Kantor BPJS saat jam buka |
K
Pembagian nomor urut panggilan |
Setiap
kali pasien dirawat di rumah sakit tentu harus memiliki jaminan pembiayaan yang
baik. Bagi yang mampu secara finansial tentu tidak masalah bila mengeluarkan
biaya secara mandiri. Beberapa orang lagi ada yang mengandalkan asuransi
kesehatan yang sudah diikutinya. Namun sebagian besar ada yang menyerahkan
urusan pembiayaan kesehatan dengan mengikuti program BPJS Kesehatan. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi beban biaya sebagaimana yang sering disampaikan
dalam program pemerintah.
Ketika
Nara dirawat di rumah sakit hingga beberapa hari tentu akan merupakan kesulitan
tersendiri dalam segi pembiayaan. Namun ayah sudah jauh hari mengantisipasi
dengan mendaftarkan satu keluarga yang tersusun dalam Kartu Keluarga untuk
menjadi peserta BPJS. Dalam hal ini ayah, ibu dan Nara sudah terdaftar sejak
bulan Oktober sebagai peserta BPJS Kesehatan secara mandiri. Siapa juga yang
mau sakit, namun ketika harus mengalami kendala kesehatan seperti ini maka
segala sesuatunya sudah diantisipasi.
Sejak
Nara masuk rumah sakit dan diputuskan untuk opname, maka ayah menunjukkan pada
dokter jaga kartu BPJS Kesehatan atas nama Christina Elvira (nama aslinya
Nara). Ketika kartu itu sudah ditunjukkan maka segala keperluan pembiayaan
mulai penginapan, perawatan hingga obat-obatan tidak perlu ditanggung sendiri.
Setiap kali menebus obat, maka ayah tinggal menyodorkan kartu pengambilan obat
beserta resep yang dilampiri juga foto kopi kartu BPJS. Dengan itu obat sudah
bisa diambil tanpa menebus biaya. Tak terkira bila setiap resep harus ditanggung
sendiri. Mengingat setiap pengambilan obat harga yang tertera pada nota kasir
sebagian besar di atas seratus ribu rupiah dan itu sudah berlangsung selama
tiga kali. Yang keempat hanya sebesar delapan belas ribu rupiah untuk obat
terakhir.
Sementara
itu bagi pasien yang menjalani rawat inap harus segera pula mengurus Surat
Elegibilitas Peserta (SEP) yang dikeluarkan oleh kantor BPJS rumah sakit
setempat. Surat ini kurang lebih merupakan surat keterangan menginap yang
membebaskan peserta BPJS dari biaya penginapan. Nah karena Nara masuk rumah
sakit pada Sabtu malam, maka ayah baru bisa mengurus SEP ini pada hari Senin.
Saat itu ayah mendapatkan keterangan dari salah seorang perawat bila mengurus
SEP harus datang pagi-pagi sekali usai subuh untuk mendapatkan nomor antrian.
Senin
pagi, sekitar pkl. 04.50 ayah bergegas menuju kantor BPJS RSUD Dr. Soedono
sambil membawa map berisi berkas-berkas yang diperlukan. Benar saja, ternyata
sepagi itu sudah antri ratusan orang di ruang tunggu padahal kantor masih tertutup
rapat. Celakanya lagi, di pintu kantor memasang tulisan buka pkl. 07.00-11.30.
Nah kalau begitu ini antre apa dong….Dari hasil bisik-bisik antar penunggu,
ternyata mereka di situ antre nomor panggilan. Biasanya yang membagi petugas
keamanan setempat. Saat itu terlihat para penunggu yang berjuang mendapatkan
nomor antrean duduk mengisi kursi ruang tunggu berjajar rapi sampai ada juga
yang berdiri berbaris secara teratur.
Tepat
pkl. 05.10 seorang petugas keamanan datang membagikan nomor antrean. Secarik
kertas itu diberikan mulai dari yang duduk di barisan depan ke samping hingga
ke belakang. Selanjutnya yang berdiri mulai ujung depan hingga belakang
menerima nomor antrean juga secara tertib. Semua menyadari siapa yang datang
lebih dulu dan yang kemudian, sehingga tidak ada satu pun yang saling
menyerobot. Rupanya sudah diatur sedemikian rupa. Sehingga siapa yang
mendapatkan tempat duduk lebih awal, dia yang akan mendapatkan nomor urutan
panggilan lebih dulu.
Ayah
yang berdiri di barisan tengah mendapatkan nomor urut 106. Padahal pengantre
lain di depan ayah mendapatkan nomor 104. Nah siapa yang mendapatkan nomor 105,
mungkin kartu nya hilang tanpa disadari oleh petugasnya. Usai semua mendapatkan
nomor urut panggilan, barisan pengantre ini pun bubar dengan sendirinya. Mereka
pulang ke rumah atau berbalik ke kamar pasien untuk selanjutnya kembali lagi mengantre
pada pkl. 07.00 saat kantor BPJS sudah mulai beroperasi.
Menjelang
pkl. 08.00 ayah sudah mendapatkan panggilan pengurusan sesuai nomor yang diurutkan.
Persyaratan yang diminta sudah dibawa yaitu Kartu Kontrol Obat, Surat Jaminan
Pelayanan, Surat Pengantar Pasien IRD hingga Surat Pengantar Ruangan. Tak lupa
harus disertakan kartu BPJS asli. Aduh, ayah sempat lupa membawa karena
tertinggal di ruangan di dalam dompet ibu. Ayah hanya membawa foto copinya
saja. Ayah pun diminta mengambil dan ketika kembali langsung saja menuju meja
pengurusan tanpa harus antre lagi. Tak lama SEP pun selesai.
Luar
biasa budaya antre yang diterapkan oleh pihak RSUD Dr. Soedono Madiun. Yang
begini ini belum tentu bisa dijumpai di Surabaya, yang bisa jadi siapa datang
awal akan mendapatkan nomor belakangan dan yang antre belakangan jadi dapat
nomor awalan. Tertibnya antrean ini membuat satu dengan lainnya saling
bertoleransi. Hanya saja kalau kelewatan panggilannya, resiko ditanggung
sendiri. Seperti yang dijumpai ayah pada keesokan harinya di ruang tunggu
depan. Ada seorang bapak yang sebelumnya berjuang antre mulai subuh mendapatkan
nomor panggilan urutan 78, namun karena bangun kesiangan jadinya ketika kantor
sudah dibuka dia kelewatan panggilan. Betapa tidak, jam buka pkl. 07.00 tapi
dia terbangun pkl. 07.30. Ketika dia antre lagi, dapatlah dia nomor urutan 365.
Ya ampun, keterlaluan sampean pak….
( Okky T. Rahardjo,
085645705091, okkie_rahardjo@yahoo.com,
518CC9A )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar