Salah
satu tempat yang sering dituju oleh keluarga pasien rawat inap di rumah sakit
ini tentu saja sebuah Apotek. Ruang pelayanan obat ini terbuka selama dua puluh
empat jam yang terletak di bagian depan ruang IRD RSUD Dr. Soedono Madiun.
Apotek ini melayani penebusan obat baik secara mandiri maupun BPJS. Bagi yang
menebus obat secara mandiri tentu harus bersiap biaya lebih banyak dibandingkan
mereka yang membawa jaminan berupa BPJS Kesehatan.
Seringnya
keluarga pasien mengantre di Apotek ini tentu membuat kejenuhan tersendiri.
Mengingat setiap penanganan oleh tim medis seringkali menghasilkan resep yang
harus dibawa ke ruang yang terletak di sebelah kantor unit pelayanan Bank Jatim
ini. Hal ini membuat perwakilan keluarga yang ditunjuk mengurus obat harus sering
mondar-mandir sambil membawa resep obat. Tidak terkecuali dengan ayah yang
harus naik turun sambil membawa setumpuk berkas mendampingi resep obat yang
diperlukan menuju Apotek yang terletak di lantai bawah. Selain jenuh menunggu
di ruang tunggu apotek, juga seringnya naik turun tentu membuat kelelahan
sendiri, mengingat kamar tempat Nara dirawat berada di lantai dua.
Mengatasi
kejenuhan beberapa kali mengantre di ruang tunggu Apotek tentu ada banyak hal
yang bisa disiasati. Kadang ada yang saling berbincang sesama keluarga
penunggu, ada juga yang membaca koran yang dibawa dan ada pula yang bermain
smartphone untuk sekedar membunuh waktu. Berbincang dengan sesama keluarga
penunggu pasien merupakan cara tersendiri untuk berbagi beban penderitaan
mengingat mereka yang mengambil obat rata-rata ya orang yang sama juga ketika
ditemui di ruang tunggu. Saling mendukung dan memberikan informasi merupakan
keasyikan tersendiri yang menarik untuk diperbincangkan selain membicarakan
kondisi pasien yang ditunggu.
Sebelum
keluarga penunggu menebus obat yang diresepkan, berkas yang harus disiapkan
adalah kartu kontrol obat yang disertai surat keterangan menginap baik dari
pihak rumah sakit maupun pihak ruangan yang diinap. Bagi peserta BPJS tentu
ditambah dengan foto kopi kartu jaminan kesehatan tersebut. Berkas-berkas
tersebut harus difoto kopi lebih dulu bagi yang pertama kali menebus resep
obat. Tempat foto kopi tersedia di samping kiri pintu masuk IRD yang juga buka
selama dua puluh empat jam. Hal ini tentu saja mempermudah pasien yang
membutuhkan layanan secara cepat.
Suatu
kali ada seorang keluarga penunggu pasien yang sudah sekian belas menit duduk
di ruang tunggu tapi tidak segera dilayani. Sementara keluarga yang lain sudah
selesai membawa sebungkus tas plastik isi obat, dia masih terus duduk menunggu.
Saat satu per satu pengambil obat meninggalkan apotek, dia segera bertanya pada
petugas apotek sambil menunjukkan nada kecewa dan gusar. Petugas apotek yang
terdiri dari siswi magang sebuah sekolah keperawatan menanyakan apakah bapak
sudah menumpuk berkas di keranjang depan loket, tentu saja dia menjawab belum
sambil kebingungan tentang hal yang dimaksud. Segera saja perugas menunjukkan
tempat penumpukan resep obat berupa keranjang kecil. Ya ampun, pantesan dari
tadi diam saja, nah mau nunggu sampai kapan.
Ada
juga penunggu yang sepertinya tidak sabar mengantre di ruang tunggu apotek. Hal
ini bisa dilihat ketika beberapa nama yang dipanggil oleh petugas tidak segera
menunjukkan wajahnya. Kalau sudah seperti ini, biasanya para penunggu yang lain
akan segera kompak menjawab “lewati…lewati…”.
Petugas biasanya memberi kesempatan dengan memanggil sebanyak dua atau tiga
kali panggilan. Hal yang begini ini yang membikin penunggu lain jengkel, maka
ada saja yang menyeletuk “tiga kali
panggilan tidak ada, lewati…”. Ya semacam memanggil undian berhadiah.
Betapa tidak jengkel, sudah sama-sama butuh obat yang mendesak kok malah
ditinggal begitu saja. Karuan kalau tidak ikut antre sekalian dari pada
menghambat waktu bagi pengantre lain.
Namun
ada satu hal yang kami, para penunggu antrean depan loket apotik, menjadi salut
pada salah satu keluarga pasien. Saat itu ada seorang bapak yang menghampiri
seorang ibu penunggu antrean. Bapak itu berkata kalau anak ibu tersebut
menangis sendirian di ruang perawatan. Para penunggu lain sudah berusaha
menenangkan namun tetap tidak mau berhenti. Kebetulan ayah dari anak ini sedang
tidak bisa menunggu, jadinya sang ibu yang harus repot mengurus anak dan
menebus obat. Anak ini rupanya bernama Haikal yang masuk rumah sakit hampir
bersamaan dengan dirawatnya Nara. Bapak yang tadi bermaksud membantu ibunya
Haikal menggantikan menunggu obat. Jadinya ibunya Haikal segera membayar
terlebih dulu jumlah obat yang diperlukan lalu pengambilnya dialihkan pada bapak
yang baik hati tadi. Uniknya, karena lupa nama anak yang dimaksud maka setiap
kali ada panggilan bapak tadi segera berdiri hendak menuju loket apotek, dikira
itu nama yang ditunggunya. Kata bapak ini “yo,
podo-podo golek tombo, mas…” (sama-sama cari pengobatan…).
Demikian
sebagian liku-liku mengantre penebusan obat di ruang tunggu apotek. Bila tidak
bisa menghibur diri sendiri maka akan terus dilanda kemurungan. Mengingat masuk
di rumah sakit itu sudah merupakan kesedihan tersendiri. Ayah menebus obat di
apotek ini setidaknya empat kali dengan situasi yang berbeda. Kadang sepi,
antre satu dua orang dan juga pernah antre dengan banyak orang yang menunggu.
Mudah-mudahan tidak akan pernah antre di apotek rumah sakit lagi. Amiiiinnnn…..
(
Okky T. Rahardjo, 085645705091, okkie_rahardjo@yahoo.com,
518CC94A )
aamiin
BalasHapus