Di depan ruang Melati kamar III D terdapat sebuah
televisi yang menggantung di atas tembok. Televisi ini terletak persis di atas
ruang Spoel Hoek yaitu tempat membersihkan kotoran hasil menangani pasien.
Ruang spoel hoek ini kerap kali digunakan pula oleh keluarga pasien untuk
membersihkan peralatan pribadi mereka semacam piring, gelas, dot dan
sebagainya. Televisi yang menggantung di atas menjadi hiburan tersendiri bagi
keluarga yang menunggu pasien yang dirawat. Mengingat televisi ini berada di
tempat yang menjadi pertemuan beberapa kamar di ruang Melati ini, maka banyak
pula orang yang memanfaatkan untuk mengisi waktu dengan menyaksikan tayangan
yang ada di televisi.
Pada malam pertama saat Nara masuk perawatan di ruangan
ini, masih belum terlalu banyak pihak yang memanfaatkan menonton tayangan
televisi. Dalam ruangan Melati ini televisi hanya tersedia dua buah. Yang
pertama di ruang depan tempat berkumpulnya para perawat yaitu dekat ruang
eksekusi. Yang kedua ya di pertemuan berbagai kamar di ruang Melati ini. Pada
malam hari menjelang pkl. 24.00, seluruh akses keluar masuk ruang Melati
terkunci. Saat itu para perawat yang kebanyakan perempuan tidur di ruang depan
yang menjadi pusat administrasi dan penanganan pertama pasien. Ayah yang masih
belum terlalu mengtantuk mencoba untuk menahan mata dengan menyaksikan tayangan
berita di sebuah televisi swasta.
Saat itu hanya ada seorang bapak berkopiah bundar yang
duduk menghadap siaran berita yang ditayangkan oleh stasiun televisi milik
pengusaha asal Aceh. Ayah mencoba menemani bapak itu sambil mengikuti pula
perkembangan berita yang sedang menghangat. Saat itu siaran berita sedang
meliput mengenai pelaksanaan hukuman mati terhadap enam narapaidana kasus
narkotika. Bapak tadi penasaran ingin melihat tayangan langsung pelaksanaan
hukuman tembak yang sedianya dilakukan tengah malam itu. Namun hal itu tidak
mungkin akan disaksiikannya mengingat eksekusi hukuman mati tidak akan
ditayangkan secara terbuka. Setelah ayah sempat menjelaskan perihal itu,
sekilas bapak tadi tampak kecewa karena dari tadi dia ingin menyaksikan
pelaksanaan eksekusi. Ya ampun, pak..’ga
mungkin lah disiarkan langsung adegan orang ditembak di depan umum. Yang ada
ya, kita tiba-tiba taunya mereka sudah meninggal ‘gitu aja…
Namun kekhusyukan menyaksikan tayangan televisi seperti
pada malam pertama ini tampaknya tidak terulang pada hari berikutnya. Hal ini
dikarenakan pada hari minggu malam masuklah seorang pasien baru yang menempati
ruang televisi itu. Kapasitas dalam ruangan Melati sudah terlalu penuh. Empat kamar yang disediakan untuk pasien sudah tidak
memadai lagi. Di ruangan tempat Nara menginap sudah dihuni oleh enam pasien
yang masing-masing tiga tempat tidur saling berhadapan membujur antara timur
dan barat. Datangnya dua pasien tambahan tentu membuat mereka tidak bisa masuk
ke dalam kamar. Sambil tetap terbaring di atas brankar, dua pasien itu tidur di
ruang televisi yang secara tidak langsung berarti tidur di tempat yang menjadi
perlintasan lalu lalang orang yang berkepentingan di situ.
Adanya penghuni tambahan membuat acara nonton televisi
tidak lagi “sakral”, mengingat meja yang menjadi tempat berkumpul para penunggu
sudah disingkirkan supaya penghuni baru bisa mendapatkan tempat yang lebih
longgar. Namun keseruan nonton televisi kembali terjadi kala siaran televisi
menayangkan acara sepak bola liga SCM. Saat itu yang sedang ditayangkan adalah
pertandingan Persebaya melawan Persija. Beberapa pertandingan lain yang
ditayangkan pun sempat mencuri perhatian para bapak yang sedang menyediakan
waktu untuk menunggu putra dan putrinya yang masih tinggal dirawat dalam ruang
Melati.
( Okky T. Rahardjo,
085645705091, okkie_rahardjo@yahoo.com,
518CC94A )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar