Senin, 17 Juni 2013

Murry, Sosok Seniman Populer Yang Bersahaja


 
Siapakah Murry ? Bila hal itu ditanyakan pada anak muda sekarang ini, saya yakin banyak yang akan mengernyitkan dahi. Nama ini rasanya terdengar asing bagi telinga anak gaul era millenium apalagi bagi mereka yang mengaku sebagai anak band. Sosoknya sebagai pemain drum tampaknya mulai tergerus oleh arus gobalisasi yang menerpa siapa pun tanpa ampun. Kebanyakan musisi muda sekarang lebih bangga mengenal pemain drum luar negeri dari pada musisi lokal. 

Keberadaannya yang jarang dikenal itulah yang membuat dirinya tenggelam dalam sebuah figur kesahajaan. Murry dalam pengabdiannya sebagai seorang seniman tampaknya tidak mau neko-neko dalam menjalani hidup. Hal ini tampak ketika Koes Plus, grup yang membesarkan namanya dan yang turut dia besarkan pula, harus mengalami masa-masa kritis akibat tergerus oleh arus penyanyi-penyanyi solo masa itu. Murry tetap bergulat dengan segala kemampuannya untuk tetap eksis di dunia musik. 

Siapa sangka, seorang Murry yang adalah musisi terkenal dari sebuah band beraliran pop harus banting setir menyanyikan lagu-lagu dangdut. Pada tahun 1980, kala Koes Plus sedang bergelut untuk tetap eksis di dunia hiburan, Murry mencoba peruntungan dengan merekam suaranya dalam sebuah album dangdut. Dengan dibantu oleh Pius, rekan sesama personel Murrys Group masa silam, Murry mengeluarkan sebuah album bertajuk Lenggak-Lenggok

Jangan dibayangkan bahwa musiknya mirip dengan Koes Plus, album ini memang merupakan full dangdut karena diiringi oleh grup orkes melayu. Saat itu Murry seakan melawan arus musik komersil masa itu. Namun nalurinya sebagai seorang seniman yang bebas mengeluarkan ekspresi membuat dia tidak segan mengumandangkan suaranya dalam musik yang mengajak joget itu.

Tentu bukan bermaksud untuk mengkhianati ketiga rekannya yang lain, manakala dia merekam album dangdut secara solo karier. Tuntutan hidup sebagai seorang kepala keluarga tentu tidak bisa dihindari yang mebuat dia harus berkarya saat itu. Toh, tampaknya sang pemimpin grup yaitu Tonny Koeswoyo mengijinkan ketiga personel lainnya untuk berkreasi di luar Koes Plus. Tonny paham bahwa sebagai musisi mereka tentu memiliki selera yang lain yang tidak bisa dituangkan dalam grup Koes Plus. bagi seniman, kebebasan untuk mengeluarkan ekspresi merupakan sebuah kemewahan tersendiri. Walaupun tentu tidak akan meninggalkan kebersamaan mereka sebagai sebuah keutuhan dalam band yang bernama Koes Plus.

Murry yang di kalangan artis dikenal sebagai seorang yang sedikit bicara namun banyak bekerja itu, seakan tidak mau diam dalam kiprahnya sebagai seorang musisi. Setahun berikutnya yaitu pada bulan Desember 1981, kembali sebuah album dangdut dirilisnya dengan judul “Non Stop Disco Dangdut”. Di mana pada album ini kita akan menjumpai lagu-lagu Koes Plus ciptaan Murry yang beriramakan dangdut atau pop melayu. Pada langkah kali ini dia bekerja sama dengan Ucok Surodipuro yang sebelumnya sukses memoles aransemen lagu-lagu Koes Plus secara medley.

Selanjutnya kita tidak banyak mendengarkan kiprah Murry benar-benar meledak dalam karya lagunya sebagaimana yang pernah terjadi pada dasawarsa ‘70an. Hanya sesekali dia muncul bersama Koes Plus dalam rekaman terbaru yang tidak begitu banyak ditanggapi dengan antusias oleh penikmat musik Indonesia masa itu. Hanya saja penggemarnya sesekali masih berusaha mengikuti kemunculan album baru grup musik senior ini. Bahkan konon beberapa album Koes Plus era ‘80an sudah tidak lagi diisi oleh gebukan drumnya lagi. Sekalipun wajahnya masih tampak dalam acting promo album di stasiun televisi kala itu.

Murry pada era ‘80an selanjutnya lebih banyak tampil di belakang layar sebagai penemu bakat penyanyi-penyanyi baru. Tersebutlah nama Yayuk Suseno yang saat itu sukses dibesut oleh Murry lewat rekaman album yang berjudul “Telaga Biru” atau “Cinta dan Sepeda Kumbang”. Begitu juga ketika dia menemukan beberapa artis pendatang baru yang lain macam Lira Rosdiana, Tetty Damayanti, dan Lies Aksmy. Nama lain yang juga cukup dikenal yaitu Nia Zulkarnaen yang juga sukses dibimbing Murry dalam berolah vokal. Public pun juga sempat dikejutkan manakala Murry muncul dengan seorang artis baru yaitu Army Bellinda menyanyikan sebuah lagu dangdut jenaka berjudul “Garuk-Garuk Kepala”.

Saat itu arus musik Indonesia memang sedang berpihak pada genre dangdut, selain pop melankolis yang juga sedang digemari masyarakat kala itu. Di sini terletak kejelian seorang Murry sebagai seniman yang mampu menangkap pasar. Biasanya Murry menggembleng penyanyi pendatang baru itu selama dua atau tiga bulan sebelum akhirnya digiring menuju dapur rekaman. Sehingga kualitas yang dihasilkan benar-benar tidak mengecewakan. Sekalipun dangdut, boleh dibilang bukan dangdut kualitas rendah. Mohon beribu maaf, tidak seperti sekarang yang asal berwajah cantik, bertubuh menarik dan penampilan menggoda maka berhak menyandang sebutan sebagai penyanyi dangdut. 

Mungkin sebagian besar dari kita sempat memiliki asumsi bahwa Murry dan Nomo Koeswoyo terlibat persaingan yang ketat bahkan cenderung “bermusuhan”. Kita akan dibuat terheran bahwa ada salah satu album Chicha Koeswoyo, yang notabene adalah putri pertama Nomo, yang aransemen musiknya digarap oleh Murry. Bahkan dia juga ikut andil menciptakan beberapa lagu di album tersebut. Album apakah itu ? Ah, coba cari  sendirilah…hehehe.

Masih meremehkan Murry ? Dia memang merupakan salah satu sosok pria terkenal yang tidak mau mengumbar popularitasnya. Kala Koes Plus benar-benar mati suri, sejak Tonny Koeswoyo meninggal dunia, Murry sempat ditawari untuk mcenjadi pelatih drum di sebuah sekolah musik. Namun tawaran itu ditolaknya. Dia tidak suka hidup dengan rutinitas yang mengikat. Bila tidak ada lagi kesibukan di dunia musik, dia akan segera pergi menyalurkan hobbynya mencari batu permata. Untuk urusan ini dia sering bekerja sama dengan Johny Indo dan Robby Sugara. 

Kadang juga dia meladeni hobbynya yang lain yaitu memancing. Kalau soal yang ini dia lebih banyak berurusan dengan Yok Koeswoyo. Sahabat karibnya dalam Koes Plus. Kalau sudah memancing, seakan tidak i8ngat waktu. Berbagai tempat pun pernah mereka kunjungi. Memancing ini murni hobby, sehingga ketika dia pulang membawa banyak ikan, segera dia bagikan kepada tetangga sekitar rumahnya.

Masih mau memandang sebelah mata ? Tidak ada yang menyangka bahwa salah seorang pemain drum kaliber dunia yang berasal dari Jepang yaitu Mr. Akira Jimbo dari grup Casiopea, saat pertama datang ke Java Jazz Festival yang dicari pertama kali adalah Murry. Ketika itu sekitar tahun 1997, saat sesi klinik drum, Akira bertanya pada Gilang Ramadhan sebagai wakil dari Indonesia mengenai sosok Murry. Saying sekali saat itu Gilang tidak bisa menjawab. Sehingga Akira tidak berhasil bertemu pemain drum idolanya itu.

Saat ini di usia yang terbilang senja, Murry masih mencoba eksis di dunia musik dengan gayanya sendiri. Beberapa kali even jumpa penggemar dia hadiri sebagai pengobat rindu dirinya dengan fans yang mengaguminya. Kemampuannya bermain drum memang makin merosot seiring usia yang makin mengejar. Namun guratan keperkasaan itu tampak masih tersisa kala dia diberi kesempatan duduk di belakang set drum yang pernah menjadi kebanggaannya dulu. 

Hari ini, saat usia mu menginjak enam puluh empat tahun, saat orang-orang menyandang predikat tua, tanpa terasa engkau telah melintasi berbagai kerikil tajam perjalanan hidup seorang anak manusia. Pahit manisnya ketenaran pernah engkau cicipi di dunia yang fana ini. Tidak ada kata lain yang pantas selain ucapan selamat meraih usia mu yang baru, pak Murry…tetap sehat dan jangan pernah lelah untuk berkarya. Kami semua penggemarmu, akan selalu merindukanmu.

Demikian yang dapat kami sajikan mengenai sosok seorang Murry. Mohon maaf atas segala kesalahan dalam rangkaian kata dan kalimat. Terima kasih atas perhatiannya. Jayalah selalu musik Indonesia.

( Okky T. Rahardjo, penggemar Murry dari Surabaya—085645705091 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar