalu asing bagi telinga masyarakat penikmat musik tradisional. Pada lagu Bido-Bido Dadamu Putih kita akan terasa familiar dengan kata-kata “ning nong ning gung”. Kata-kata itu sudah khas bagi anak-anak desa yang bermain kala siang hari atau pada malam terang bulan purnama. Versi lain istilah “ning nong ning gung” ini kelak terdapat pada album Koes Plus Pop Jawa 1990 dengan judul Pak Bayan. Rambate juga salah satu istilah yang khas di kalangan petani dan warga desa untuk memotivasi supaya rajin bekerja keras. Koes Plus memodifikasi sedemikian rupa supaya dapat diterima oleh kalangan anak-anak muda penggemar musik Indonesia saat itu sehingga tidak terkesan “ndeso” tapi tetap memiliki nilai luhur.
Petuah luhur jawa dapat kita simak pada lagu Aja Dumeh dan Aja Ngece. Lagu karya Yok Koeswoyo Aja Dumeh mengingatkan kita pada filosofi Jawa yang sering diucapkan oleh presiden RI ke-2 yaitu Soeharto. Filosofi berupa nasehat itu berbunyi “ aja kagetan, aja nggumunan lan aja dumeh”. Yok Koeswoyo mencoba menjelaskan arti aja dumeh dalam kehidupan sehari-hari melalui lagu yang ditulisnya itu. Aja ngece mengingatkan kita pada pentingnya persaudaraan dan menyayangi orang lain yang status ekonominya lebih rendah dari pada kita. Koeswoyo senior, ayah tiga bersaudara di Koes Plus pun turut menyajikan sebuah lagu yang diciptakan olehnya. Seperti biasa pula, khas dengan istilah yang unik, sederhana dan ringan untuk didengarkan. Mbek-Mbe judul lagu itu yang dibawakan oleh Yon Koeswoyo dengan dibantu oleh Tonny Koeswoyo.
Sebelum mengakhiri album ketiga pop Jawa ini Koes Plus kembali menghadirkan makanan khas Jawa Timur sebagai tema lagu. Rujak Cingur merupakan sebuah lagu yang unik dengan menyebutkan jenis-jenis rujak yang menjadi makanan khas Jawa Timur ini. Rujak Cinbgur, Rujak Dondong, Rujak Nanas dan Rujak Wuni dihadirkan sesuai selera beserta pesan yang ingin disampaikan pada lagu tersebut.di sini kita dapat melihat lagi jeniusnya seorang Tonny Koeswoyo dalam meramu apa yang ada di sekitarnya menjadi sebuah petuah yang ringan tanpa harus terkesan menggurui.
Ada dua lagu lain yang juga tidak kalah uniknya untuk disimak. Yon Koeswoyo dalam karya Surate Wanita seakan ingin bercerita bagaimana sikap dia ketika menghadapi seorang penggemar yang berkirim surat kepadanya. Belum pernah berjumpa dan berinteraksi kok malah sudah menyatakan suka dan sayang melaui surat. Sebuah ungkapan yang jujur dan apa adanya, mungkin sulit kita jumpai lagu seperti ini pada era yang serba terbuka seperti saat ini. Kebun Melati juga termasuk lagu yang menurut kami unik, betapa tidak di sini terdapat sebuah parikan (pantun) yang salah ucap tapi sudah telanjur jadi lagu. coba kita simak syair berikut :
Wis rong taun jare kenal karo kenyo,
Omahe tengah kebun melati
Ati bingung jare nandang loro bronto,
Tansah kelingan kebun melati
Biasanya sebuah pantun itu pada baris ke-1 dan 2 merupakan sampiran dan baris 3-4 disebut isi atau pesan yang disampaikan. Tapi uniknya, Yok Koeswoyo malah mengulangi kata kebun melati di akhir pantun yang dia ucapkan. Pada bagian lain lagu ini beberapa pantun diucapkan dengan begitu indah dan seimbang, “ bandeng campur uyah kok pindang dadine, seneng opo susah gaweane dewe, dll….” Hanya bagian reffrein tadi yang terasa unik, tapi karena sudah telanjur jadi lagu tetap enak dan nyaman untuk kita dengarkan.
Album ini ditutup dengan sebuah lagu yang juga tidak kalah unik, Njai Inda Indo. Konon lagu ini merupakan sejenis mantera yang sering diucapkan untuk permainan sejenis jaelangkung yang sering dimainkan kala mereka masih menghabiskan masa kecil di Tuban. Tonny Koeswoyo mencoba meramu menjadi sebuah lagu yang enak untuk didengarkan. Bahkan supaya menambah kesan mistis ditambah pula dengan suasana bunyi angin dan genuruh yang besar. Beberapa sumber mengatakan bila bunyi-bunyian itu berasal dari suara kacang hijau yang diayak seperti beras. Hal itu dilakukan karena saat itu belum memungkinkan adanya teknologi sound effeck.
Kesimpulan kami, lagu-lagu di album ini sebenarnya tidak kalah menarik dibandingkan dua album pop Jawa sebelumnya. Memang secara musik masih “kurang rame” dibandingkan pop Jawa vol.2 namun pesan yang ingin disampaikan oleh Koes Plus tidak kalah luhur melalui lagu-lagu yang dinyanyikan.
Secara keseluruhan, berikut isi lagu-lagu di album Pop Jawa vol. 3 ini : Keripik Tempe, Sarinah, Bido-Bido Dadamu Putih, Aja Dumeh, Rambate, Surate Wanita, kebun Melati, Aja Ngece, Mbek-Mbe, Rujak Cingur, Njai Inda Indo.
Akhir kata, tulisan ini hanya sekedar pengamatan terbatas dari seorang penggemar Koes Plus yang masih “level pemula”. Tetap butuh masukan dan kritik untuk menambah wawasan tentang per-Koes Plus-an. Terima kasih atas segala perhatiannya. Merdeka…!!!
( Okky T. Rahardjo – Ketua JN Surabaya, 085645705091 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar