Sabtu malam, 17 Januari 2015 sekitar pkl. 22.00, Nara
yang sudah tidur terlelap tiba-tiba muntah. apa yang sudah dia konsumsi saat
itu keluar tanpa kompromi, sekalipun dia tidak banyak makan apa pun malam itu.
Muntahnya Nara ini sebenarnya lanjutan dari hari Jumat malam sekitar pkl. 01.00
( Sabtu dini hari). Ada banyak hal yang bisa diduga sebagai penyebab.
Diantaranya karena dia sempat memakan buah yang tanpa disadari sudah basi. Buah
tersebut tersaji dalam semangkuk es yang tidak bisa ditebak bagian mana yang
sudah tidak layak makan. Seharian berikutnya dia pun juga tidak mau mengisi
perutnya kala waktu makan tiba. Jadila pertahanan fisiknya melemah.
Segera saja ketika dia muntah Sabtu malam itu, ayah dan
ibu berinisiatif membawanya ke sebuah Puskesmas setempat. Mengendarai sepeda
motor di sela gerimis yang mengucur, Nara didekap ibu dalam perjalanan menuju Puskesmas
Takeran. Perjuangan menembus malam saat itu terasa sia-sia ketika petugas
Puskesmas tidak bisa menerima pasien dikarenakan kondisi ruangan yang sudah
penuh. Nara juga tidak sempat diperiksa hanya dianjurkan langsung ke rumah
sakit besar saja yaitu RSUD Dr. Soedono Madiun. Takeran memang masuk wilayah
Magetan, namun rujukan medis terdekat tertuju pada rumah sakit yang ada di
kawasan Madiun. Hal ini mengingat rumah sakit yang masuk wilayah Magetan masih
terlampau jauh letaknya.
Setelah pulang sejenak, akhirnya diputuskan untuk membawa
Nara ke rumah sakit di Madiun sesuai anjuran petugas Puskesmas. Sekalipun tanpa
surat tertulis, saat itu kami meyakini bahwa kalau dalam keadaan darurat tentu
pihak rumah sakit tidak akan menolak. Pertimbangan berikutnya yaitu bagaimana
cara membawa Nara ke rumah sakit Madiun. Apakah akan menembus malam lagi yang
kala itu sedang dilanda hujan rintik-rintik atau apakah ada cara lain. Jadilah
mbah putrinya (Mbah Ti) mencoba menghubungi salah seorang tetangga yang punya
mobil. Usaha mengganggu tetangga malam itu berhasil dengan bersedianya mantan
kepala desa yang tinggal tak jauh dari rumah untuk mengantar dengan mobilnya.
Ibu, Nara dan mbah Ti serta adik ibu yaitu om Andre mengantar Nara menuju rumah
sakit yang terletak di kawasan pusat kota Madiun. Sementara ayah menyusul
menggunakan motor sendirian.
Setiba di rumah sakit, ayah segera mengurus administrasi
awal mengenai identitas pasien serta kelengkapan lain yang diperlukan. Setelah
diperiksa oleh dokter jaga di bagian IRD maka diputuskan bahwa Nara harus
opname di rumah sakit yang berada di jl. Dokter Soetomo itu. diagnosis awal
oleh dokter yang menerima yaitu Nara mengalami kekurangan cairan akibat muntah
banyak namun tidak banyak yang mengisi perutnya. Selanjutnya Nara dibawa menuju
ke ruangan perawatan anak yang terletak di lantai atas. Sementara itu ayah
mengurus administrasi sambil menebus obat yang diresepkan oleh dokter jaga.
Saat itu dokter jaga mengatakan bila ruangan yang tersedia tinggal satu tempat
tidur di kamar kelas tiga. Ayah pun menyetujui penempatan Nara di situ,
mengingat secara kebetulan Nara sudah dimasukkan dalam jaminan BPJS kategori
kelas tiga.
Ketika berada di ruang Melati yang terletak di lantai dua
inilah drama perawatan Nara dimulai. Saat ayah sudah menyusul di ruangan itu,
Nara masih belum ditangani. Wajahnya masih terlihat pucat dalam gendongan ibu.
Saat itu masih ada seorang lagi pasien yang ditangani oleh petugas medis di
“ruang eksekusi”. Kami menamakan sebuah bilik sebagai ruang eksekusi karena di
sinilah seorang anak ditangani terlebih dulu sebelum akhirnya dimasukkan ke
kamar yang tersedia untuk masing-masing pasien. Samar terdengar bahwa pasien
yang sedang ditangani bernama Haikal yang berumur sekitar 7-8 tahun. Saat itu
dia mengalami luka di kaki yang tak terlalu jelas penyebabnya.
Giliran berikutnya Nara yang ditangani di ruang eksekusi.
Seorang dokter muda pria berwajah India segera menangani Nara dibantu oleh tiga
orang suster. Ketika Nara dibaringkan oleh ibu di brankar yang menjadi tempat
penanganan, Nara mulai protes. Saat itu Ibu dan ayah yang berusaha membantu
memegang Nara diminta menunggu sambil duduk di luar bilik. Ayah dan ibu sempat
miris mendengar Nara yang menangis sambil berteriak kesakitan “atit bu..atit bu..sama ibu..ibu sini..sudah
bu…”. Ayah dan ibu cuma bisa terdiam, terpaku dan tak kuasa berbuat apapun.
Mengingat saat itu Nara sudah menjadi bagian penanganan para tim medis. Mau
menolong jelas tidak mungkin, tidak menolong tapi kok sepertinya tidak tega.
Mungkin kedua hal itulah yang sempat berkecamuk dalam pikiran ayah dan ibu.
Sekilas terlihat ibu menitikkan air mata, ayah pun gelisah mendengar tangis
putri pertamanya ini. Mereka risau dalam usia yang masih menginjak dua tahunan
sudah dua kali masuk rumah sakit yang sama. Saat pertama kali yaitu ketika hari
pertama dia lahir ternyata tidak mau respon menerima cairan.
Setelah sekitar sepuluh menit Nara “dieksekusi” oleh tim
medis dengan hasil adanya jarum infus yang menempel di tangan kiri, Nara pun
diboyong menuju ruangan kamar. Ruang Melati kamar III D menjadi hunian
sementara Nara sejak malam itu untuk beberapa hari selanjutnya. Total penghuni
ruangan pada malam itu sebanyak enam anak. Nara malam itu tertidur ditunggui
oleh ibu, ayah dan mbah ti yang memutuskan untuk tidak pulang.
Pada malam inilah kisah perawatan Nara dimulai. Saat
inilah mulai terbayang betapa menderitanya anak usia dua tahun tujuh bulan ini
yang harus dirawat di rumah sakit dengan segala hal yang harus dihadapi
berikutnya. Di sinilah salah satu ujian berat yang harus dialami oleh ayah dan
ibu selaku orang tua. Sepintas apa yang dialaminya saat ini hampir sama dengan
kala dia masih berusia beberapa jam setelah lahir yaitu kekurangan cairan.
Mudah-mudahan penanganan yang baik dialami Nara saat ini. Ya Tuhan, pakailah
tim medis untuk bekerja dengan baik. Pada mereka lah kami percaya Engkau sudah
menitipkan kuasa-Mu yang tak terbatas itu.
( Okky T. Rahardjo, 085645705091, okkie_rahardjo@yahoo.com, 518CC94A )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar